Roseanne Amesia Zeldinburgh memiliki dua Kakak laki-laki. Dia adalah putri kesayangan Duke Zeldinburgh dan satu-satunya Zeldinburgh yang bisa membuat Ibunya—Grace khawatir.
Tidak ada alasan untuk membuat gadis itu menjadi anak yang brutal dan kejam. Dia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan berkelebihan. Ayahnya seorang Duke, Ibunya adalah wanita paling diincar di zamannya. Kakak pertamanya bersekolah di akademi militer untuk menyiapkan diri menggantikan Ayahnya menjalani tugas negara, dan Kakak keduanya seorang pria yang paling digandrungi karena partisipasinya dalam bermacam acara sosial di Grezaleno. Alasan lain pria itu menjadi yang paling digandrungi adalah; karena Pangeran Mahkota sudah memiliki calon Ratu.
Pikiran itu bermunculan saat serpihan-serpihan ingatan dari pemilik tubuh menyerang otak Rose dan membuatnya memegang sebelah sisi kepala dibawah tekanan tatapan tajam Pangeran Albert di sampingnya.
"M-maksudmu ... kecelakaan itu salahku?" tanya Rose dalam aksinya menahan sakit di bagian kepala karena ingatan yang merebak secara bertubi-tubi.
Albert mengangguk tegas. "Ya! Dan tidak ada alasan untuk dayang pribadimu di pecat karena itu."
Rose meringis. Memejamkan mata saat kilasan-kilasan bayangan bergantian berputar di pikirannya. Bagai air comberan yang sengaja di tumpahkan padanya, Rose merintih pada diri sendiri.
"Tubuh sialan! Kalau hilang ingatan, ya hilang saja. Tidak usah di tumpahkan padaku. Aku tidak butuh ingatan busukmu ini!" umpat Rose pelan.
Albert tercengang di kursinya. "Mengumpat adalah hal tabu bagi seorang Lady, Rose," katanya mengingatkan.
Rose mengerang, sambil merutuk: "Masa bodoh!"
Ingatan tentang kejadian sebelum dirinya pingsan dan jiwanya masuk ke dalam tubuh Roseanne mengulang. Berputar layaknya jarum jam yang sengaja diputarbalikkan. Rose yang saat itu tengah berjalan menuju Aula Pertemuan bersama dayang pribadinya memasang wajah kesal. Gadis itu merutuk di sepanjang langkahnya menuruni tangga karena Ibunya tidak memperbolehkannya berjalan-jalan di pasar kota dan menuntutnya untuk belajar tata krama dengan baik.
Dayang pribadinya mencoba menyamakan langkah sambil memegang ekor gaun Rose dengan kewalahan. "Lady, Anda harus berhati-hati. Anda bisa terjatuh dengan berjalan terlalu cepat. Dan seorang Lady tidak boleh menggerutu disepanjang langkahnya. Itu tidak sopan." Dayang pribadinya mengingatkan.
Rose berhenti melangkah. Anak tangga yang melingkar ke Aula Pertemuan tinggal 2 meter lagi. Tapi dia berbalik dan membuat dayang pribadinya terkejut hingga menjatuhkan ekor gaun Rose yang dia pegang di tangannya. Rose mengernyitkan dahi kesal. "Siapa kau? Berani-beraninya berbicara seperti itu padaku? Sudah merasa lebih tinggi, hah?!" katanya dengan nada menyentak di kalimat terakhir.
Dayang pribadinya termundur selangkah. "B-bukan. Lady seharusnya tidak berbicara dengan nada tinggi dan kesal di sepanjang jalan. Kalau ada orang yang melihat, Lady bisa dalam bahaya. Lagipula, Lady adalah tunangan Pangeran Grezaleno. Lady seharusnya menjaga sikap."
Menjaga sikap katanya? Rose melotot lebar. Seorang dayang pribadi yang derajatnya lebih rendah, berani-beraninya mengingatkannya tentang sikap dengan nada seperti mencibir. Rose benar-benar tersinggung.
"Kau! Rakyat jelata hina tak tahu diri, berani-beraninya!" Rose mengangkat tangan, bersiap menampar wajah dayangnya. Tetapi sebelum itu terjadi, dayang pribadinya segera menangkap lengannya dan melotot terkejut.
Rose terbelalak tidak percaya.
"Apa yang kau—"
"Lady Rose!"
Rose terkejut dengan panggilan secara tiba-tiba itu. Tapi dayangnya lebih terkejut dan tidak sengaja menyentak tubuhnya ke depan. Rose merasakan dunianya berputar, kakinya tergelincir, dan tubuhnya terdorong ke belakang. "AAA!" Rose berteriak, sebelum benar-benar jatuh dari tangga dengan ketinggian 2 meter dari lantai Aula Pertemuan.
Semuanya kacau. Berantakan. Teriakan Grace Zeldinburgh beradu dengan teriakan para dayang dan sang Duke sendiri. Darah bercucuran dari kening Rose. Pandangan gadis itu berputar, mengabur, lalu menggelap. Teriakan Ibu dan orang-orang di sekitarnya menghilang. Rose kembali ke masa depan dimana dia menyadari; Pangeran Albert telah memegang lengannya dan memandangnya dengan raut kebingungan.
Rose bertanya pelan, "Itu semua ... salahku?"
"Berhenti berbicara! Apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Kenapa kau kesakitan? Rose, jawab!"
Rose menggeleng. Wajahnya sangat pucat sekarang. Pandangannya berputar. Bahkan Pangeran Albert terlihat banyak di matanya. Rose menggeleng untuk mengembalikan kesadarannya, tapi yang dia dapatkan adalah pandangan yang semakin menghitam dan memusingkan. Bulu mata lentik Rose bergerak ke bawah, matanya tertutup bersamaan dengan tubuhnya yang terkulai lemas tak berdaya.
Pangeran Albert dengan sigap menangkapnya. Rose pingsan dalam pelukan Pangeran Grezaleno itu.
"Rosie?"
***TBC***