"Ohh bagus. Di acara pernikahannya seperti ini masih bisa-bisanya kak Hans berduaan dengan wanita lain."
"Catline? Catline kamu jangan ikut campur masalah aku ya," jawab Hans.
"Haha. Aku ga boleh ikut campur sama masalah kak Hans? Ini semua itu juga akan menjadi masalah aku karena kak Hans udah buat kak Aleysa menangis. Tega banget ya kak Hans lakuin itu semua sama kak Aleysa. Kak Hans itu adalah laki-laki yang paling jahat sedunia. Dan kamu, kamu adalah wanita yang ga punya tau malu. Udah tau kak Hans udah punya istri, tapi masih aja di dekatin. Dasar wanita ular."
Karena merasa sudah di rendahkan, Emily pun sangat marah dengan perkataan Catline barusan. Emily langsung menampar pipi Catline sampai terdengar suara tamparannya itu. Aleysa yang tidak terima dengan sikap Emily langsung menampar Emily kembali.
"Kurang ajar kamu anak kecil."
Plak!!!
"Emily!!"
Plak!!!
"Kamu boleh ya hina aku. Kamu boleh sakiti aku. Tapi jangan pernah kamu sakiti adik aku."
"Stop Aleysa. Kamu ini apa-apaan si," teriak Hans. Lagi-lagi Hans justru membela Emily. Untung saja tidak lama kemudian Nenek dan Mamahnya Hans datang ke mereka semua.
"Hey, hey. Kalian ini apa-apaan si? Kenapa buat keributan di sini?" teriak Neneknya Hans.
"Ini loh Nek. Kak Hans di saat sedang acara seperti ini dia justru mesra-mesraan sama wanita lain di sini," jawab Catline yang sudah sangat emosi denga kelakuan Hans kepada Aleysa.
"Hans. Kamu itu apa-apaan si. Lagipula kamu kenapa bisa masuk ke dalam sini Emily? Lebih baik kamu pergi dari sini. Pergi."
Neneknya Hans sudah menyuruh Emily untuk pergi dari sana. Tetapi Emily tetap tidak mau pergi dari sana.
"Kamu itu ga dengar apa kata saya ya? Kamu mau pergi dari sini sendiri atau saya panggilkan satpam?"
"Oke. Oke saya pergi dari sini."
Emily melihat ke arah Hans. Emily emosi dengan sikap Hans kali ini. Karena Hans hanya terdiam saja tanpa melakukan apa-apa ketika Emily sedang di usir oleh Neneknya.
"Hans. Kamu kenapa diam aja kaya gini? Kenapa kamu diam aja di saat aku di usir sama Nenek kamu? Kamu itu jahat Hans," ucap Emily di dalam hatinya sambil pergi meninggalkan rumah Hans.
"Sudah. Masalahnya kan sudah selesai semua. Kalian semua kembali masuk ke dalam. Ayo Hans, Aleysa."
"Iya, Nek," jawab Aleysa.
Hans, Aleysa, Catline dan yang lainnya pun kembali melanjutkan acara pada malam ini. Karena acara masih akan terus berlanjut.
*******
Emily pergi meninggalkan rumah Hans sambil emosi. Emily sangat marah dengan sikap Hans kepadanya.
"Hans itu emang benar-benar keterlaluan ya. Kenapa dia diam aja coba waktu aku di usir sama Neneknya itu? Aku ga bisa diam aja. Aku harus kasih pelajaran ke Aleysa. Karena ini semua juga terjadi karena dia," ucap Emily di dalam hatinya.
Ketika Emily keluar dari dalam rumah Hans, sudah pasti Emily lewat gerbang rumah Hans. Ketika Emily lewat gerbang, semua penjaga di sana mengenalinya.
"Mba? Mba kan yang tadi udah kami larang untuk masuk? Kok Mba justru habis dari dalam? Gimana cara masuknya?"
"Udah deh Pak. Bapak ga usah banyak tanya. Saya lagi pusing ini. Ngerti ga?"
Emily justru melimpahkan rasa emosinya kepada para penjaga di rumah Hans. Kemudian setelah itu Emily pergi meninggalkan rumah Hans menaiki taksi. Sedangkan semua penjaga rumah Hans hanya bisa terdiam sambil bingung dengan sikap Emily kepada mereka semua.
"Kenapa ya itu orang? Malah marah-marah. Aneh banget."
"Iya tuh. Udah lah kita lanjut kerja lagi."
"Iya, ayo."
Emily langsung pulang ke Apartemennya. Karena hanya Apartment lah tempat Emily kembali. Di dalam Apartemennya sudah ada Ershad yang sedang menemani Maira di sana.
"Emily? Akhirnya kamu pulang juga. Tadi anak kamu itu panggilin nama kamu terus tau ga."
"Kamu ini apa-apaan si Ershad? Aku tuh capek tau ga baru datang udah langsung di tanya-tanya kaya gini. Udah deh lebih baik kamu pulang aja. Aku kan udah sampai di sini."
"Yaudah. Lagian siapa juga yang mau di sini sama kamu. Kamu jaga Maira baik-baik. Jangan kamu justru urusin Hans terus."
"Kamu ga usah ajarin aku deh. Aku itu Ibu kandungnya dia. Jadi aku tau apa yang terbaik untuk dia."
Ershad hanya menggelengkan kepalanya. Ershad sudah benar-benar sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia katakan lagi. Karena apa yang di ucapkan dari mulut Ershad sudah pasti tidak akan di dengar oleh Emily. Karena otak Emily sudah di penuhi tentang Hans.
******
Acara Hans dan Aleysa pada malam ini sudah selesai. Semua orang di rumah Hans sudah masuk ke dalam kamar mereka masing-masing untuk istirahat. Begitu juga dengan Hans dan Aleysa yang sudah masuk ke dalam kamar mereka. Tetapi setelah bersih-bersih, Hans justru siap-siap seperti orang yang sedang ingin pergi pada malam ini.
"Kamu mau kemana Hans?" tanya Aleysa baik-baik tetapi di balas dengan nada yang sangat tinggi oleh Hans.
"Mau kemana itu bukan urusan kamu. Yang pasti aku ga mau tidur satu kamar sama wanita yang udah sakiti kekasih aku."
Kemudian setelah itu Hans langsung pergi begitu saja tanpa memberitahu kepada Aleysa kemana dia akan pergi. Bahkan Hans tidak memikirkan perasaan Aleysa sama sekali. Yang selalu Hans pikirkan adalah perasaa Emily saja. Emily memang sudah berhasil membuat Hans tergila-gila kepadanya. Aleysa merasa sangat sedih. Aleysa sebagai istri merasa tidak di hargai sama sekali oleh Hans.
"Aku kira dengan acara seperti tadi Hans bisa mulai menerima aku. Tapi ternyata dia malah semakin benci sama aku," ucap Aleysa di dalam hatinya.
Ketika Aleysa merasa sedih seperti ini, Aleysa merasa tidak ada orang yang bisa menjadi tempat ceritanya. Karena Ayah, yang biasanya menjadi teman curhatnya sekarang sudah meninggal dunia. Sedangkan Catline, dia adalah orang yang sangat emosional. Jika Aleysa bercerita kepadanya, pasti Catline akan menimbulkan masalah baru nantinya. Akhirnya Aleysa mencurahkan semua isi hatinya denga menulis di buku hariannya.
'Langitku. Aku kira setelah hujan dia akan memunculkan pelangi yang indah. Tetapi langitku masih saja mendung. Terasa sangat gelap dan dingin. Entah sampai kapan langitku akan berubah menjadi langit yang cerah dan menghangatkan. Atau langit gelap ku ini memang hanya bisa hilang dengan bantuan tiupan angin yang besar. Dan itu adalah Emily?'
Aleysa menulis di buku hariannya hingga akhirnya dia tertidur di atas buku hariannya itu. Terbayang betapa lelahnya Aleysa yang harus menghadapi sikap Hans yang dingin dan emosional itu.
-TBC-