webnovel

A Boy and His Beloved Man(s)

[R17+/Dosa Ditanggung Pembaca] Menceritakan kisah seorang remaja penyuka sesama jenis bernama Reno, anak dari kampung yang merantau di Jakarta untuk melanjutkan studinya. Namun sosok yang muncul di kehidupannya semenjak merantau, malah membuatnya semakin yakin untuk tetap berada di jalan yang tak seharusnya itu. Sosok yang selalu membuatnya nyaman, sosok yang selalu peduli terhadapnya, sosok yang baginya sangat sempurna dari luar dalam. Ini adalah kisah kehidupan Reno bersama dengan sosok pria-pria idamannya.

Elphv · LGBT+
Not enough ratings
281 Chs

Pergi ke Bali

"Bali, Bali, Bali, aku datang!" batin Reno girang.

Pukul 4.30 pagi, terlihat Reno dan Bayu sedang mengemas barang-barang serta perlengkapan yang akan dibawa oleh mereka ke Bali. Tepat semalam sebelumnya, Arsyad sudah mendapatkan tiket pesawat. Meski harga tiket itu lebih mahal dari seharusnya, namun mereka tetap membeli tiket tersebut karena ingin segera liburan.

"Ren, kamu mau bawa baju yang mana? Yang mau dipake buat pergi nanti yang mana?" tanya Bayu sambil melihat-lihat baju milik Reno.

"Ini lagi aku siapin Mas, nanti aku taro di koper kalo udah semua" jawabnya sopan. "Emang mau liburan berapa hari Mas?" tanya Reno setelahnya.

"Kamu maunya berapa hari? Seminggu? Dua minggu? Sebulan?" tanya Bayu kembali.

"Lama banget Mas sebulan." Reno terkekeh sambil meninju pelan lengan berotot Bayu. "Seminggu kayaknya udah lebih dari cukup buat aku, Mas."

"Yaudah buruan beresin barang-barang kamu. Kalo baju kamu yang di kamar Mas masih kurang, coba ke kamar kamu buat ngambil lagi bajunya."

Reno mengangguk menurut, lalu remaja itu bergegas menuju ke kamarnya untuk mengambil beberapa pasang pakaian serta barang-barang lainnya. Setelah itu ia kembali lagi ke kamar Bayu, dan memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.

Beberapa menit kemudian, Bayu dan Reno tak kunjung siap juga. Karena saat ingin ganti baju, Bayu malah menarik Reno ke dalam pelukannya dan langsung menciumnya tanpa berkata apa-apa. Menolak pun rasanya mubazir, batin Reno. Jadinya ia mengikuti keinginan Bayu, sambil sesekali lidahnya ikut membalas permainan lidah Bayu.

Di lantai bawah, terlihat Arsyad dan Danu sedang duduk di kursi meja makan. Tangan Arsyad mengetuk-ngetuk meja sambil menunggu Bayu dan Reno turun.

Hampir 20 menit tak kunjung turun juga, membuat Arsyad berpikir kalau mereka berdua sedang melakukan hal yang tidak-tidak. Segera ia bangkit, lalu berjalan cepat menuju ke kamar Bayu.

Tok...! Tok...! Tok...!

"Bay! Dek! Udah siap belum?! Abang sama Danu udah siap nih dari tadi!" teriak Arsyad dari luar sambil menggedor pintu kamar Bayu.

Pintu kamar dikunci dan tak kunjung dibuka juga, membuat Arsyad semakin kesal. Ya, tentu saja Arsyad cemburu karena mengira Bayu dan Reno sedang melakukan hal tidak senonoh.

Hingga ketika ia ingin mengetuk pintu kamar Bayu lagi, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka. Terlihat Bayu dan Reno sudah rapih dengan Bayu yang menarik kopernya.

"Abis ngapain kalian?! Kenapa lama banget?!" tanya Arsyad kesal.

"Abis siap-siap lah Syad. Udah, ayo kita berangkat, udah mau jam 5 nih. Takut jalanan macet karena udah mulai liburan" jawab Bayu, raut wajahnya seperti meledek Arsyad. Kemudian ia berjalan begitu saja menuju ke lantai bawah, melewati Arsyad yang sedang kesal.

Tatapan tajam Arsyad berpindah ke Reno, seakan pria itu tau apa yang sudah dilakukan oleh Reno dan Bayu tadi.

"Abis ngapain kamu Dek?!" tanya Arsyad lagi.

"Abis beres-beres baju?" jawab Reno tak sepenuhnya berbohong.

Arsyad berdecih kesal, lalu ia menarik Reno dan menggendongnya. Bibir Reno tersenyum simpul, karena ia tau kalau Arsyad kesal karena cemburu.

~ ~ ~

Sesuai dugaan Bayu, jalanan pagi hari ini cukup ramai namun masih lancar dan tidak macet. Kalau saja mereka berangkat lebih lama lima menit, akan beda ceritanya. Mereka pasti akan telat dan ketinggalan pesawat karena jalanan macet.

Perjalanan dari rumah menuju ke bandara memakan waktu yang cukup lama, terlebih saat mereka sudah sampai di bandara dan ingin memarkirkan mobil yang mereka pakai. Untungnya mereka sudah bisa masuk ke bandara pada pukul 8 pagi kurang, sementara penerbangan baru berangkat jam 10.15 pagi, yang berarti mereka masih punya waktu sekitar 2 jam lagi sebelum keberangkatan.

Saat ini mereka sedang duduk di salah satu kursi panjang yang ada di sana, entah menunggu apa. Kondisi mereka masih lumayan mengantuk, sehingga mereka berempat hanya diam tanpa mengeluarkan suara.

"Mau makan apa?" tanya Bayu memecah keheningan, namun sayangnya tidak ada yang menjawab. "Kalo ditanya jawab dong!" lanjut Bayu sedikit kesal.

"Kamu nanya siapa? Kita di sini bertiga, masing-masing punya nama" sahut Danu dengan cuek, diikuti oleh Arsyad dan Reno yang mengangguk-nganggukkan kepalanya.

"Mau makan nggak?" tanya Bayu lagi.

Kali ini Reno mengangguk, takut Bayu marah lagi karena diabaikan. Kemudian Bayu menggenggam pergelangan tangan Reno dan menariknya, mengajaknya pergi untuk makan.

"Ayo kita makan Ren, kita tinggalin aja mereka" ketus Bayu yang masih kesal. Kemudian ia pergi dengan Reno, meninggalkan Arsyad dan Danu di sana.

Pukul 9.30 pagi, mereka berempat masuk ke tempat yang biasa untuk check in, tiket dan barang-barang mereka ikut dicek. Pukul 9.45, barulah mereka diperbolehkan naik ke dalam pesawat.

Untuk seorang yang baru pertama kali ke bandara dan naik pesawat, tentu Reno terkagum-kagum ketika melihat lapangan lepas landas dari dalam pesawat serta isi pesawat itu sendiri. Tidak pernah terbayangkan olehnya kalau ia akan naik pesawat, terlebih pesawat yang ia naiki adalah maskapai yang katanya terbaik se-Indonesia.

Mereka duduk berderetan, sesuai dengan kursi yang memiliki empat kursi satu deretnya. Reno duduk tepat di samping jendela, diikuti oleh Arsyad, Bayu, dan Danu.

Awalnya Reno senang karena bisa naik pesawat dan duduk di samping jendela. Ya, itu hanya awalnya saja. Karena ketika ada pengumuman dan pesawat mulai bergerak, tiba-tiba wajah Reno terlihat tegang dan keringat dingin mulai keluar di keningnya.

Arsyad yang duduk di sebelahnya sedikit bingung dan kaget, karena ia mengira Reno sakit.

"Kamu sakit Dek? Kok pucet gitu?" tanya Arsyad.

"A-aku takut Bang, ta-takut pesawatnya ja-jatuh..." ucap Reno cemas.

"Hush, nggak boleh ngomong begitu" serga Bayu yang mendengar ucapan Reno. "Doa tuh yang baik, doa biar selamat sampai ke tujuan tanpa kekurangan satu apapun. Jangan mikir yang aneh-aneh, doa aja semoga selamat."

Takut mati sudah pasti. Membayangkan pesawat jatuh saja sudah membuat bulu kuduk remaja itu meremang dan membuat pikirannya kacau. Reno tau kalau dirinya orang yang berdosa, maka dari itu ia takut dengan yang namanya kematian.

Melihat Reno yang ketakutan, membuat Arsyad tersenyum-senyum sendiri. Kasihan memang ada, namun entah mengapa ia menganggap itu lucu karena ekspresi wajah Reno yang menggemaskan. Segera ia menggenggam tangan Reno yang gemetar, bermaksud agar Reno tidak khawatir dan tidak takut.

"Tenang aja Dek, nggak usah takut. Kebanyakan orang yang pertama kali naik pesawat begitu kok, wajar banget kalo takut. Kamu yakin aja dan doa terus supaya selamat" ucap Arsyad menasehati adiknya itu.

"Udah santai aja nggak usah tegang, nikmati aja pemandangan yang ada di samping kamu."

Kembali Reno mengangguk menurut. Ia memejamkan matanya sejenak dan berdoa agar selamat sampai di tujuan. Setelahnya pesawat pun lepas landas, dan Reno berharap yang terbaik dari perjalanannya kali ini.

~ ~ ~

"Hoeks!!! Hoeek!!!"

Danu menghela napas gusar, tak tega melihat Reno yang muntah-muntah setelah perjalanan beberapa jam naik pesawat tadi. Ia membantu memijat tengkuk Reno, sambil menatap teduh bagian belakang tubuh remaja itu.

Reno sendiri tidak tau mengapa ia merasa sangat mual sesaat setelah turun dari pesawat tadi. Makanya ia langsung berlari mencari toilet, karena isi perutnya seperti akan keluar semua.

"Kamu kenapa lagi Ren? Masa mau liburan malah sakit gini?" tanya Danu khawatir.

"Akh... a-aku cuma mual-mual aja kok Pak, nggak sakit..." jawab Reno.

Seketika saja raut wajah khawatir Danu berubah, menjadi raut wajah dengan senyum menceng. Entah mengapa ketika mendengar Reno mual-mual, tiba-tiba saja ia ingin menjahili remaja itu.

"Ren, jangan-jangan kamu hamil? Hamil anaknya Arsyad?" ucap Danu. Nada suaranya serius, dan raut wajahnya pun meyakinkan.

Sontak Reno melihat ke perutnya yang rata untuk sesaat. Kemudian ia menengok ke Danu.

"Ngawur! Ini mabuk perjalanan tau Pak, bukan hamil!" sahut Reno buru-buru. "Udah ah, aku jadi nggak mood mau muntah." Lalu ia berjalan menuju ke wastafel tanpa mempedulikan keberadaan Danu.

"Wah, saya baru tau, ternyata muntah harus sesuai mood juga ya" gumam Danu pelan.

Setelah itu, mereka berdua keluar lagi untuk bertemu Arsyad dan Bayu yang menunggu. Lalu mereka berjalan keluar bandara untuk naik taksi, dengan Reno yang digemblok oleh Danu sampai taksi itu datang.

"Mau ke mana Pak?" tanya supir taksi ramah, setelah keempat dari mereka naik semua.

"Pantai Seminyak ya Pak" jawab Bayu.

Mendengar kata Pantai Seminyak, membuat Reno yang tadinya lemas tiba-tiba saja langsung bersemangat. Karena setaunya, Pantai Seminyak itu benar-benar indah dan memanjakan mata sekali. Kemarin pun ia sempat melihat-lihat tempat yang bagus di Bali dari internet, di dalamnya tentu ada Pantai Seminyak.

Beberapa menit perjalan dengan taksi, akhirnya mereka turun tepat di Pantai Seminyak yang sangat luas. Mata Reno tidak bisa menolak keindahan dari pantai ini, rasanya ia ingin berteriak karena senang sekali bisa menginjakkan kaki di pantai yang indah ini. Tanpa pikir panjang, Reno berlari menuju ke tepi pantai.

"Dek! Mau ke mana?! Jalannya bukan ke situ!" teriak Arsyad cukup nyaring, membuat Reno menghentikan langkahnya.

Ketika Reno menoleh, ternyata ia sudah agak jauh dari mereka bertiga, jadinya ia berlari lagi kembali menghampiri mereka.

"Bukannya mau ke pantai ya Bang?" tanya Reno bingung.

"Iya, mau ke pantai. Tapi kan kita harus check in hotel dulu, taro barang-barang dulu. Emangnya kamu mau ke pantai pake baju begitu? Nggak mau pamer badan kamu yang sekarang udah bagus?" Arsyad menaikkan kedua alisnya, bermaksud menggoda adik kesayangannya.

Reno tersenyum nyengir, sambil menggaruk kepalanya. Ia memang ingin sekali pamer tubuhnya yang sudah bagus, meski belum sebagus mereka. Tapi tidak ada salahnya juga kalau pamer, batin Reno.

Selesai booking kamar di hotel yang cukup mewah, mereka langsung menuju ke kamar mereka yang berada di lantai 5 gedung hotel. Kamar mereka berada di pojokan, cukup jauh dari lift. Namun setelah mereka masuk ke kamar, rasa lelah karena letaknya yang jauh langsung terbayarkan.

Sebuah kamar yang cukup besar dengan dua kasur yang cukup besar juga, yang pasti dengan sebuah balkon kamar yang langsung menghadap langsung ke Pantai Seminyak. Reno berlari ke arah balkon untuk melihat pemandangan di sana, bibirnya langsung tersenyum ketika ia melihat pemandangan yang sangat indah.

"Gila, Bali emang keren banget" batinnya.

~ ~ ~

Selesai istirahat beberapa jam dan juga rapih-rapih barang bawaan serta ganti baju, mereka kembali makan di salah satu restoran karena waktu sudah hampir magrib. Mereka sempat ketiduran karena lelah, dan ketika bangun langsung lapar. Jadinya mereka putuskan makan dahulu, setelah sebelumnya mereka sudah mandi.

"Bang Arsyad, Mas Bayu, Pak Danu, aku ke toilet dulu ya sebentar" ucap Reno tiba-tiba.

"Kenapa Ren?" tanya Danu heran.

"Mules Pak, mules banget perut aku." Reno memasang raut wajah yang aneh, sambil tangannya memegang perutnya sendiri.

Bayu menghela napas, ketika mendengar perut Reno melilit.

"Mas kan udah bilang, jangan makan yang pedes-pedes tadi di bandara. Perut kamu masih kosong, eh malah makan pedes. Ngeyel sih kalo Mas bilangin. Mas tau kamu suka pedes, tapi perut kamu nggak ngizinin Ren" imbuh Bayu.

"Aduh, ceramahnya nanti aja ya Mas, perut aku udah mules banget ini. Aku izin ke toilet dulu." Dengan tergesa-gesa, Reno berlari menuju ke toilet restoran.

Tersisa mereka bertiga yang masih menikmati makanan sambil sesekali menyeruput minuman segar dari pesanan mereka. Danu menoleh ke kanan kiri, melihat apakah Reno benar-benar ke kamar mandi atau tidak. Setelah yakin tidak ada Reno, Danu menatap serius ke Bayu.

"Jadi gimana rencananya Bay?" tanya Danu. Ia sudah penasaran dengan rencana selanjutnya.

"Rencana apa?" heran Bayu.

"Ya rencana yang waktu itu lah. Ini kan udah beberapa bulan sejak kamu ngajak kita kompetisi saingan itu, saya butuh kejelasan lebih lanjut."

"Oh soal itu ya, oke."

Bayu kembali meminum jus yang ia pesan, lalu menarik dalam-dalam napasnya sebelum berbicara.

"Saya mikirnya gini. Mungkin 4-5 harian kita seneng-seneng dulu di sini, jalan-jalan dulu, biar Reno juga seneng pas liburan gini. Pas hari ke-6 atau ke-7, baru deh kita nyatain perasaan kita ke Reno. Gimana?" usul Bayu.

"Oke-oke aja sih saya. Tapi nanti kita nembaknya bareng-bareng gitu?" imbuh Arsyad.

"Ya nggak lah Syad. Kalo kita nembaknya bareng-bareng, kemungkinannya cuma satu, kita semua bakal ditolak" sahut Danu kesal.

"Betul. Jadi biar kita dapet peluang lebih gede buat diterima, kita nembaknya di waktu yang beda. Opsinya ya di hari ke-6 atau ke-7 itu sih, tempatnya ya terserah kalian. Kalo saya nembak Reno pas hari ke-6, bertepatan dengan sunset" jelas Bayu lagi.

"Saya juga mau pas sunset kali Bay" protes Danu.

"Nggak bisa, itu waktu saya. Kalo mau pas sunset juga, ya kamu harus nunggu besoknya" sahut Bayu.

Kalau besoknya, pasti akan lebih lama lagi. Semakin lama mengungkapkan perasaan, mungkin saja peluangnya akan semakin kecil juga. Meski Danu sendiri tidak yakin ia akan diterima walau ia menjadi orang pertama yang menyatakan perasaannya. Tapi tidak ada salahnya mencoba.

"Oke, saya pas sorenya aja. Sekitar jam 4 atau jam 5" ucap Danu.

"Sip." Bayu mengacungkan jempolnya, setelah itu pandangannya berpindah ke Arsyad. "Kamu kapan Syad?" tanya Bayu ke Arsyad.

"Em, hari yang sama mungkin, tapi agak maleman aja" jawab Arsyad.

Kembali Bayu menghela napas, bibirnya tersenyum simpul karena ia cukup percaya diri kalau Reno akan menerimanya.

"Sip! Setuju semua ya."

"Terakhir, ada satu perjanjian yang perlu banget kalian ingat. Siapapun, siapapun yang nggak diterima sama Reno, saya berharap banget untuk berlapang dada dan ikhlas. Jangan pernah kalian marah-marah ke Reno hanya karena cinta kalian ditolak. He just 17, nggak perlu kasar dan bicara baik-baik. Oke?" ucap Bayu meyakinkan mereka berdua.

Mereka bertiga saling tatap, lalu mengangguk-angguk mengiyakan permintaan Bayu.

"Setuju" ucap Arsyad dan Danu bersamaan.

Meski mereka bertiga sama percaya dirinya, namun mereka tidak terlalu yakin dengan apa yang diucapkan Bayu. Terlebih Danu, ia yakin sekali kalau ikhlas melepaskan Reno tidak akan semudah itu. Terlebih yang akan menjadi pacarnya tentu salah satu dari mereka, yang berarti mereka akan melihat Reno berpacaran dengan sahabatnya sendiri.

* * *