webnovel

A Boy and His Beloved Man(s)

[R17+/Dosa Ditanggung Pembaca] Menceritakan kisah seorang remaja penyuka sesama jenis bernama Reno, anak dari kampung yang merantau di Jakarta untuk melanjutkan studinya. Namun sosok yang muncul di kehidupannya semenjak merantau, malah membuatnya semakin yakin untuk tetap berada di jalan yang tak seharusnya itu. Sosok yang selalu membuatnya nyaman, sosok yang selalu peduli terhadapnya, sosok yang baginya sangat sempurna dari luar dalam. Ini adalah kisah kehidupan Reno bersama dengan sosok pria-pria idamannya.

Elphv · LGBT+
Not enough ratings
281 Chs

Perasaan apa ini sebenarnya

Sesampainya di kost Reno, Icha langsung memarkirkan motornya. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju ke kamar.

Tepat setelah masuk ke dalam kamar, tangisan Reno kembali pecah. Kakinya terasa lemas entah kenapa, sampai-sampai Reno jatuh ke lantai.

Pemandangan setelah Reno meninggalkan Sigit benar-benar membekas di pikirannya. Wajah garang yang mengekspresikan kekecewaan itu membuat Reno merasa bersalah dan menyesal karena perbuatannya tadi. Rasa cinta Reno begitu besar kepada Sigit, yang malah membuat Reno semakin lemah karena perasaan itu.

"Ren, jangan nangis terus. Kalo begini, gue bingung harus ngapain..." Icha sudah memasang wajah yang serba salah dan juga putus asa. Bukan karena ia malas meladeni Reno, namun karena ia tidak tega melihat Reno yang terus sedih setelah patah hati.

Dengan punggung tangan, Reno mengusap air matanya. "Gue nggak papa kok Cha, nanti juga tenang sendiri. Lu kalo mau pulang ya pulang aja, maaf ya kalo gue ngerepotin lu" ucap Reno dengan senyum tipisnya.

Icha semakin menatap iba ke Reno. Di saat seperti ini, Reno masih sempat-sempatnya untuk memberikan senyum padahal hatinya sedang berteriak dan juga sedih. Lalu Icha duduk di sebelah Reno, kepalanya ia sandarkan di tembok.

"Yakin nggak papa gue tinggal sendiri? Apa mau nginep lagi di rumah gue?" tanya Icha khawatir.

Reno menggelengkan kepalanya. "Nggak usah Cha" sahut Reno. "Em, gue kayaknya butuh waktu untuk sendiri dulu" lanjut Reno.

Sesuai dugaan Icha, Reno memang sedang butuh waktu untuk sendiri. Karena tidak biasanya Reno menyuruh Icha untuk pulang.

Icha menepuk pundak Reno lalu berdiri. "Yaudah gue pulang dulu. Kalo ada perlu apa-apa telpon ya? Kalo udah baikan juga kabarin gue, jangan bikin khawatir gue Ren" ucap Icha iba.

Kemudian Reno berdiri meski kakinya masih terasa lemas, dengan penuh perasaan Reno memeluk Icha. "Pasti Cha, pasti gue kabarin" ucap Reno di sela pelukan mereka.

"Gue pamit dulu ya. Assalamualaikum Ren" pamit Icha.

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan Cha" balas Reno.

Icha membalas dengan senyum dan juga jempolnya. Setelah Icha melajukan motornya dan keluar dari kost Reno, barulah Reno menutup pintu kamar dan merobohkan dirinya di kasur.

Meski merasa sangat lelah, namun Reno tidak bisa memejamkan matanya untuk tidur. Tubuhnya terus mencari posisi nyaman, namun hasilnya tetap nihil. Membuang napas gusar, akhirnya Reno menatap langit-langit kamarnya.

"Pak Sigit, kenapa Pak Sigit sejahat itu? Padahal aku udah sayang banget sama Pak Sigit" ucap Reno pelan.

Bermaksud untuk melegakan perasaannya dengan berbicara seperti tadi, tapi yang ada malah Reno semakin terbayang-bayang wajah Sigit yang sedang tersenyum. Kembali hatinya dilanda gelisah, ada keinginan untuk kembali di masa-masa indah mereka.

Reno kembali membuang napas, lalu memejamkan matanya sejenak. Ia sangat berharap kalau ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, yang mungkin bisa diperbaiki agar hubungan mereka berdua kembali terjalin.

Namun sayangnya Reno mendengar sendiri apa yang dikatakan oleh Sigit waktu itu, kata 'pemuas nafsu' masih bisa dengan jelas Reno ingat. Lagi-lagi dada Reno merasa sakit memikirkan itu, yang berujung dengan Reno memainkan hp miliknya untuk mencari hiburan.

Setelah layar menyala, terlihat ratusan pesan dan puluhan missed call dari kontak yang bernama 'Pak Sigit-ku'. Wallpaper hp milik Reno masih terpasang foto mereka berdua yang sedang berpelukan mesra, lalu berfoto di depan kamera dengan kondisi telanjang dada.

Melihat itu semua, membuat perasaan Reno kembali menguat. Dengan sadar, Reno memencet layar hp untuk membuka pesan dari Sigit.

'Ren, apa kita nggak bisa ngomong baik-baik dulu?'

'Apa kamu nggak mau denger penjelasan saya dulu soal perkataan saya waktu itu Ren?'

'Apa cinta kamu benar-benar ada kepada saya? Kalau ada kenapa kamu menghindar terus?'

'Tolong Ren, saya mau kamu dengerin penjelasan saya dulu soal perkataan saya waktu itu.'

Ratusan pesan yang kurang lebih berisi seperti itu, membuat dada Reno terasa sesak. Air matanya mengalir lagi keluar, entah kenapa Reno begitu cengeng kalau sudah dihadapkan dengan Sigit.

Akhirnya Reno berusaha agar hatinya tidak terlalu keras, ia mencoba untuk tidak egois. Mungkin dengan penjelasan, semua akan kembali seperti semua, pikir Reno. Jadi ia membuka foto profil milik Sigit dan memencet gambar telepon.

Tok... Tok... Tok...

Ketika mendengar suara pintu kamarnya diketuk, segera Reno menyingkirkan hp miliknya itu. Setelah mengusap sisa air matanya yang mengalir, Reno berlari ke arah pintu dan membuka pintunya.

Ketika pintu kamar kost sudah terbuka, Reno diam beberapa saat melihat orang yang datang. Sosok pria gagah yang ada di hadapannya ini membuat Reno terdiam.

Reno berharap yang datang adalah Sigit, namun ternyata bukan. Sosok pria gagah yang datang itu adalah Danu atau Reno lebih sering memanggilnya 'Pak Danu', ia adalah pemilik kost yang ditempati Reno sekaligus bapak kost Reno.

Terlihat Danu membawa sebuah paper bag yang agak besar, bahkan sampai ada tiga buah paper bag. Namun Danu malah melamun, ketika melihat mata Reno yang merah dan yang terus menarik ingusnya itu.

"Kamu nangis kenapa Ren?" tanya Danu langsung tanpa basa-basi.

Reno kembali mengusap area matanya, lalu ia tersenyum kepada pria gagah yang ada di depannya itu. "Nggak apa-apa kok Pak" jawab Reno berbohong.

Danu tau kalau Reno berbohong. "Nggak apa-apa kok nangis" sahut Danu datar. "Saya mau mampir ke kamar kamu dulu, sekalian bawain oleh-oleh nih buat kamu. Boleh kan?"

Reno yang tidak punya alasan untuk menolak, akhirnya mengangguk. Ia mempersilakan Danu masuk ke kamarnya, lalu ia kembali menutup pintunya.

"Pak Danu kok baru keliatan ya? Kayaknya udah beberapa bulan nggak liat Pak Danu." Reno memulai pembicaraan, sekaligus untuk mengalihkan pembicaraan soal dirinya ini.

"Lagi ada proyek besar di perusahaan, jadi nggak bisa ke sini" jawab Danu santai sambil menjatuhkan bokongnya di kursi meja belajar milik Reno.

Danu Prawira atau lebih akrab dipanggil Danu. Lelaki berusaha yang seumuran dengan Sigit dengan wajah dan badan yang tentunya tak kalah tampan dari Sigit. Hanya saja badan Danu sedikit lebih kecil dari Sigit yang agak besar. Meski lebih kecil dari Sigit, tetap saja Reno masih lebih kecil lagi.

Tinggi tubuh Reno hanya berkisar 169-170 cm, sementara tinggi Danu berkisar 183-184 cm. Memang cukup tinggi untuk rata-rata orang Indonesia, atau malah sangat tinggi. Namun Danu terlihat proporsional karena tubuhnya tentu berotot mirip Sigit meski tidak lebih besar darinya.

"Nih oleh-oleh buat kamu, saya taro di meja ini aja ya" ucap Danu sambil meletakkan tiga paper bag berukuran besar itu di meja belajar Reno.

Yang memberi biasa saja, sementara yang menerima malah gelagapan. Bukan karena salah tingkah atau apa, tapi karena pemberiannya terlalu banyak.

"A-apa nggak kebanyakan Pak?" bingung Reno.

"Justru sengaja banyak karena buat kamu Ren. Biar kalo malem-malem kamu nggak kelayapan keluar buat nyari makan apa cemilan." Danu tertawa kecil sambil melihat ke arah Reno.

Sementara Reno berusaha memalingkan wajahnya, agak malu karena hal itu diketahui oleh Danu. Namun ia tidak terlalu memusingkannya, karena Danu memang suka meledeknya.

"Ya dari pada mati kelaperan Pak, hehehe..." sahut Reno.

Danu dan Reno memang terbilang cukup dekat meski hubungan mereka hanya sebatas bapak kost dan juga penghuni kost. Hubungan dekat mereka ini bisa mereka jalin karena Danu sendiri adalah kenalan dari Pak Jaka, ayah Reno.

Reno juga merasa klop-klop saja dengan orang yang jauh lebih tua dari dirinya itu, tidak ada masalah sama sekali. Bahkan mereka sering olahraga bersama, nonton bersama, kadang pun Reno menginap di kamar Danu yang berada tepat di sebelah kamar Reno.

"Oh iya, ini ada es krimnya. Langsung dimakan aja Ren, takut meleleh." Danu merogoh ke dalam paper bag itu untuk mengambil es krim bucket kecil. Meski kecil, itu sebenarnya cukup besar untuk sebuah es krim.

Setelah menerima dan mengambil sendok, Reno langsung duduk di tepi kasurnya untuk menikmati es krim itu.

Mata Reno terpejam sesaat setelah sesuap es krim masuk ke dalam mulutnya. Suasana hati yang tadinya hancur berkeping-keping, kini menjadi kembali seperti semula seolah-olah hati itu tidak pernah hancur. Mungkin selama ini yang dibutuhkan Reno bukanlah Sigit, melainkan es krim.

Melihat Reno yang lahap memakan es krim, membuat Danu menerbitkan senyumannya. Lalu Danu bersandar di kursi yang didudukinya itu sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Oh iya. Saya denger-denger dari satpam, katanya kamu sering ngajak cewek ke kamar kost kamu?" Danu menarik kursinya mendekat ke arah Reno. "Kamu tau kan, kalau kost ini khusus untuk cowok doang?" lanjutnya.

Seketika saja Reno tersedak, sendok yang berada di mulutnya hampir masuk ke tenggorokannya. Untungnya Reno langsung menarik sendok itu keluar, sehingga ia hanya batuk-batuk kecil.

"Hayo, ngajak siapa itu?" goda Danu.

"A-anu, i-itu temen kok Pak, hehe. Sahabat aku" jawab Reno jujur.

"Sahabat apa sahabat hayo?" goda Danu lagi.

Reno langsung memalingkan wajahnya dari wajah Danu yang semakin mendekat. "Se-serius sahabat kok Pak!" ucap Reno salah tingkah.

Danu langsung terbahak-bahak melihat tingkah Reno yang lucu dan menggemaskan. Lalu ia bangkit dan duduk tepat di sebelah Reno dengan tangan yang agak kebelakang untuk menopang tubuhnya.

"Awas kamu ya sampe hamilin anak orang, apalagi hamilinnya di kost-kostan saya. Langsung saya aduin ke bapak kamu nanti" ledek Danu.

"Ngawur." Reno menghela napas karena kesal, lalu ia kembali menyendok es krim ke dalam mulutnya.

Sambil makan es krim, sambil juga Reno mencuri-curi pandang ke arah Danu. Tubuh kekarnya yang masih terbalut kemeja ketat benar-benar membuatnya seksi, apalagi di cetakan dada bidangnya.

Sekilas, aura-aura yang dikeluarkan oleh Danu mirip-mirip dengan Sigit. Entah karena tipe wajah mereka yang sama-sama tegang dan garang, atau karena Reno sedang memikirkan Sigit terus. Tapi yang pasti, Reno merasa ada kemiripan dari segi fisik mereka.

Kembali hati Reno menjadi gelisah.

Reno memang suka dengan Danu, namun hanya sebatas kagum dan bukan cinta layaknya ia dengan Sigit. Entah mengapa begitu, padahal bagi Reno mereka memiliki karakter yang mirip dan wajahnya sama-sama tampan.

Kalau saja Reno bertemu dengan Danu terlebih dahulu ketimbang Sigit, mungkin Danu-lah yang akan dikagumi dan dicintai oleh Reno.

Meski di dalam hatinya, Reno juga belum paham dengan perasaannya sendiri.

* * *