webnovel

A Boy and His Beloved Man(s)

[R17+/Dosa Ditanggung Pembaca] Menceritakan kisah seorang remaja penyuka sesama jenis bernama Reno, anak dari kampung yang merantau di Jakarta untuk melanjutkan studinya. Namun sosok yang muncul di kehidupannya semenjak merantau, malah membuatnya semakin yakin untuk tetap berada di jalan yang tak seharusnya itu. Sosok yang selalu membuatnya nyaman, sosok yang selalu peduli terhadapnya, sosok yang baginya sangat sempurna dari luar dalam. Ini adalah kisah kehidupan Reno bersama dengan sosok pria-pria idamannya.

Elphv · LGBT+
Not enough ratings
281 Chs

Keputusan Reno

Tiga hari menjalani perawatan di rumah sakit, akhirnya Reno sudah diperbolehkan pulang dengan syarat harus banyak-banyak beristirahat. Selama tiga hari itu juga Arsyad dan Danu meninggalkan pekerjaannya, sementara Bayu tetap bekerja sambil sesekali menengok Reno karena ia bekerja di rumah sakit yang sama dengan tempat Reno dirawat.

Setelah mengetahui tentang Reno yang menyimpang dari jalannya itu, membuat Bayu dan Danu banyak sekali melontarkan pertanyaan kepada Arsyad. Walau agak jengkel dan terkadang adu mulut karena itu, Arsyad tetap menjawab pertanyaan mereka dengan jujur sampai mereka puas dan berhenti bertanya.

Anehnya, setelah Arsyad menjelaskan tentang rasa sayangnya yang tidak biasa kepada Reno, malah membuat Bayu dan Danu berpikir. Semua penjelasan dari Arsyad yang rinci bisa dicerna dan dipahami oleh mereka berdua, alasannya tentu karena mereka berdua merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Arsyad.

Sebuah kebetulan atau bagaimana, mereka tidak tau kenapa bisa begitu. Yang jelas mereka sudah dewasa, mereka tau kalau rasa sayang mereka memang lebih dari sekedar sayang. Yang mungkin saja, rasa sayang berlebih itu bisa disebut dengan cinta. Namun tidak pernah terpikirkan oleh mereka, karena mereka jatuh cinta kepada orang yang sama, terlebih orang itu berjenis kelamin yang sama juga dengan mereka.

Reno Adiwinata, tampang yang rupawan nan imut di umurnya memang menjadi daya tariknya sendiri. Selain itu aura kemenarikan remaja itu sangat pekat, banyak yang menyukainya hanya dengan melihat penampilannya. Semua itu sepertinya sudah terbukti dari Reno yang dijuluki cowok paling ganteng di sekolahnya dan ada satu pria tampan yang jatuh hati kepadanya, sekarang pun bertambah lagi tiga orang.

Ketiga pria gagah itu memang tidak bisa bohong, hari-hari yang mereka jalani lebih menyenangkan dan juga berwarna semenjak Reno hadir di rumah itu. Seorang remaja yang selalu riang gembira, remaja yang lucu dan menggemaskan, dan tentunya remaja yang selalu bersemangat setiap harinya.

Namun sayangnya, semenjak pulang dari rumah sakit hari itu, sosok remaja yang selalu membuat hari-hari mereka berwarna seperti tidak pernah ada dalam hidup mereka.

Satu hari setelah Reno pulang dari rumah sakit, ia sudah harus sekolah karena ada ujian harian saat itu. Meski ia disarankan untuk istirahat selama satu minggu, namun remaja itu memilih untuk sekolah meski kondisinya belum fit. Dari hari itu juga, sikap Reno terbilang berubah drastis.

Yang biasanya ia selalu tersenyum, tapi kali ini wajahnya selalu terlihat murung dan datar. Yang biasanya ia selalu bersemangat, tapi kali ini ia terlihat sangat lesu. Kondisi Reno yang seperti itu, membuat mereka bertiga menjadi semakin khawatir.

Perubahan sikap Reno tentu karena keinginan dirinya sendiri, ia tidak mengidap bipolar atau sejenisnya. Ia hanya merasa takut dan juga gelisah setelah sadar kalau Bayu dan Danu sudah mengetahui tentang orientasi seksualnya itu, ia seperti kehilangan muka di hadapan kedua pria itu.

Reno juga dengan sengaja menjaga jarak dengan mereka, termasuk Arsyad. Ia tidak mau kalau kehadirannya malah merusak persahabatan mereka bertiga, apalagi mengubah mereka bertiga menjadi penyuka sesama jenis seperti dirinya. Sampai kapanpun, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau itu benar-benar terjadi.

~ ~ ~

Pukul 11 malam, Reno baru sampai di rumah dengan motornya sendiri. Ini sudah beberapa hari ia pulang selarut ini, karena ia berdiam di rumah Icha untuk menenangkan dan juga menghibur dirinya.

Ketika sudah membuka pagar, terlihat Arsyad sudah menunggu di halaman rumah dengan wajah yang khawatir sekaligus marah. Pria itu sudah berpikiran yang tidak-tidak, mengira Reno kembali lagi bersama guru olahraganya atau bahkan ikut dengan remaja-remaja nakal yang suka nongkrong-nongkrong tidak jelas.

"Dari mana aja kamu?! Nggak liat udah jam berapa ini?! Abang telpon kenapa nggak bisa nyambung?!" tanya Arsyad penuh kekesalan.

"Hpnya mati" jawab Reno datar, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.

Ketika Reno melangkahkan kaki dan melewati dirinya, entah mengapa emosi Arsyad tiba-tiba saja langsung naik. Ia merasa kalau Reno mengabaikan dirinya. Dengan kuat, tangan Arsyad memegang pergelangan tangan Reno hingga remaja itu meringis kesakitan.

"Oh Abang tau, kamu pasti abis tidur bareng sama guru olahraga kamu itu kan?! Ngaku kamu!" bentak Arsyad keras.

Reno meringis, dengan sekuat tenaga ia berusaha melepaskan cengkraman tangan Arsyad dari tangannya itu. Hingga cengkraman itu terlepas, Reno langsung menatap Arsyad dengan raut wajah yang menunjukkan ketidaksukaan dan juga kekesalannya.

"Jangan ngawur ya Bang! Aku udah nggak ada hubungan apa-apa sama Pak Sigit!" jelas Reno dengan berteriak juga. "Terserah Bang Arsyad mau percaya apa nggak. Aku capek, aku nggak mau adu mulut." Kemudian remaja itu melengos pergi, sikap menyebalkannya itu sukses memancing emosi Arsyad yang sudah ditahan-tahan.

Arsyad menarik tubuh Reno, lalu... plak...! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Reno. Arsyad menampar remaja itu agar ia jera dan tidak kurang ajar.

"Kamu makin menjadi ya. Jangan-jangan kamu ikut temen-temen kamu yang bandel ya?! Ngerokok, tawuran, pake narkoba?! Mau jadi gembel kamu?!" bentak Arsyad lagi.

Raut wajah Reno terkejut, ketika ia mendengar kata 'gembel' keluar dari mulut Arsyad. Hati Reno seperti teriris, ia sakit hati mendengar Arsyad mengucapkan itu. Mata remaja itu langsung berair, namun wajahnya menunjukkan kemarahan dan juga kekecewaan yang teramat besar kepada Arsyad.

"Ya aku emang gembel! Keluarga aku cuma keluarga yang berkecukupan biasa dan bukan kayak keluarga Abang yang kaya raya! Jangan karena Abang kaya, Abang bisa seenaknya hina aku kayak gitu! Aku sadar aku banyak kurangnya, aku emang nggak sesempurna kalian bertiga! Aku emang anak rantau yang nggak tau apa-apa tentang Ibu Kota, aku ke sini cuma mau sekolah buat bantuin ekonomi keluarga aku nantinya!"

Air mata sudah membanjiri pipinya, namun Reno membiarkan itu agar Arsyad tau seberapa kesalnya ia dan juga kecewanya ia kepada pria itu.

"Udah miskin, gembel, belagu. Pasti itu kan yang Abang pikirin sekarang?! Nggak masalah, besok aku mau pergi! Jadi Abang nggak usah mikirin orang yang nggak tau diri kayak aku!"

Reno langsung berjalan meninggalkan Arsyad, namun kali ini ia keluar lagi dengan motornya dan menuju entah ke mana. Sementara Arsyad terdiam beberapa saat karena perkataan Reno barusan yang seperti menampar dirinya.

Suara pintu pagar dibuka membuat Arsyad tersadar dari pikirannya itu, ia langsung berlari menghampiri Reno yang sudah melajukan motornya itu.

"Ren! Maksud Abang nggak gitu!!!" teriaknya.

Namun sayang motor yang dikendarai Reno sudah menjauh pergi, membuat Arsyad memukul-mukul dinding rumah karena kesal dengan dirinya sendiri.

Ia tidak tau kalau Reno akan menjadi seperti itu. Padahal Arsyad tidak bermaksud mengatai Reno gembel, terlebih keluarganya. Namun yang ada di pikiran Reno dan Arsyad tentu berbeda, membuat kesalahpahaman di antara mereka berdua.

Sementara itu Reno terus mengusap air matanya yang mengalir sambil melajukan motornya yang menuju ke sebuah tempat.

Kalau ada yang menghina atau menjelek-jelekkan dirinya, mungkin Reno masih bisa menerima dan tidak terlalu mempedulikannya. Namun jika sudah ada yang menjelek-jelekkan keluarganya, Reno tidak akan pernah diam saja.

~ ~ ~

Motor Reno terhenti di salah satu komplek yang lumayan jauh dari rumah Bayu tadi. Sekarang ia sedang berada di komplek perumahan sahabatnya, atau lebih tepatnya ia sedang berada di depan rumah Icha.

Kebetulan juga Icha baru pulang dari membeli nasi goreng, karena sebelumnya ia menumpang ke Reno yang baru saja dari rumahnya untuk membeli nasi goreng di ujung komplek. Raut wajah Icha terlihat bingung, ketika melihat sahabatnya yang masih mengenakan seragam sekolah itu kembali lagi ke rumahnya.

"Kenapa balik lagi Ren? Ada yang ketinggalan?" tanya Icha sambil menghampiri motor Reno.

"Em.." Reno tersenyum kecil untuk menghilangkan kegugupannya, karena ia bingung harus bicara bagaimana kepada Icha. "Em, gue boleh nginep di rumah lu nggak Cha?" tanya Reno.

Icha menaikkan alisnya. "Tumben mau nginep di sini lagi? Semenjak tinggal sama Pak Sigit atau mereka bertiga, mana pernah lu nginep lagi di rumah gue. Main juga nggak pernah, sampe bokap nyokap gue nanyain lu mulu" sahut Icha.

"Ya maap, hehe." Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. "Ya lu tau, gue belakangan ini sering ke rumah lu dulu sampe pulang malem karena ada masalah dikit. Gue lagi males sama mereka Cha, suer. Masalah sama Pak Sigit aja belom kelar, terus tiba-tiba ada masalah sama mereka plus sikap Bang Arsyad jadi nggak jelas dan bikin gue males ketemu. Boleh ya?" pinta Reno lagi.

"Gas!" ucap Icha tanpa pikir panjang, karena di rumahnya pun sedang tidak ada orang tuanya dan hanya ada ART yang biasa ia sebut bibi itu.

Dengan segera, Reno memasukkan motornya melewati pagar rumah Icha. Tak sampai situ, Reno juga memasukkan motornya ke ruang tamu Icha karena ia takut kalau Arsyad tiba-tiba saja menyusulnya sama seperti waktu di kelas hari itu. Icha juga tidak terlalu memusingkan, jadinya ia mengizinkan saja asal sahabatnya itu merasa tenang.

Setelah meminjam dan mengganti baju dengan kaos polos Icha yang agak besar, akhirnya Reno bisa bernapas lega saat berada di rooftop rumah Icha. Langit malam selalu bisa menenangkan dirinya, maka dari itu Reno sering ke sini beberapa hari belakangan.

"Cha, bisa pesenin gue tiket kereta ke Bandung nggak? Gue nggak ngerti mesen-mesen online gitu" ucap Reno tiba-tiba.

"Mau ngapain lu ke Bandung? Mau minggat?" tanya Icha tidak santai, ia cukup kaget ketika Reno tiba-tiba saja ingin ke Bandung.

"Mau pulang ke rumah di kampung sebentar aja Cha, mumpung besok Jumat. Mau refreshing aja beberapa hari, karena jujur aja gue mumet di sini" jawab Reno jujur.

"Lo yakin Ren? Terus kalo lu pulang, gue di sekolah temenan sama siapa dong? Masa sahabat terbaik gue yang the one and only minggat?" ujar Icha.

Reno tersenyum lebar ketika Icha berbicara itu. Selain karena ia senang kalau Icha masih mengakui dirinya sebagai sahabat, ia juga merasa lucu karena mengira kalau dirinya akan pindah dan tidak kembali lagi.

"Cha, gue ke Bandung paling beberapa hari aja. Kan gue masih sekolah di sini, sebentar lagi juga mau naik-naikan kelas. Hari Senin atau Selasa paling gue udah sekolah lagi kok" sahut Reno sambil tersenyum.

"Oh kirain, hehe. Yaudah gue cek sebentar ya." Icha langsung mengutak-atik hpnya itu, melihat tiket secara online. "Besok jam 12 siang nih, mau nggak?" tanya Icha setelah menemukan tiket yang cocok.

"Yah, jam 12 kan masih sekolah" ucap Reno datar. Meski bisa dibilang ia ingin kabur, namun Reno tidak mau bolos sekolah.

"Santai, meliburkan diri aja dulu besok. Tiketnya cuma hari Jumat nih, besok-besoknya udah kosong dan adanya malem doang. Nanti soal izin ya tenang aja, gue punya paman yang kerja di klinik, biasanya juga gue pake surat dokter dari dia kalo lagi males sekolah. Kebetulan hari Jumat gue nggak masuk, soalnya ada acara keluarga" sahut Icha.

Terlihat Reno berpikir sejenak, ia bingung harus bagaimana. Daripada terlalu lama, akhirnya Reno setuju-setuju saja, bolos satu hari sepertinya tidak masalah.

"Yaudah deh Cha, pesen aja."

"Tiketnya 218 ribu nih, soalnya yang eksekutif. Lu ada duit nggak? Kalo nggak ada nanti gue yang beliin."

"Eh ada duit kok gue!" Buru-buru Reno mengeluarkan uang dari tas ranselnya, menyodorkan sebelas lembar uang 20 ribuan kepada Icha. "Terus besok gue gimana? Gue nggak ngerti pake tiket-tiket online gitu" bingung Reno yang memang tidak tau.

"Nanti gue temenin, sekalian bawain cemilan buat lu di kereta. Pokoknya tenang aja, kalo ada gue lu nggak usah bingung-bingung" ucap Icha serius.

Reno tersenyum lebar kepada sahabatnya itu yang selalu mau menolongnya. Ia benar-benar terharu atas sikap Icha yang selalu baik kepadanya.

"Makasih banyak ya Cha, maaf kalo gue sering banget ngerepotin lu" ucap Reno tulus.

~ ~ ~

Hampir semalaman Arsyad, Bayu, dan Danu tidak bisa tidur karena Reno tidak bisa dihubungi. Baru kali ini Reno tidak pulang dan tidak kabar sama sekali, membuat mereka bertiga kalang kabut mencari ke mana perginya remaja itu.

Padahal seharusnya, Arsyad bisa dengan mudah melacak keberadaan Reno karena ia sudah memasang aplikasi pelacak di hp milik Reno tanpa sepengetahuan pemiliknya. Ini hanya antisipasi Arsyad saja karena takut ada keadaan darurat, dan sepertinya antisipasinya itu ada benarnya. Namun sayangnya hp Reno tidak aktif, posisinya masih tetap sama semenjak kemarin, yakni di sekolahnya.

Sementara itu, Icha dan Reno sedang berpelukan, karena mereka sudah berada di stasiun kereta dan kurang dari 20 menit kereta yang Reno naiki akan berangkat. Icha juga sudah memberi Reno satu paper bag berukuran besar yang berisi banyak sekali makanan, sudah seperti mau piknik.

"Cha, sekali lagi makasih banyak-banyak banget. Maaf banget kalo gue sering ngerepotin" ucap Reno kepada sahabatnya itu.

"Ah lu, kayak baru kenal gue aja. Kita udah sahabatan hampir dua tahun Ren, dulu juga lu sering banget bantuin gue. Sesama sahabat kan harusnya gitu, saling bantu kalau ada yang membutuhkan kan?" sahut Icha. "Yaudah gih sana, takut ketinggalan kereta. Nanti kalo butuh apa-apa, chat atau telpon gue aja ya? Selagi gue bisa, pasti gue bantu kok" lanjutnya.

"Iya Cha, pasti. Yaudah gue berangkat dulu ya? Takut ketinggalan keretanya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah saling melempar senyum, akhirnya Reno berbalik badan dan hanya membawa satu kantong berukuran besar berisi makanan saja. Ia tidak membawa baju ganti atau apapun, baju yang ia pakai sekarang pun baju milik Icha.

Reno duduk di kursi yang sesuai dengan tiketnya, udara yang cukup dingin membuat matanya langsung terpejam sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran. Kemudian ia melihat jam yang ada di stasiun, sudah menunjukkan pukul 12 lewat beberapa menit.

Hingga pukul 12.20 siang, kereta mulai berangkat dari pemberhentiannya. Mata Reno pun kembali terpejam, setelah sekian lama akhirnya ia bisa pulang kembali ke kampung halamannya.

* * *