"Jadi, kau sakit dan sekarang harus di opname? Pulang saja," kata Calista pada Ratu melalui video call.
"Mana bisa aku pulang begitu saja?"
"Jadi, kau akan bertahan sampai dua bulan? Apa kau sudah melupakan Dom?"
"Jujur belum, tapi dengan bekerja aku bisa sedikit lupa pada rasa sakit hatiku. Ayolah, Cal. Kau janji akan mendukungku dan memberiku semangat."
"Oh jelas aku mau memberikanmu semangat. Tapi, tidak jika kau sampai sakit dan dirawat. Untung kau punya tabungan, jika tidak bagaimana?"
"Cal,tolong ya. Jangan beritahu Mamaku kalau aku sakit. Aku nggak mau Mama sampai menyusul ke sini."
"Mendukung dirimu dan membelamu aku bisa. Tapi, aku tidak bisa berbohong kepada Tante Arasy kalau kau sakit. Aku harus menyampaikan kepada Tante Arasy dan Om Aruga."
"Tapi, Mama bisa-bisa menyusul ke sini. Aku berada di Simpang Babeko, jauh dari kota Jambi."
"Kau pikir Tante Arasy tidak bisa googling? Sekarang tidak ada internet? Haduh, sudahkah. Kepergianmu yang tiba-tiba sudah membuat semua orang bingung, jangan menambah kebingungan mereka lagi. Angkat telepon dari Mamamu, atau setidaknya balas pesan dari Mamamu."
"Iya, aku akan telepon Mama sekarang."
"SEKARANG!"
Calista langsung memutuskan sambungan telepon. Dan, ia pun langsung keluar kamar mencari tantenya. Namun, tepat saat ia akan memberi kabar pada Arasy, ponsel Arasy berbunyi dan Arasy menyebutkan nama Ratu, Calista pun mengurungkan niatnya dan ia pun melangkah ke dapur untuk mengambil segelas juice kemudian kembali ke kamarnya.
**
"Mamamu marah?" tanya Theana setelah Ratu memutuskan sambungan telepon.
"Nggak, hanya kaget dan khawatir. Mungkin, minggu depan Mama akan datang menjenguk aku."
"Dari Jakarta?"
"Iya."
"Hmm, Papa dan Mamamu bekerja di mana?"
"Papaku dulu bekerja di sebuah kantor properti di Jakarta, tapi sekarang sudah pensiun. Mama memiliki toko kue."
"Kau anak tunggal ya?"
"Aku punya saudara kembar, tapi lelaki. Namanya Raja."
"Wah, pasti menyenangkan ya punya saudara kembar."
"Apanya? Kami malah lebih sering bertengkar, Thea. Aku malah lebih dekat dengan sepupuku yang tadi."
"Oh, yang tadi video call denganmu? Dia cantik sekali, ya."
"Namanya Calista, dia memang cantik. Sebenarnya bukan sepupu kandung. Tapi, ya bagiku dia saudaraku."
Theana mengerutkan dahinya tak mengerti.
"Jadi, dulu itu nenekku pernah susah saat Mamaku masih kecil. Nah, Mamaku itu punya seorang sahabat dekat, orang tua sahabat Mamaku itu yang banyak membantu nenekku dan juga membantu sekolah Mama dan Tanteku. Calista itu sebenarnya adalah anak dari sahabat Mamaku. Tapi, karena satu dan lain hal Tanteku mengadopsi Calista, Kakaknya dan saudara kembar Calista. Jadi, sejak kecil aku dan Calista sudah tumbuh bersama. Kami sekolah di sekolah yang sama. Dan bermain bersama juga. Keluarga kami jadi terikat menjadi keluarga besar."
"Kedua orang tua Calista?"
"Mommy mereka meninggal saat Calista berusia 10 tahun. Daddy-nya tidak terlalu peduli. Dan, mereka juga tidak dekat dengan Daddy-nya. Jadi,bagi mereka Tanteku itu adalah Mami mereka."
"Aku pikir, foto pemuda yang ada di kamarmu itu adalah foto kekasihmu."
"Dia yang berfoto bersama ku itu, namanya Dominic. Dan, dia adalah kakak Calista. Dan, dialah alasanku pergi ke sini, Thea."
Theana menarik napas panjang.
"Biar aku tebak, kalian dijodohkan dan kau menolaknya?"
"Hampir benar. Kami memang pernah dijodohkan, tapi waktu itu Dom sudah memiliki kekasih. Dan, saat dia putus sebenarnya aku berharap dia akan melihatku sebagai wanita. Tapi, dalam pandangannya aku hanyalah adiknya yang haram untuk dijadikan istri. Dia malah melamar wanita lain, yang sama sekali tidak aku duga sebelumnya. Itulah sebabnya aku melarikan diri ke kota ini. Aku tidak mau rasa cemburu menguasai diriku dan membuatku melakukan hal yang buruk pada mereka. Aku berusaha untuk berdamai dan ikhlas."
Tanpa terasa air mata Ratu menetes begitu saja. Ia memang selalu menahan air mata itu sejak datang ke kota ini. Tapi, kali ini ia tidak sanggup lagi untuk berpura-pura tegar dan tidak ada apa-apa. Theana bangkit dan memeluk sahabat barunya itu dengan hangat.
"Aku pernah merasakan apa yang kau rasakan, Ra. Hanya bedanya aku adalah wanita yang dipilih. Namanya Rahman, dia seorang pemuda yang baik. Dan aku mencintainya. Tapi, pada akhirnya kami harus berpisah karena dia dijodohkan. Dan, orang tuanya memaksa untuk menerima perjodohan itu. Hingga mau tak mah kami harus putus."
"Seandainya Tanteku bisa memaksa Dom untuk menikahiku. Tapi, Tante Zalina bukanlah orangtua yang senang memaksakan kehendaknya. Dia dan Om Arjuna setuju dengan pilihan Dom. Salahku juga yang tidak pernah mau jujur bicara dan mengakui perasaanku. Selama ini hanya Calista yang tau bahwa aku mencintai kakaknya."
"Jodoh itu tidak akan bertukar, Ratu. Mungkin jodoh kita sedang mencari kita saat ini. Kita tunggu saja mereka datang. Allah pasti akan mempertemukan kita dengan mereka."
"Amin."
"Ternyata kita memiliki cerita yang hampir sama dan membuat kita sampai lari ke pelosok begini, ya."
"Aku tidak tau apa aku bisa bertahan jika aku masih berada di Jakarta. Melihatnya bersama gadis pilihannya saja sudah membuatmu terbakar api cemburu. Jika aku terus di sana bisa-bisa aku nekad menghancurkan hubungan keduanya. Aku tidak mau menjadi orang jahat hanya karena cinta yang tidak terbalas. Cinta tidak selamanya harus saling memiliki. Aku bahagia jika bahagia. Hanya saja aku masih merasa sakit melihatnya begitu mencintai wanita lain. Biarlah aku sembuhkan dulu sakit hatiku di kota ini."
Theana tersenyum dan menepuk bahu Ratu dengan lembut.
"Kita saling menguatkan, ya. Mungkin Allah memang sengaja mempertemukan kita di kota ini supaya kita bisa saling melengkapi dan saling menghibur."
"Iya. Terima kasih ya Thea, kau mau membantuku bahkan kau mau menjagaku di rumah sakit, padahal kita baru kenal."
"Aku lihat kau anak yang baik, Ra. Sebenarnya sejak hari pertama kita bertemu aku ingin bicara banyak, tapi kau aku lihat sedikit tertutup jadi, aku takut."
"Kenapa takut?"
"Aku melihat dari barang-barang yang kau pakai, semua bermerk. Artinya kau berasal dari keluarga berada. Aku tidak tau apa kau mau bergaul dan berteman dengan orang biasa-biasa sepertiku."
Ratu tertawa kecil, ia menepuk punggung tangan Theana perlahan.
"Yang kaya itu orangtuaku. Aku masih minta uang pada mereka, kok. Jadi, apa yang mau aku sombongkan sih. Aku tidak memilih dalam berteman. Aku berteman dengan siapapun. Papa dan Mamaku selalu mengajarkan aku untuk tidak melihat segala sesuatu dari harta. Kalau dulu tidak ada Kakek dan Neneknya Calista, Mama dan Tanteku juga nggak bisa kuliah. Nenek Calista yang memberikan modal usaha pada Nenekku. Kalaupun sekarang kehidupan kami membaik, itu semua titipan. Dan, kata Mama dalam setiap harta yang diberikan pada kita, terdapat rezeki orang lain yang mungkin dipercayakan kepada kita. Itulah sebabnya Mama selalu mengingatkan supaya aku tidak boleh sombong dan berbagi pada orang lain."
"Mamamu baik, ya. Aku jadi ingin bertemu dan berkenalan dengan beliau."
"Selamat malam."
Tiba-tiba obrolan kedua gadis itu terputus saat seseorang datang. Ratu dan Theana menoleh dan...
**