Zalina benar-benar merasa cemas dengan kondisi Arista. Ia ingin menjenguk Arista, tapi Arasy bersikeras menyuruhnya berbaring dan beristirahat.
"Mbak, aku sudah tidak apa-apa. Mbak kan lihat sendiri, semalam aku bisa berjalan sendiri ke kamar mandi. Aku ini sehat mbak, dokter Ardy sendiri bilang, aku ini pasien ajaib. Aku hanya ingin menjenguk mbak Arista, kamarnya dekat juga kan."
"Kau ini keras kepala sekali, Lin. Riris masih belum sadar juga, lagipula ada Mbak Dyah yang menemaninya."
Zalina hanya menghela napas panjang. 'Seandainya saja kamu tau apa yang sudah terjadi, mbak,' bisik Zalina dalam hati. Entah mengapa Zalina merasa musibah yang dialami Arista adalah ulah seseorang yang memang menginginkan Arista celaka. Bahkan mungkin menginginkan nyawa Arista.
"Kapan aku boleh keluar dari sini, mbak? Jika aku sudah hampir dua bulan tidak sadarkan diri, pasti pekerjaanku di kantor menumpuk sekali."
Support your favorite authors and translators in webnovel.com