webnovel

Overthink

".... Dewi kami Malina.. Bimbing kami pulang..." Joseph merapal mantra untuk kembali ke Vouna. Sihir gabungan dari teleportasi dan Broken compass mengantar mereka ke sebuah tempat dimana kunci Gate of South selanjutnya berada. Bukan gunung, hutan, bukit, ataupun istana. Kali ini mereka tiba di reruntuhan sebuah kota.

Ya, Reruntuhan dari Ibukota pertama kerajaan Vouna yakni sebuah kota bernama Galiterro. Ribuan tahun lalu disanalah peradaban Vouna terbilang paling maju. Perdagangan, administrasi, hingga pengembangan pendidikan semua berpusat disana. Bangunan bertingkat dengan bentuk desain yang serasi bersusun dan dipisah dengan jalanan dari jalan raya hingga gang-gang sempit sekalipun.

Saat ini, hanya tersisa reruntuhan bangunan berupa tembok-tembok yang sudah hancur berkeping-keping. Bahkan ada yang sudah ditumbuhi lelumutan, tanaman rambat hingga jenis pohon besar seperti beringin dengan tirai akar gantungnya yang lebat. Rumah, restoran, stasiun, kantor pos hingga bangunan sekolah yang sudah hancur, seisi kota mati itu sepi dan mencekam meski siang hari. Mereka yang baru tiba disana entah mengapa merasa merinding.

"Kau yakin sihirmu dan Broken Compass yang membawa kita kesini Demigod?” tanya Adryan yang merasa kurang nyaman. Insting Beast nya mengatakan sesuatu yang tidak mengenakkan di tempat itu.

"ehm.. Ya, aku sendiri pun tidak suka tempat ini.." jawab Joseph sambil memperhatikan sisa kejayaan kota Galiterro yang kini telah musnah.

"... Panahnya, mengarah ke sana.." sahut Andrew sambil menunjukkan arah panah kompasnya.

"ayo kita ikuti.."

Mereka pun berjalan mengikuti arah panah, menyusuri bekas jalanan yang disusun dari bebatuan dan tanah liat. Mereka mengikuti jalan berusia ribuan tahun itu hingga tiba di lokasi tersembunyinya kunci Gate of South.

"Tunggu? Apa itu? Seperti.. kobaran api..” Peter melihat sesuatu dari kejauhan, sesuatu yang berkobar seperti api, hanya saja berwarna hitam pekat..

"Dan panah Broken Compass menunjuk tepat padanya..” timpal Andrew yang masih menggenggam kompas ajaibnya.

Hidung Ryota berkedut seraya mengendus, telinga Adryan menegak mendengarkan suara dari kobaran api itu. Api abadi yang telah berkobar disana selama 2.000 tahun terakhir, tepatnya ketika perang Gate of South pecah.

"kau tau api apa itu Joseph?"

"Yah..

itu bukan api sembarangan. Entah kenapa api itu tak pernah bisa padam meski beragam cara telah kami lakukan untuk memadamkannya. Mulai dari yang sederhana seperti menyiram air hingga menggunakan mantra pemurnian. 2.000 tahun lalu ini merupakan ibu kota dari kerajaan kami, kota Galiterro..

Dulu.. Saat terjadi peperangan, banyak diantara bangsa kami yang terpengaruh Magia Gate of South dan bertarung hingga mati.. Yang tersisa diantara kami pun mengungsi ke ibukota ini karena terdapat pelindung sihir yang dipasang dan jauh lebih aman dibanding bertahan di kota-kota lain.. Ditengah perjalanan menuju ibukota, salah satu rombongan pengungsi menyelamatkan seorang Shapeshifter yang sekarat karena terkena kutukan..

Namun setelah tiba di Galiterro, Shapeshifter itu meledakkan jiwanya sendiri disini. Padahal Ia baru saja kami selamatkan. Ledakan itu menciptakan api kegelapan yang membakar seluruh kota. Banyak dari para pengungsi perang yang akhirnya terbunuh karenanya.. Dan api itu menjadi peringatan bagi kami yang merupakan musuh sejati dari kegelapan..” jelas Joseph sambil tetap memandang kearah api abadi. Sejak tiba di reruntuhan Galiterro entah mengapa Ia menjadi lebih diam. Peristiwa masa lalu yang seolah memperingatkannya agar tidak percaya begitu saja pada 8 klan lain.

Sebagian besar pasti akan bertanya-tanya bagaimana caranya seseorang dari Mavr Lykos yang jelas-jelas berada di seberang lautan bisa tiba di Vouna yang berada di benua pusat Arc Chaestra. Jawabannya simpel, karena Ia adalah bangsa Shapeshifter. Ditengah peperangan sang Shapeshifter yang termakan kutukan berubah wujud menjadi seekor elang dan terbang melewati lautan hingga tiba di tanah Vouna. Setelah terbang jauh dalam keadaan tubuh yang termakan kutukan Ia jatuh tergeletak di pinggir jalanan. Sesuai cerita Joseph, sekelompok pengungsi luar kota pun menyelamatkannya dan membawanya ke Ibukota Galiterro untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Namun tak disangka sesampainya di pengungsian sang Shapeshifter justru meledakkan jiwa nya dan membunuh puluhan nyawa disana serta menghancurkan kota.

"oh begitu? Karena ini kau menganggap keberadaanku berbeda dibanding yang lainnya? Hahaha jangan bilang kau juga percaya kata-kata “jangan mempercayai seorang Shape shifter.. mereka bisa ‘berubah’ kapan saja...” ya ‘kan..??” tanya Damian dengan senyum menyerigai. Dianggap jahat bukan pertama kali bagi dirinya sebagai seorang Shapeshifter.

Joseph tersenyum pahit. Ia tak tau apa yang Damian pikirkan.

"Yahh terserah.. Sebelumnya sudah pernah kita bahas 'kan sewaktu di Asteria? Yang terjadi saat perang mana kita tau.. Bukankah yang harus kita lakukan sekarang melupakan masa lalu dan maju melangkah kedepan? Kita sedang bekerja sama untuk menyelamatkan dunia lho..

Bangkit dari keterpurukan.. Bertahan dari rasa sakit.. Berlari, menggapai tujuan.. Wahai kegelapan yang kami puja... " Damian merapal mantra dan mengaktifkan sihirnya. Taring serta kukunya perlahan memanjang. Tubuhnya dikelilingi Magia khas Shapeshifter, Magia ungu. Sepasang matanya pun menyala keunguan mengikuti warna Magianya. Jubahnya disibak angin besar dari sihirnya yang aktif.

Magia ungu ialah Magia kegelapan. Bukan kegelapan yang mengantar menuju kesesatan atau kesuraman, melainkan kegelapan penyeimbang semesta. Malam sebagai penyeimbang siang, hitam sebagai penyeimbang putih, bahkan cahaya membutuhkan kegelapan dalam keberadaannya. Itulah peran klan Shapeshifter diantara 9 Kerajaan.

Api hitam yang sama dengan api abadi berkobar di tubuh Damian. Api yang membentuk sesosok bayangan dari seekor srigala. Srigala yang seolah akan melompat dan melolong pada rembulan. Setelah membalut diri Damian melangkah masuk ke dalam kobaran api abadi. Seolah mendapat korban persembahan, api itu makin besar dan panas membara.

Wrrhh.... Zrrrhh.... Api yang nampak mengerikan itu pun membuat 8 Raja menjauh. Bahkan Ryota sang pemegang elemen api yang pertama kali melihat api hitam, merasa was-was karena belum mengetahui apapun tentang api itu selain warnanya yang hitam.

"apa yang Damian lakukan disana?" Nathanael bertanya-tanya sambil menutup wajah dengan sepasang sayapnya, khawatir.

".. mengambil kunci Gate of South.. Aku tidak mengerti caranya namun sepertinya Ia tau betul sihir yang tengah Ia gunakan.." jawab Andrew sembari menganalisa mantra dan sihir yang Damian gunakan.

Selang beberapa menit Damian pun melangkah kembali bersamaan dengan padamnya api hitam berusia 2.000 tahun itu. Pastinya tidak dengan tangan kosong, sebuah kunci dengan hiasan batu permata berhasil ia dapatkan.

"api abadi ini tidak padam karena disinilah Sang Alicorn menitipkan kunci Gate of South.. Kau menggunakan mantra pemurnian untuk memadamkannya? Tentu saja tidak akan padam karena sang Alicorn menggunakan mantra surga untuk membuatnya tetap berkobar.. Karenanya aku merusak mantra itu dengan Magia ku, sekarang? Api ini benar-benar padam 'kan? Kunci pun aku dapatkan dengan mudah" Damian yang masih dibalut api hitam menjelaskan dengan singkat bagaimana Ia mengambil kunci Gate of South.

"julukan Spirit of Darkness tidak ditujukan padaku tanpa alasan.. Kita baru saja saling kenal, ‘banyak hal mengenai diriku yang belum kau ketahui’ entah sudah berapa kali aku mendengar kata-kata ini.."

Api dan Magia ungu yang berkobar di tubuh Damian perlahan padam. Taring dan kukunya pun menjadi normal kembali begitu pula bola matanya. Ia kembali menjadi Damian yang biasanya.

"Selama ratusan tahun terakhir.. kami belajar untuk mengendalikan kegelapan. bukan sebaliknya.. di dunia ini dimana ada cahaya pasti ada bayangan. Ada siang ada malam.. kegelapan pada kami adalah sesuatu yang harus ada dan seimbang.. Kalau aku memang jahat untuk apa sedari awal aku repot-repot mencari 9 kunci bersama kalian?” tambah Damian lagi yang kemudian melemparkan kuncinya kearah Joseph.

Sang Father of Demigod pun menghela napas memikirkan perasaannya saat ini. Ia pun mengakui apa yang Andrew dan Erick bahas di Asteria ialah perkara yang benar. Sudah 2.000 tahun lamanya 9 klan bermusuhan, bukankah memulai persahabatan akan jadi awal yang baik bagi kehidupan Arc Chaestra?

Ia melirik pada Damian, sang Spirit of Darkness itu kini sedang bercanda dengan Peter dan Andrew. Erick sang Dragon pun sedang mengobrol ringan dengan Nathanael dan Cyrus sedangkan Adryan dan Ryota sedang saling sahut dalam bahasa mereka. Pandangannya lalu mengarah ke langit biru yang saat itu sedang cerah. Angin berhembus dengan lembut menyapa reruntuhan di Galiterro, mengusap pipi sang Father of Demigod yang sedang galau oleh perasaannya sendiri.

".. Awal yang baru, ya?"