Kilau Magia emas Joseph mengantar 8 Raja ke negeri kedua dalam pencarian mereka, Nereida. Mereka tiba di sebuah bangunan nuansa putih biru dan dihiasi bunga beragam jenis di segala sudut. Anggrek, mawar, lavender hingga beragam kaktus menyegarkan pandangan. Jendela besar dengan lukisan dari kaca patri membiaskan cahaya matahari sore menjadi warna-warni. Ya, mereka tiba di Blumengarte, istana tempat tinggal Cyrus sebagai Prince of Pixies.
"hah? Kenapa disini?" Cyrus pun kebingungan karena sihir petunjuk dari Broken compass mengantar di tempat yang ia tinggali selama ini.
"benar kau tidak menyembunyikan apapun dari kami?" Adryan memastikan kesaksian Cyrus sekali lagi.
"sumpah.. Aku tidak tau apa-apa. 5 tahun Pixies aku tinggal disini aku tidak menyadari apapun" sambil menggambar silang di dada tanda bersumpah, Cyrus meyakinkan kembali teman-temannya.
Andrew mengambil kembali Broken compassnya. Panahnya menunjuk kearah belakang. Tepat pada seorang pengawal Cyrus yang sedari tadi berdiri kaku memandangi 9 Raja yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Seorang pengawal tua dengan rambut putih panjang serta janggut yang juga berwarna putih, membawa sebatang tongkat kayu yang merupakan tongkat sihirnya. Sepasang sayap kuningnya yang terlipat memiliki motif tak kalah indah dengan sayap Cyrus. Sayangnya ia kini tak lagi bisa terbang dikarenakan sayapnya sudah rapuh di usia yang tak lagi muda.
"ah, Alfredo, sedari tadi kau disana?" Cyrus pun menyapa pengawalnya.
"..mm.. Ya.. Mm.. Ma.. Maaf, aku.." karena asing dengan 8 klan lain, lidah pengawal itu pun kelu. Kakinya pun nampak gemetar.
"oh, kau bingung ya" Cyrus pun menghampiri agar pengawal itu lebih tenang didekat seorang yang dikenalnya.
"nah Alfredo ini pengawal yang kuceritakan sebelumnya. Sebenarnya ia penasehat pribadiku, kami sangat dekat sejak aku dinobatkan sebagai Prince of Pixies" sambil tersenyum manis Pixy muda itu memperkenalkan Alfredo.
".. Kalian, mencari benda itu kan?" kini pandangan Alfredo melunak, ia menyadari sesuatu.
"kalau maksudmu kunci Gate of South, iya.." dengan spontan Joseph menjawab.
"baiklah.. ikuti aku...." sembari berbalik badan Alfredo mengajak 9 Raja untuk ikut bersamanya.
"tunggu Alfredo, jadi selama ini kau tau??" langkah Cyrus mengekor. Ia tidak mengira penasehatnya itu mengetahui sesuatu.
".. Akan kujelaskan nanti.." tanpa menoleh pada Cyrus Ia menjawab. Tangan rentanya lalu menggenggam tangan Raja muda itu. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan namun, kali ini saja..
Pengawal itu bernama Alfredo, pendamping raja Pixies yang sudah 2000 tahun mengawal beberapa generasi. Jubah biru muda yang Alfredo kenakan cukup panjang hingga ujungnya menyeret di lantai. Sama seperti Cyrus ia juga mengenakan jubah leher untuk menutupi punggung dimana pangkal sayapnya berada. Ia memakai hiasan kepala sederhana dari emas yang menambah wibawanya sebagai pengawal terdekat Raja kaum Pixy. Sudah 5 tahun Pixy atau 40 tahun lamanya ia dan Cyrus saling mengenal. Di matanya Cyrus adalah anak yang sangat baik. Kemurnian hati nya yang membuat bunga keramat Moon Flower mekar di hadapannya yang menjadikan Cyrus sebagai pemimpin baru klan Pixy.
Dulu, ia turut menyaksikan saat Cyrus dipilih sebagai Prince of Pixies oleh Moon Flower, bunga keramat bangsa Pixy yang memilih pemimpin Nereida dimana kelopaknya yang gugur akan dipasangkan pada mahkota Raja. Sedangkan tetesan air yang jatuh dari putiknya diminumkan pada sang pemimpin baru sehingga sayapnya merekah bercorak lebih indah dari Pixy biasa.
Alfredo menyaksikan langsung saat bunga itu mekar di hadapan Cyrus yang waktu itu hanya pemuda biasa yang secara tidak sengaja menghadapkan diri di depan Moon Flower. Kala itu Cyrus masih sangat polos yang bahkan tak punya keinginan untuk menjadi Raja. Padahal banyak Pixies laki-laki tangguh atau wanita nya yang anggun menghadapkan diri di depan Moon Flower, mencalonkan diri sebagai pemimpin yang baru untuk menggantikan sang Princess lama yang turun dari takhta namun sang bunga tak kunjung mekar dihadapan mereka..
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“ayoo.. tendang lagii..!!!” wuusshh sebuah bola melambung tinggi.
“hup!!” seorang anak lain menerima bola itu dan menggiringnya kearah lawan.
“tidak akan kubiarkaan..!!!” nampak sekelompok anak-anak Pixy bermain sepak bola di sebuah taman di pusat kota Stadscentra, ibukota Nereida. Sebuah taman dimana siapapun bisa mengunjunginya dikarenakan sang Bunga suci Moon Flower yang dilindungi perisai sihir abadi berada disana. Kala itu sang Bunga sedang menguncup dikarenakan beberapa bulan lalu sang Princess of Pixies baru turun dari tahtanya. Hingga kini belum ada yang berhasil membuat sang Bunga mekar kembali.
“tendangan Beaasstt..!!!!” DDUK..!! bola itu melambung tinggi ke atas dan keluar arena.
“aaahh... kau menendang kemana sih??”
“hehe maaf-maaf.. aku ambil kembali ya, sebentar..” seorang anak bercelana pendek dan beret biru berlalu dari arena bermain itu mengejar bola yang ditendangnya jauh.
Setelah melewati pepohonan dan rumput semak, ia melihat bolanya tergeletak di depan altar Moon Flower. Altar dari batu penunjang perisai sihir yang melindungi bunga itu nampak sangat kuno dengan ukiran mantra yang berasal dari bahasa lampau kaum Pixy. Beberapa batang bunga mawar sisa persembahan para Pixy pun menghiasi tingkat pertama altar itu.
Bocah itu melangkah untuk mengambil bolanya, begitu ia berbalik badan untuk kembali ke tempat teman-temannya..
SWWOOSSHH.... srriingg.. dengan Magia biru yang bertebaran bunga suci itu mekar, tepat di hadapan seorang bocah yang hanya sekedar ingin mengambil bolanya yang jatuh. Bocah itu termangu melihat Moon Flower mekar. Tak ada orang lain di sekitar sana, hanya Ia dan bolanya.
Syuusshh.... Blarr.. sekelebat cahaya bagai kunang-kunang datang disana dan berubah wujud menjadi seorang laki-laki tua. Ya, lelaki tua itu ialah Alfredo sang pendamping Raja Pixy.
“siapakah.. yang berhasil menggugah sang Bunga suci untuk mekar?”
Bocah bercelana pendek itu hanya diam. Ia masih bingung dengan situasi yang terjadi. Ia jelas mengerti siapapun yang berada di hadapan Moon Flower yang mekar, ialah sang pemimpin baru klannya. Tapi dirinya masih sangat muda, baru berusia 15 tahun Pixy. Bukankah tanggung jawab akan negeri dan rakyatnya adalah tanggung jawab yang sangat besar?
Sambil tersenyum, Alfredo berujar pada bocah itu..
"nak.. kaulah pemimpin terbaru Pixies.. kau yang terpilih..."
“Tapi.. tapi.. aku tidak sengaja, sungguh.. aku tidak bermaksud.. ngg... tolong maafkan aku..." Cyrus benar-benar kebingungan merasa bersalah dan merasa tidak pantas untuk menjadi Raja.
“kenapa minta maaf? Moonflower tak pernah keliru.. Ia melihat hatimu, jiwamu.. itulah mengapa kaulah yang terpilih..” Alfredo menepuk bahu sang bocah. Ia tak ragu sedikitpun pada semesta, pada sang Roh bulan.
Cyrus Xaviersky, seorang bocah laki-laki Pixy biasa. Masih duduk di kelas satu sekolah tingkat atas. Ia anak periang yang punya cukup banyak teman di sekolah dan juga cukup populer karena wajahnya yang manis. Ia sering pulang sekolah bersama teman-temannya untuk sekedar jajan makanan ringan di pinggir jalan menuju rumahnya. Es kopi dingin dan ayam goreng tepung adalah favoritnya. Kemampuannya yang baik di bidang olahraga membuatnya bercita-cita ingin menjadi seorang atlit.
Memang pada awalnya banyak yang menentang tentang terpilihnya Cyrus sebagai pemimpin baru. Terutama mereka yang tidak terpilih oleh sang bunga ajaib. Mereka menuduh Cyrus melakukan sihir terlarang, berpura-pura polos, dan beragam tuduhan lain yang membuatnya makin merasa bersalah.
“Pak Alfredo, aku murid dengan nilai sihir tertinggi seantero Nereida.. kau ingin aku tunjukkan sihir tingkat tinggi? Tingkat ekstrim? Tingkat dewa? Aku bisa lakukan.. tapi apa bocah itu bisa?” seorang wanita lulusan universitas terbaik Nereida mengomel pada Alfredo. Ia sudah sering mengunjungi altar Moon Flower dan berdoa pada Diandra, sang Roh bulan yang menaungi Nereida. Namun tahun demi tahun berlalu sang bunga tak kunjung mekar di hadapannya.
Di sebuah Gereja tua dimana acara penobatan akan dilaksanakan, mereka yang tak terpilih setelah mempersiapkan diri untuk menjadi Prince atau Princess of Pixy selanjutnya, berkumpul mengerubungi Alfredo. Cyrus muda hanya bersembunyi dibalik bunga hiasan Gereja, makin merasa bersalah melihat Alfredo diomeli orang-orang dewasa itu.
“apa Ilmu persenjataanku masih diragukan? Ayo, aku ingin adu senjata dengan bocah itu. Aku yakin tembakan panahnya meleset jauh tidak seperti milikku yang pasti kena sasaran” kali ini seorang pria tinggi dan kekar menantang. Mereka yang datang disana berasal dari penjuru Nereida, mencoba takdir dan peruntungan demi menjadi Pixy paling dihormati di seluruh negeri.
Ya, mereka membandingkan diri dengan Cyrus yang tidak tau apa-apa. Air mata mulai menetes dari pelupuk mata bocah itu. Pandangannya lalu mengarah pada mahkota yang akan segera dipakaikan padanya. Mahkota emas berdesain daun merambat dengan bentuk utama bulan sabit dan beberapa helai kelopak Moon Flower yang terpasang. Beberapa butir batu biduri bulan pelengkap mahkota itu berkilau menawan. Semakin Cyrus memandangi mahkota yang tersimpan dalam kotak kaca itu, dadanya semakin sesak memikirkan masa depan yang diluar dugaannya. Dua jam menjelang penobatan, ia dan Alfredo masih didesak oleh Pixy lain. Ahh, rasanya ia ingin lari saja dari sana dan terbang menjauh.