webnovel

Dia? ( Bagian 2 )

Lima belas menit telah berlalu, tapi Giya belum juga terlihat. Perutku sudah mulai memberontak. Suara raungan kecil sudah terdengar tiga kali dari tampungan ini. Rasanya ia mulai mencaci maki diriku, karena tidak segera mengisinya.

Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga. Dengan kedua tangan membawa nampan. Ia terlihat berjalan tanpa ragu dengan langkah zik zak. Aku hanya menelan ludah. Bukan hanya karena lapar tapi juga takut jika makanan itu tidak akan sampai padaku"tumpah".

Satu mangkuk nasi dengan dua mangkuk penuh lauk berada disetiap nampan yang ia bawa. Ia langsung menyodorkan nampan yang ia bawa ditangan kirinya kepadaku. Aku tersenyum lega dan melihat tumpukan daging disalah satu mangkuk. Iya, tongseng daging sapi dan tumis kangkung terlihat sangat mengiurkan. "Aku akan mengambil air mineral," belum sempat aku berdiri Giya sudah lebih dulu berlari ketempat kulkas minuman. Senyum salut memenuhi wajahku. Sungguh aku tidak menyangka bisa mendapatkan teman seperti dia. Meski baru kenal beberapa jam. Tapi dia sudah memperlakukan ku seperti bukan orang asing yang baru saja bertemu.

Kami hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk menghabiskan semua makanan. Dan mulai merapikan peralatan makan untuk diantar ketempat tumpukan piring kotor. Setelah mengantar nampan, kami tidak bergegas untuk kembali ke kelas. Namun, kembali duduk melanjutkan obrolan ringan dan cukup segar.

"Eh...Sya coba lihat kesana!" sembari menunjuk kearah belakangku.

Jelas terlihat jika dia sedang menunjuk kearah dua orang laki-laki yang tengah berjalan kearah kami. Em...yang pasti kearah tempat duduk yang kosong dibelakangku. Aku hanya menenggok sebentar lalu memalingkan muka lagi. Meski hanya sekilas tapi bisa ku pasti kan jika kedua laki-laki itu adalah King Perfect disekolah ini.

Tinggi badan yang setara dengan Kak Erik dan memiliki bentuk tubuh Sixpack. Mata sipit dengan alis tipis dan bibir yang merona. Kulitnya juga terlihat putih dan terawat. Yang satu meski tinggi sekitar 169 cm, tapi kulit sawo matang dan mata belok mirip panda, juga justru membuatnya sangat perfect. Suara teriakan dari beberapa murid perempuan. Dan bisikan-bisikan kekaguman melayang kearah mereka berdua.

"Dista Farhan Adiguna, dia yang paling tinggi dan Gana Rasya Herawan mereka adalah kakak kelas tingkat kedua. Paling kaya, pintar, dan juga populer disekolah ini," Ujar Giya.

"Kok kamu bisa tahu?" Tanyaku tidak percaya.

"Hehe... sebelum aku masuk kesekolah ini, aku sudah mengikuti forum sekolah. Mereka sangat terkenal, tapi sepertinya masih ada satu orang lagi yang juga termasuk salah satu dari mereka. Sepertinya dia tidak masuk."

"O..." jawabku acuh tak acuh sembari meneruskan meminum sebotol air dengan sedotan.

"Aku kira kamu juga bakal histeris kayak mereka Sya?"

" Nggak lah, lagi pula mereka juga nggak bakal tertarik dengan ku."

"Jangan merendah Sya. Tapi aku juga tidak tertarik sama mereka,"

Setelah beberapa menit setelah menyelesaikan obrolan kami yang cukup menarik ini. Kami langsung bergegas kembali ke kelas. Jam juga sudah menunjukkan pukul 12.45 WIB.

Bel kembali berbunyi dan berdering tiga kali yang menandakan sudah masuk jam ketiga. Hari pertama meski hanya perkenalan disetiap guru yang masuk. Namun, cukup membuatku ngantuk. Giya juga sama bosannya seperti ku. Dia kembali membuka buku catatannya. Tapi kali ini yang ia buka adalah buku gambar kecil dengan gambar motif robot disampulnya. Pensil warna ia keluarkan dan ia jajar disamping kirinya. Beberapa siswa juga sudah terlihat menguap.

"Kring...kring...kring," bel pulang sekolah sudah terdengar dan menghancurkan lamunanku. Senyum lega terlihat di semua wajah siswa yang sudah tidak sabar menanti untuk pulang.

Aku berjalan perlahan bersama Giya. Melewati beberapa lorong dan tangga untuk bisa sampai ke pintu gerbang depan. Perjalanan pendek ini cukup melelahkan. "Tidak masalah nanti setelah beberapa waktu pasti juga terbiasa," kataku dalam hati untuk menenangkan diri.

Setelah keluar dari gerbang sekolah aku melihat Kak Erik yang tengah menungguku. Matanya jelas terlihat sedang mencari sesuatu dikrumunan siswa-siswi yang berjalan keluar gerbang. Iya, tentu saja dia sedang mencari aku yaitu adik kesayangannya. Entah sudah berapa lama ia berada disana. Dan saat penglihatannya menangkap diriku, ia langsung tersenyum lembut. Seperti seorang kekasih yang tengah menunggu pujaan hatinya datang.

"Sya itu siapa? Kamu kenal? Kok dia melihat kearah kita terus?" tanya Giya penasaran.

"Dia kakak ku," jawabku sambil menepuk pundaknya. Giya sepertinya juga telah terpesona oleh ketampanan kakak ku. Dia sama sekali tidak berkedib dalam beberapa detik.

"Keren banget Sya, kenalin ke aku dong," Menyatukan kedua tangan dan memohon.

"Kapan-kapan ya!" aku langsung berlari tanpa menanggapi permintaannya.

Meski aku sering kali keberatan dengan Kak Erik karena memboncengkanku. Tentu saja, aku takut jika dia diejek oleh orang lain. Tapi, sepertinya dia tidak pernah peduli dengan kata orang. Dia selalu saja bisa membuatku menjadi gadis yang paling beruntung memilikinya sebagai kakak ku.