webnovel

Delapan tahun silam, dalam ingatan!

Suara lirih sesekali terdengar oleh telingaku. Namun, tidak cukup membuatku penasaran sehingga mampu meninggalkan impian. Semakin terdengar kencang dan aku semakin tenggelam dalam hayalan. "Semua sudah siap," suara wanita paruh baya akhirnya mampu membangunkan dari tidur panjangku. Dengan menyesal aku meninggalkan ruang imajinasi yang susah payah kurangkai. Kelopak mata tidak berkeinginan terbuka. Tetap saja pikiran mampu menggerakkan badan. Mengarahkanku tepat ke ruang makan keluarga. Dimana Kakak sulungku berada disebelah Mamah dan Papah. Terlihat samar mata-mata melirik tajam. Kejanggalan terasa semakin dalam.

Kuhiraukan apa yang mereka pikirkan. Saat ini yang ada dibenakku hanya menumpahkan semua hidangan kedalam perut. Tampungan ini lebih dari cukup untuk menampungnya. "Slamat makan..." tanganku langsung berayun kearah ayam goreng. Lalu kearah tumis kecambah yang tampak menggiurkan. Rasanya selera makan ku mulai meningkat. Peringatan mulai terlontar dari berbagai sudut. Tapi, aku tetap tidak perduli.

Setelah menyelesaikan sarapan, aku langsung bergegas mandi. Seperti hari biasanya. Kakak Erik atau yang lebih dikenal King Perfec. Mengedor pintu kamar mandi dengan kencang. "Sebentar..." teriakanku seketika membuatnya berhenti. "Kak?" tidak ada sautan dari luar. "Cepet, Kakak sudah mau telat," suara teriakannya sudah mulai terlihat kesal. Sebenarnya aku sudah selesai beberapa menit yang lalu. Tapi, kurang rasanya jika tidak mendengar Kak Erik kesal. Dalam hal ini aku memang bukan adik yang baik. Dengan wajah tak berdosa kutarik pintu perlahan. Sembari memastikan jika ia benar-benar kesal. Wajahnya yang cukup gelisah, mata berkeliling menuju sudut-sudur ruangan. Senyum kecil melengkung menghiasi wajahku. "Sudah.." ujarku sembari keluar dari kamar mandi. "Dasar bocah ini," masuk kamar mandi dengan wajah muram.

Dikamar kupandangi kaca rias yang berada disamping kanan pintu. Ku tatap dengan cermat dari bawah kaki sampai ujung kepala. Aku menghela nafas panjang. Masih tidak percaya dengan keadaanku sekarang. Yang membuatku tidak ingin keluar dari kandang. Aku menoleh kearah baju putih dengan bawahan rok berwarna abu-abu, yang berada diatas tempat tidur. Seragam itu terlihat sempurna.

"Em..."ku gelengkan kepala setelah menoleh kearah cermin kembali.

Rasanya aku ingin menenggelamkan keinginan untuk keluar saat ini juga. Tetap berada di dalam kamar dan menguncinya. Namun, mau bagaimana lagi. Hari ini adalah hari dimana aku akan memulai masa remaja. Pertama kali menginjakkan kaki di SMA yang selama ini aku dambakan.

Kucoba perlahan dan dengan hati-hati. Awalnya semua tampak normal. Sepertinya seragam ini akan cocok saat aku kenakan. Namun, belum setelah kancing terakhir berhasil aku masukkan. Nafasku mulai sedikit sesak. Gerakan ku juga menjadi tidak leluasa. Otot-otot tangan terlihat jelas menyembul diantara lenggan baju. Em..sebenarnya itu bukan otot melainkan gempalan daging yang berisi lemak. Perutku terasa tercekik dan mulai meronta. "Tolong..tolong.." jika dia bisa berbicara mungkin itu kalimat pertama yang keluar darinya. Aku harus segera menanganinya jika tidak ingin ketinggalan kelas pertama. Aku mampu beradabtasi dengan cepat. Masih teringat dengan jelas. Saat beberapa hari yang lalu Kak Erik mengajakku ke Apotik untuk membeli anti biotik. Dengan mantap dan tanpa ragu-ragu. Aku berjalan ke sudut kiri ruangan. Terlihat timbangan yang masih berfungsi. Aku mulai menaikinya dan tanpa kuduga ia menunjukkan angka 80kg.

Sontak aku sangat terkejut dan kikuk. Dengan cepat aku turun. Aku melirik ke kanan dan kiri berharap tidak ada yang melihatnya. Tenggorokan yang tadinya baik-baik saja. Terasa mengering dan butuh sebotol air untuk membasahinya.

Berada diantara tidak percaya dan kecewa pada diri sendiri. Entah sejak kapan aku membuat tubuhku menjadi seperti sekarang. Untuk sekarang keluahan-keluhan itu sudah tidak berguna. Jelas jika aku terlalu teledor dan mengentengkannya. Mau tidak mau aku harus mengenakan seragam itu. Dengan percaya diri aku keluar dari kamar.

Kak Erik ternyata sudah menunggu dengan sepedahnya didepan rumah. Papah terlihat sedang berada di kolam ikan yang terletak disamping kiri rumah. Kolam yang berukuran sedang dengan air mancur kecil ditengahnya. Dengan kusyuknya Papah menaburkan pelet ikan. "Sya minum susunya dulu,"suara Mamah menghentikan langkahku. Dengan cepat aku mengambil susu hangat yang disodorkan Mamah. Setelah habis sampai tetesan terakhir aku langsung berlari kearah Kak Erik yang sudah menunggu didepan.