webnovel

Masuk ke dalam kegelapan

Ketujuh sahabat itu melangkah perlahan menyusuri lorong panjang yang gelap. Setiap langkah mereka disambut oleh suara berderak lantai kayu tua dan bayangan yang bergerak-gerak mengikuti cahaya bulan yang temaram. Mereka merasa seperti sedang memasuki dunia lain, di mana waktu seakan berhenti dan keheningan mencekam setiap sudut.

Alif memimpin di depan, berusaha menyibak tirai tebal debu yang menggantung di udara. "Kita harus tetap bersama," katanya dengan suara tegas. "Jangan sampai terpisah."

Di ujung lorong, mereka menemukan sebuah aula besar dengan tangga melingkar yang menjulang ke atas, menuju lantai dua. Aula itu dipenuhi dengan perabotan antik yang tertutup kain putih, seolah-olah rumah ini telah ditinggalkan dalam keadaan siap untuk ditinggali kembali kapan saja.

"Tempat ini lebih besar dari yang aku bayangkan," ujar Devi sambil menyalakan senter dari ponselnya. Cahaya senter itu menyorot sebuah cermin besar di dinding, memperlihatkan bayangan mereka yang tampak seperti siluet hantu di tengah kegelapan.

Bram, yang selalu waspada terhadap hal-hal yang tidak masuk akal, mengamati ruangan itu dengan cermat. "Kita harus menemukan petunjuk. Mungkin ada sesuatu yang bisa memberi kita jawaban."

Mereka mulai menyebar, memeriksa setiap sudut aula itu dengan hati-hati. Chandra mendekati sebuah meja besar di pojok ruangan dan melihat sebuah buku tua yang tertutup debu. Dengan hati-hati, ia membuka buku itu dan menemukan halaman-halaman yang dipenuhi tulisan tangan yang indah namun sulit dibaca.

Sementara itu, Farah, yang tertarik dengan cermin besar tadi, mendekatinya lagi. Saat ia menatap ke dalam cermin, bayangannya sendiri seolah-olah berbisik sesuatu kepadanya. Farah merasakan hawa dingin merambat di tubuhnya, membuatnya bergidik.

"Evi, lihat ini," kata Farah sambil memanggil sahabatnya. Evi mendekat dan melihat ke dalam cermin, tetapi yang ia lihat adalah bayangan yang sama sekali berbeda. Di dalam cermin, ia melihat dirinya dikelilingi oleh makanan-makanan lezat yang tidak pernah bisa memuaskannya. Evi mundur ketakutan.

"Ini bukan cermin biasa," kata Evi dengan suara gemetar. "Ini menunjukkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar bayangan kita."

Alif dan Bram yang mendengar percakapan itu segera mendekat. "Mungkin ini adalah bagian dari tantangan yang kita hadapi di sini," kata Alif. "Setiap dari kita mungkin harus menghadapi sesuatu yang terkait dengan dosa yang kita miliki."

"Jika benar begitu, maka kita harus siap," ujar Bram. "Tidak ada jalan lain kecuali maju."

Saat mereka masih merenungkan apa yang baru saja terjadi, suara derak yang keras terdengar dari tangga melingkar. Gino, yang tadinya berdiri dekat tangga, melihat bayangan yang bergerak di atas.

"Ada sesuatu di atas," kata Gino dengan suara bergetar. "Mungkin kita harus memeriksanya."

Dengan hati-hati, mereka menaiki tangga satu per satu, mencoba untuk tidak membuat suara. Tangga itu membawa mereka ke lantai dua, yang ternyata adalah koridor panjang dengan banyak pintu di kedua sisinya. Di ujung koridor, mereka melihat sebuah pintu besar dengan hiasan ukiran rumit.

"Sepertinya kita harus ke sana," ujar Alif, menunjuk pintu besar itu. Mereka melangkah maju, dan dengan hati-hati Alif membuka pintu tersebut.

Di balik pintu, mereka menemukan sebuah ruangan besar yang tampak seperti ruang keluarga. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja bundar dengan tujuh kursi yang mengelilinginya. Di atas meja, ada tujuh buah amplop, masing-masing bertuliskan nama mereka.

"Satu untuk setiap dari kita," kata Chandra sambil mengambil amplop bertuliskan namanya. Yang lain mengikuti, masing-masing mengambil amplop mereka sendiri.

Dengan rasa ingin tahu bercampur cemas, mereka membuka amplop tersebut. Di dalamnya, mereka menemukan sebuah pesan yang personal, mengungkapkan dosa terbesar mereka dan mengarahkan mereka untuk menemukan diri mereka sendiri di dalam rumah ini.

"Kita di sini untuk menghadapi dosa kita sendiri," kata Alif setelah membaca pesannya. "Dan mungkin, hanya dengan begitu kita bisa keluar dari tempat ini."

Mereka saling berpandangan, menyadari bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Di dalam rumah ini, mereka akan menghadapi ketakutan dan kelemahan terdalam mereka, dan hanya dengan menghadapinya, mereka bisa menemukan jalan keluar dari kegelapan Mawar Neraka.