Suara gemuruh itu semakin kuat, mengguncang tanah di sekitar mereka. Dari kedalaman bumi, tangan besar yang mengerikan itu terus merayap, sementara patung di altar seakan hidup, matanya yang kosong menyala dengan cahaya merah. Ketiga sahabat itu merasakan beban yang semakin berat di dada mereka, seperti ada sesuatu yang menarik mereka ke dalam kegelapan yang tak terbayangkan. Meskipun mereka mencoba untuk tetap fokus, ketakutan yang luar biasa mulai merasuki setiap sudut hati mereka.
"Batu ini… kenapa tidak ada efeknya?" Bayu berteriak, matanya terbeliak ketakutan. "Kenapa kekuatan itu semakin kuat?"
Ratna menggenggam batu kristal itu lebih erat, berusaha menenangkan dirinya. "Kekuatan yang kita hadapi bukanlah sesuatu yang bisa dihentikan dengan mudah. Batu ini tidak hanya sebagai alat, itu adalah bagian dari kekuatan itu sendiri. Mungkin, kita harus lebih memahaminya untuk bisa mengendalikan apa yang ada di dalamnya."
Andi, yang sebelumnya tampak tenang, kini mulai merasa kewalahan. "Jadi, kita bukan hanya harus menutup portal ini, kita juga harus mengendalikan batu ini! Kita tidak hanya melawan entitas itu, tapi juga kekuatan yang terkandung di dalam batu!"
Tangan raksasa itu semakin mendekat. Dari bawah tanah, tubuh raksasa itu muncul lebih jelas. Sosoknya gelap, dengan kulit yang tampak seperti batu, namun mata dan mulutnya memancarkan cahaya merah yang menakutkan. Setiap kali ia bergerak, tanah bergetar, dan suara serak yang mengerikan bergema di seluruh ruang tersebut.
"Apa yang terjadi? Apa ini?" Bayu hampir tidak bisa berkata-kata, tubuhnya gemetar ketakutan. "Ini bukan hanya roh, ini adalah sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang lebih tua dari waktu kita."
Ratna berusaha menenangkan dirinya, meskipun rasa takutnya sangat nyata. "Entitas ini bukan hanya roh jahat biasa. Ini adalah penjaga dari dimensi lain, makhluk yang terikat dengan kekuatan yang sudah ada jauh sebelum peradaban manusia. Mereka yang mencoba membuka gerbang ini telah membayar harga yang sangat mahal."
Andi memandangnya tajam. "Lalu, bagaimana kita menghentikannya, Ratna? Apa yang bisa kita lakukan sekarang?"
Ratna menggenggam batu kristal itu lebih kuat, merasakan getaran energi yang mengalir dari dalam batu. Cahaya biru dari batu itu semakin terang, dan mulai memancar ke seluruh ruangan, seolah memancarkan energi yang bisa melawan gelapnya entitas itu.
"Kita harus membuat entitas itu masuk ke dalam batu ini," jawab Ratna dengan tegas, meskipun ada keraguan dalam suaranya. "Batu ini—dalam bentuknya yang asli—berfungsi sebagai penjara. Jika kita bisa menahan kekuatan entitas ini di dalamnya, kita bisa menghentikannya."
Andi melangkah maju, mendekati batu kristal itu dengan penuh tekad. "Kita harus melakukannya sekarang, Ratna. Jangan biarkan apa pun menghalangi kita. Kita bisa melawan ini."
Bayu masih tampak ragu, tapi akhirnya ia mengangguk. "Aku tidak tahu bagaimana kita bisa melakukannya, tapi kita harus mencoba. Kita tidak punya pilihan lain."
Dengan hati-hati, Ratna mulai memfokuskan energi mereka pada batu kristal. Cahaya biru dari batu itu semakin kuat, dan mulai menarik kekuatan dari sekitar mereka. Tanpa mereka sadari, entitas itu semakin mendekat, dan cahaya merah dari matanya semakin menyala, seakan berusaha menahan mereka.
"Rasakan energi itu, teman-teman," Ratna berkata, suaranya bergetar. "Kita harus menyatukan kekuatan kita. Batu ini membutuhkan energi kita untuk bisa menahan kekuatan ini. Kita harus menahan entitas ini di dalam batu."
Mereka bertiga berdiri bersama, tangan mereka menyentuh batu kristal, memusatkan energi mereka dalam satu titik. Seiring dengan meningkatnya kekuatan batu itu, suara bisikan yang mereka dengar di dalam kuil semakin jelas, semakin menakutkan. Seolah-olah entitas itu berusaha keluar dari batu itu, berjuang melawan kekuatan yang mereka coba kendalikan.
Namun, meskipun mereka berusaha keras, mereka tidak bisa sepenuhnya menahan kekuatan itu. Tiba-tiba, seberkas cahaya merah yang mengerikan meledak dari dalam patung, mengarah tepat ke tubuh mereka. Bayu terhuyung mundur, hampir terjatuh, dan Ratna terlempar ke belakang, sementara Andi, dengan tangan yang masih memegang batu kristal, merasa tubuhnya seperti terbakar oleh energi yang mengalir dari batu itu.
"Kita tidak bisa bertahan seperti ini!" teriak Bayu, hampir putus asa. "Kekuatan ini terlalu besar!"
Namun, di saat itu, Ratna teringat akan sesuatu yang ia pelajari dari buku kuno yang ia temukan. Ada satu cara untuk menahan kekuatan itu, dan itu melibatkan pengorbanan yang besar. "Kita harus memberi energi kita sepenuhnya! Kita harus menyatu dengan batu ini!"
Andi, meskipun tubuhnya terasa lelah dan terbakar, mengangguk dengan penuh tekad. "Kita tidak punya pilihan lain, Ratna! Lakukan apa yang harus dilakukan!"
Ratna menggenggam batu kristal itu dengan kedua tangan, dan dengan sekuat tenaga, dia mulai menyalurkan seluruh energi tubuhnya ke dalam batu. Cahaya biru dari batu itu semakin menyala terang, menggantikan cahaya merah yang mengerikan. Sementara itu, Andi dan Bayu mengikuti, masing-masing menyalurkan kekuatan mereka, meskipun tubuh mereka terasa sangat lelah.
Sosok raksasa itu semakin mendekat, dan kini suara teriakan yang memekakkan telinga terdengar, berasal dari mulutnya yang terbuka lebar. "Kalian tidak bisa menghentikan aku! Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku!"
Namun, dengan sekuat tenaga, ketiga sahabat itu terus memusatkan kekuatan mereka ke dalam batu kristal. Tiba-tiba, batu itu mengeluarkan suara keras, seakan meledak dengan cahaya yang sangat terang, mendorong entitas itu kembali ke dalam bayang-bayangnya. Sesaat kemudian, suara itu hilang, dan yang tersisa hanya keheningan yang mencekam.
Ratna terjatuh, kelelahan. Bayu dan Andi juga tampak sangat lelah, tubuh mereka gemetar. Mereka berhasil, mereka tahu itu. Tapi apakah itu cukup?
Dengan nafas terengah-engah, Ratna menatap batu kristal yang sekarang berpendar dengan cahaya biru yang tenang. "Kita… kita berhasil. Entitas itu… terperangkap di dalamnya."
Andi menarik napas dalam-dalam. "Tapi kita masih belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa yang terjadi dengan desa ini? Apa yang terjadi dengan kita?"
Bayu, yang duduk dengan tubuh lemas, menatap batu itu, matanya penuh pertanyaan. "Apakah ini benar-benar berakhir?"
Ratna mengangguk pelan. "Ini belum selesai. Tapi kita telah mengalahkan kekuatan terbesar yang mengancam desa ini. Kini, kita harus memastikan bahwa kekuatan ini tidak akan pernah dibangkitkan lagi."
Ketiganya berdiri, merasakan beban yang akhirnya mulai terangkat dari pundak mereka. Mereka tahu, perjalanan mereka belum berakhir. Mereka masih harus mencari cara untuk memastikan kekuatan ini tidak akan kembali. Tetapi, untuk saat ini, mereka tahu bahwa mereka telah melakukan hal yang benar—bahwa mereka telah mengakhiri ancaman yang selama ini menghantui mereka dan desa ini.