"Aisshh!! Menyesal aku memanggil namanya tadi, apakah nama Leon adalah sebuah kutukan mantra untukku?" gerutu Qonin melotot ke arah Leon yang tertawa, turun datang menghampirinya.
"Wah ... wah!!! Si Qonin wanita sialan itu disini lingkungannya?" seru Leon sambil memicingkan mata ketika melihat rumah kecil berdekatan, belum lagi sesekali mencium bau parit rumah tangga yang menurut dia menjijikkan untuk ditinggali.
"Bau menyengat apa ini?? Pengen muntah saja ... Hoeeek!!" Tom ikut menimpali pernyataan Leon yang sebelumnya.
"Pergilah!! Siapa juga yang suruh kalian untuk datang kesini?" Qonin mendekus kesal melihat kelakuan musuh berandalan nya.
Apa yang akan mereka berdua lakukan? Apa Leon tidak terima dengan perlakuanku tadi? Batin Qonin, dia terus saja berpikir dan menyuarakannya dalam diri, gawat!!! Aku harus kabur!!
"Eitss!! Berhenti!!" teriak Qonin kelihatan panik saat Leon dan Tom mendekat, dia mundur perlahan untuk mencari jarak aman.
"Hah!! Kenapa, Lu takut?? Lu lupa kalau sudah mencelakai Gue tadi di sekolahan??" ledek Leon tertawa sinis, dia semakin terpacu ketika Qonin ketakutan seperti itu.
"Aku bilang berhenti!!!! Kalau tidak aku teriak loh!!" ancam Qonin sambil melirik, mencari jalan untuk bisa kabur.
"Haha!! Teriak saja!! Toh jalan raya masih jauh," ucap Leon percaya diri ketika melihat di sekitarnya tidak banyak orang lewat.
Ahh!! Buku? Batin Qonin sambil melepas tas untuk mengambilnya.
Namun, gerakkan Qonin yang sudah terbaca itu dicegah oleh Leon dan disambarlah tas lalu dilempar ke jalanan.
Tangan Qonin dicekal Leon, sebelah tangan Leon melayang berencana memberi pelajaran Qonin akibat perbuatannya di sepulang sekolah tadi.
"Rasakan ini!!" seru Leon tertahan, tangannya masih menggantung mendengar teriakan Qonin.
"Aauwww!!! Tolong!!" teriak Qonin sambil memejamkan mata karena ketakutan membayangkan sakitnya ditampar.
"Anak berandalan!! Berhenti kalian!!" Darman kesulitan berlari menghampiri Qonin, dia kerahkan sisa kekuatannya untuk menyelamatkan Qonin.
"Leon ...!! Gawat ada orang tu!! Ayo pergi dari sini saja!" Tom heboh sendiri ingin menyelamatkan diri, dia berpikir jika ada orang ikut campur membuat urusan lebih runyam.
"Haduh!!! Siapa sih??" gerutu Leon yang sudah menurunkan tangannya, dia melihat ke arah Darman yang baru saja dalam jangkauannya.
Tidak mungkin?? Aku sedang bermimpi kan? Batin Leon, badannya gemetaran ketika melihat Darman layaknya melihat setan. Sekujur saraf mati rasa tidak bisa bergerak.
"Bapak?" seru Qonin membuka mata setelah dirasa keadaan aman, dia senang melihat Darman dan segera bersembunyi di balik punggung bapaknya.
Darman menoleh ke Qonin sebentar, dia lebih tertarik dengan Leon seolah dia tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya, "Tuan Leon?"
Tom dan Qonin kaget dengan versi mereka masing-masing, Tom sendiri mendesak Leon untuk segera sadar dan kabur, apalagi orang tersebut mengenali Leon, "Leon!! Apa yang Lu lakukan?? Ayo cepat kabur!!"
Dengan terpaksa Tom menarik paksa Leon, seketika Leon sadar, bahkan dia berlari mendahului Tom, masuk mobil dan tancap gas.
"Yah ... yah!! Leon, Gue tertinggal ni!!" teriak Tom kesal, dia mengumpat Leon berkali-kali, "Orang kaya bodoh!! Dasar otak udang tidak berperipertemanan!!"
"Hei anak muda!! Cepat kemari!!" teriak Darman ingin memastikan bahwa yang dia lihat adalah benar Leon.
Sayangnya, Tom berpikir yang bukan-bukan sehingga dia memilih berlari sekuat tenaga, menjauh dari Darman dan Qonin.
"Loh kok kabur?" gumam Darman, Qonin yang berada di belakangnya pindah posisi di hadapan Darman.
"Ahh!! Nak, apa kamu baik-baik saja?" Darman beralih memandang Qonin sambil memegang pundak anaknya.
"Aku baik, Pak. Untung saja bapak datang tepat waktu tadi," timpal Qonin, dia menengok ke belakang yang terlihat Tom sudah berhasil naik masuk angkutan umum.
"Syukurlah!!" ungkap Darman lega.
Kemudian Qonin kembali menatap Darman dengan tanda tanya besar mengenai Leon, "Bapak mengenal Leon?? Darimana? Kok bisa?? Sejak kapan Pak?"
Darman tersenyum mendapati keterkejutan Qonin, dia merangkul untuk mengajaknya berjalan, dia berhenti sejenak saat melihat tas Qonin berserakan di jalan, lalu mengambil dan menyerahkan kepada anaknya.
"Pertanyaanku tentang Leon tadi bagaimana, Pak?" tanya Qonin lagi yang sudah menyampirkan ransel ke pundaknya.
"Hah!! Mulai darimana ya?? Bapak bingung menjelaskannya. Hemmm!! Intinya bapak dulu bekerja dengan keluarga Wijaya," jawab Darman yang sudah berjalan disamping Qonin.
"Astaga Pak?? Serius?? Bukannya bapak bekerja sebagai kurir minimarket ya?? Tapi kenapa bisa kenal dengan keluarga Leon?" Qonin semakin penasaran, dia terus menggali hubungan Leon dengan bapaknya.
"Haha ... kamu bersemangat sekali, Nak. Sudah yang penting kamu selamat, kita harus cepat sampai rumah karena bapak ada acara menghadiri syukuran anaknya pak Kasan," Darman belum mau menceritakannya lebih jauh, mereka berdua berjalan cukup jauh meninggalkan tempat kejadian yang suara Qonin penasaran sayup-sayup terdengar dengan pertanyaan sama.
Petaka sore itu Qonin diselamatkan oleh bapaknya sendiri, matahari berjalan ke singgasananya untuk digantikan bulan. Malam dengan seribu bintang datang, tidak peduli dengan pergantian itu Qonin tetap saja penasaran.
"Ngantuk sekali?? Jam berapa ini?" gumam Qonin menoleh ke ponsel jadul miliknya menunjukkan pukul 23.59. Dia yang berada di ruang tamu itu merebahkan diri diatas tikar anyaman, meletakkan kepala diatas bantal yang sudah dia bawa sebelumnya.
"Apa yang disembunyikan bapak tentang Leon?? Kenapa rasanya sulit sekali menceritakannya?" gumam Qonin sambil menguap, tidak lama kemudian mata dia terpejam saking capek raga dan pikirannya.
Enam jam terasa begitu cepat, Qonin mengernyitkan dahi ketika mendengar Narti berteriak memanggil namanya, dengan mata tertutup, mengganti posisi tidurnya untuk kembali menikmati sisa mimpi.
"Ya ampun!! Anak cewek susah sekali dibanguni!!!" gerutu Narti, dia kembali berteriak sambil menyibak selimut Qonin, "Qonin!!! Cepat bangun!!"
"Masih ngantuk, Buk. Izinkan aku tidur 5 menit saja!!" mohon Qonin yang terpaksa duduk, dia sedikit membuka matanya, lalu dia kembali berbaring.
"Eh ... eh!! Bangun, kamu tidak lihat sudah jam berapa ini?" teriak Narti lagi.
"Paling masih jam 5 Buk," jawab Qonin malas dengan mata yang masih saja terpejam, dia tahu kalau ibunya sering bangun jam segitu untuk menyiapkan makanan setiap harinya.
"Sekarang jam 7, Qonin!! Cepat bangun sebelum kamu terlambat!!" seru Narti yang ternyata bangun kesiangan, dia terburu-buru mengerjakan pekerjaan rumah sampai lupa kalau belum membangunkan Qonin.
Indera pendengaran Qonin masih tajam, saat gelombang suara menghantarkan perkataan Narti jika waktu menunjukkan pukul 7, seketika dia melek, berdiri karena kaget bukan main.
"Ahh!! Ibuk kenapa baru menyuruhku bangun?? Gawat!! Kalau tidak bergegas bisa telat masuk ini!!" Qonin berseru, dia panik setengah mati berlari menuju kamar mandi.
Narti menggeleng kepala melihat kelakuan Qonin, "Haduh!! Dasar anak itu, bagaimana bisa hidup mandiri?? Aku tidak bisa membayangkannya," Gerutu Narti merasa prihatin melihat keadaan anak sulungnya.