Tyra melempar kasar tas nya ke atas kasur kamar begitu Ia sampai di apartemen malam itu. Lanjut Ia membuka kemejanya, pun melemparnya asal, menyisakan hanya tank top putih sebagai atasannya. Udara malam ini cukup panas, belum lagi jalanan yang dengan ajaibnya harus macet disaat gadis itu ingin segera beristirahat tenang. Oh, tidak hanya udara yang panas, tapi juga hatinya. Bak roller coaster, Tyra kembali kesal pada Eric soal Dira.
Ya, tadi siang Eric bahkan tak mendatanginya untuk sekedar minta maaf apalagi menjelaskan. Oh, sebetulnya dijelaskan, tapi bukan itu yang Tyra harapkan. Tyra mengharapkan Eric bukanlah seorang profesional jika menyangkut kehidupan pribadinya. Katakanlah, dimana sisi menghargai seorang Eric jika sampai merekrut Dira sebagai model, pun yang harus berurusan langsung dengan Tyra padahal mereka sama sekali tidak berhubungan baik? Sangat buruk bahkan.
Tyra mulai berpikir, apa gunanya Ia bercerita panjang lebar soal keluarga tirinya jika Eric malah melenggangkan Dira ada disekitarnya? Seharusnya pria itu mencegah Tyra berhubungan dengan si anggota keluarga beracun, bukan memperdekat.
Apa harus masalah pekerjaan diatas segalanya? Tyra kecewa.
Sayang sekali, padahal baru saja hubungan mereka kembali normal dan membaik usai Tyra yang merasa ragu akan pria itu.
CRAK!
Tyra membasuh wajahnya dengan air di wastafel usai membersihkan riasan, lumayan menyegarkan. Sejenak Ia melihat wajahnya di cermin selagi tangannya mengambil sabun pencuci wajah.
"Tyra oh Tyra, kenapa Kau sangat plin plan, mudah sekali berubah perasaannya ..." gumamnya menyindir diri sendiri, "Kenapa Kau begitu marah padanya, hm? Mungkin saja Ia sudah benar sebagai Direktur yang ingin perusahaannya semakin maju ..." lanjutnya bermonolog. Wajah tirus itu sudah dipenuhi buih putih sabun kini.
Tyra kembali menyalakan kran air, "Tapi apa cantiknya si Dira? Gadis centil dengan riasan setebal aspal jalan ..." lanjutnya dengan hinaan. "Apa yang spesial darinya? Dasar Departemen Marketing, tak punya selera seni sama sekali."
"Hahh ..."
"Baiklah, Aku lapar sekarang. Kenapa Kau tidak membeli makanan? Tyra yang bodoh," rutuknya. Terlalu kesal sampai tak ingat mengisi perut.
Kasihan, alhasil Ia sendiri yang harus kembali bersusah payah menuruni apartemen untuk membeli makanan. Bisa saja pesan antar, tapi Tyra bosan. Sepertinya berjalan-jalan sepanjang gerai makanan di bawah tak terlalu buruk, pikirnya.
Namun belum selesai Ia mengenakan jaket, bel apartemennya berbunyi.
"Siapa ..." gumamnya bermonolog, "Siapa lagi yang mengetahui alamatku ini?" ujarnya penuh selidik, teringat kembali kejadian dua hari lalu; makanan dan penelepon misterius.
GLEP ...
Tyra meneguk salivanya sendiri, tak berani bergerak kemana-mana. Nafasnya mulai tak teratur, perlahan Ia menutup pintu kamar, mengurung diri.
TING NING!
Bel itu kembali berbunyi, membuat Tyra semakin panik, "Ya Tuhan ... selamatkan Aku, siapa itu?" batinnya merinding, tak bisa berpikir jernih.
TING NING!
Lagi, bel apartemen berbunyi.
Tyra tak punya pilihan, Ia harus menanggalkan gengsi menggunungnya dan menghubungi Eric yang semoga saja belum berangkat ke luar negeri.
Tyra berjongkok, bersandar di pojok kasur dekat nakasnya sembari menunggu Eric menjawab panggilannya. "Ayolah Ric, maafkan Aku dan jawab ..." Tyra frutasi, hingga akhirnya panggilan itu tersahuti.
"Halo?" sapa Eric.
"Ha-halo Ric. Kau dimana? Bisa Kau datang ke apartemenku? Aku takut ..." cicitnya seperti anak ayam ketakutan.
"Justru Aku yang bertanya padamu. Kau dimana? Aku di depan apartemenmu sekarang, apa Kau tidak di dalam? Lalu kenapa Kau takut? Ada apa?" tanyanya beruntun dalam satu tarikan nafas.
Tyra membulatkan matanya seolah tak percaya, "Jadi itu Kau, Eric Nathaniel? Kau yang menekan bel apartemenku?"
"Ya. Bisakah Kau membukanya? Aku pegal berdiri."
Tyra menggeleng, "Aku tidak percaya itu Kau."
"Astaga. Lalu Aku bagaimana? Kau mau menelantarkanku di depan seperti ini? Tega sekali Kau, Tyra," protes Eric, membuat Tyra bingung, masih curiga sekali jika 'the just meet' guy ada di depan dan menyamar sebagai Eric.
"Kau tahu ... passwordnya kan? Cobalah masuk, Aku di kamar. Buktikan jika Kau memang Eric Nathaniel ..."
Terdengar Eric menghembuskan nafasnya kasar, lalu sepertinya sengaja Ia mendekatkan ponsel ke pengunci pintu, memperdengarkan suara beberapa angka yang ditekan. Lalu ...
CKLK! Tyra mendengar pintu dibuka, lalu ditutup kembali, diikuti langkah seseorang mendekat ke kamar. Demi Tuhan, Tyra memejamkan matanya sekarang.
CKLK! Kali ini pintu kamar Tyra yang dibuka.
"Ya Tuhan! Kau kenapa?" Eric panik, lekas menghampiri Tyra yang hampir meringkuk di pojokan tempat tidur, "Hey, ini Aku, Eric. Ada apa? Seseorang mengganggumu lagi?" ulangnya, menarik tangan Tyra yang menutupi wajahnya sendiri.
Lalu perlahan gadis itu membuka mata, tangannya menyentuh wajah Eric memastikan, "Kau Eric kan? Bukan penjahat?"
"Bukan. Aku Eric. Kau ... Kau benar benar ketakutan, Kau trauma? Panik, hm?"
Tyra menggeleng, menghela nafasnya berat, "Aku hanya takut ..."
"Sudah kukatakan, pindah saja ke rumahku, Tyra."
"Tidak Ric ..."
"Aku akan pergi lama, Kau kira Aku akan tenang meninggalkanmu jika Kau sering ketakutan seperti ini? Apa perlu ..." ujar Eric tertahan, membuat Tyra menatapnya bertanya, "Perlu apa?"
Eric malah menggeleng, "Tidak. Menurut saja, tinggal di rumahku, ada banyak yang menjagamu disana. Aku mohon, jangan membuatku khawatir," ujarnya, merapikan rambut Tyra yang masih agak basah usai mencuci wajah tadi.
"Sungguh Aku harus pindah? Itu merepotkan."
"Tidak. Kau pindah besok, anak buahku akan mengurusnya."
Tyra akhirnya mengangguk saja, "Baiklah. Tapi ..." ujarnya menggantung, menggenggam tangan Eric erat, "Kau sungguh akan pergi besok?"
"Ya. Besok pagi. Maaf sekali, ini mendadak."
Tyra hanya mengerucutkan bibirnya lucu, "Kalau begitu Kau harus menemaniku makan malam sekarang, makan malam perpisahan," ujarnya.
Eric tersenyum penuh arti, "Tentu saja, Aku sudah membawa makanan untukmu, pun sebagai permintaan maaf soal Dira. Aku tidak ingin ... pergi dengan membawa utang."
"Benarkah?"
"Hm."
"Bagaimana dengan Dira? Kau benar benar ingin menjadikannya model?" tanya Tyra kemudian, penuh harap bahwa Eric akan membatalkannya.
Namun Eric tetap menggeleng, "Dia sudah terkontrak, hanya saja ... Kau bebas mengendalikannya bekerja dimana. Aku menyerahkannya padamu dengan catatan ..."
"Bersikap baiklah pada siapapun, Elleanor. Seberapa jahatpun seseorang padamu, bersikap baiklah padanya. Kau tidak akan rugi."