webnovel

Percobaan Dua Cara

Matahari belum terbit di ufuk timur, pun udara masih sangat dingin. Namun ratusan bahkan ribuan orang dengan kuda dan atribut perang sudah berbaris di dua puncak bukit, menyisakan bagian tengah diantaranya sebagai medan pertaruhan hidup dan mati. Kedua belah pihak tak punya rencana siapa yang akan menyerang dan diserang lebih dahulu. Panglima Perang di kedua sisi pun tak bisa membaca taktik satu sama lain, meski sekian jengkal pergerakan dijadikan pertanda.

"Jenderal Alsy, emua sudah ditempatkan sesuai rencana," bisik seseorang yang berada tepat di samping kanan agak belakang Panglima Perang kubu dengan lambang api di bendera mereka; Sleushus.

Pria paruh baya bernama Alsy itu tak mengangguk, pun tak membalas, namun sekali lagi Ia berpikir, "Aku rasa sudah saatnya ..." ujarnya kemudian. Dua orang di samping kanan dan kiri meneruskan aba-aba darinya estafet ke belakang.

Untuk terakhir kalinya, Alsy memastikan kondisi kubu lawannya di seberang. Pasukan dari Ihuages itu tak melakukan apapun sedari tadi ...

"Seraaaang!"

"Hyaaaaaa!"

Eist memerintahkan pasukan untuk maju. Riuh suara tapak kuda dan gesekan logam senjata terdengar, bersamaan dengan kubu Ihuages yang tentu saja akhirnya ikut maju. Tepat di ladang landai dibawah dua bukit itu, pertempuran tak dapat terhindarkan.

SRAK!

Aaaaaa!

CRAK!

SRNG!

DUKK!

Satu demi satu pasukan berguguran, terhunus pedang dan anak panah lawan. Darah tercecer dimana-mana, penggalan kepala berjatuhan. Pertempuran itu sadis, tak mengenal ampun. Kedua negara bagian yang selalu berselisih itu saling mematikan tanpa pandang bulu.

Alsy di tengah medan pertempuran, duduk siaga di atas kudanya, dengan beberapa prajurit pion menjaganya disana. Kepala lawan kepala, Alsy mencari-cari Hult, panglima Ihuages, target utamanya.

Ah, rupanya disana.

"Hya!" Alsy bergerak cepat dengan kuda hitamnya, mengangkat pedang. Matanya mengapi-api mendapati Hult yang tak sadar akan kedatangannya. Semakin dekat dan dekat ...

PRANGG!

KLANGG!

Hult berbalik cepat, menahan pedang Alsy yang sejari lagi mengenai bahunya. Kedua orang itu bertarung sengit, saling berusaha membunuh.

"Kau sebaiknya tidak perlu repot-repot menciptakan perang ini, Hult!" seru Alsy disela-sela pertarungan besar mereka.

SLANG!

"Kau kira Aku akan sudi menyerahkan Ihuages pada manusia serakah sepertimu dan Sleushus? Tidak akan!"

KLANG!

SRAKK!

Hult membulatkan matanya, pedangnya terjatuh. Baru saja, pedang Alsy berhasil menembus pinggang Hult, lawannya itu terjatuh dari kuda. Tak cukup, Alsy turun. Dilihatnya Hult yang terkapar di tanah tak berdaya. Darah sudah mengucur dari tubuh pria itu, kesadarannya masih tersisa barang sedikit. Namun Alsy tak ingin tanggung tanggung melakukan tugasnya ...

SLANG!

KRAKK!

Hunusan pedang terakhir Alsy pada dada Hult menghabisi nyawanya.

Pria itu telah tewas.

"Munduuuur! Jenderal Hult telah tewas!" seru entah siapa prajurit Ihuages begitu melihat sang Jenderal tewas mengenaskan di tangan lawan.

Sisa pasukan Ihuages menarik diri mundur, menyisakan Alsy yang masih disana memandang mata terbuka Hult. Tangannya sedikit bergetar, rahangnya mengeras.

"Jenderal!" seru bawahannya. Alsy berbalik cepat, kembali naik ke atas kudanya, "Teruskan serangan ke Slyborn Palace. Pastikan Kita membawa Clairvoyance itu hari ini juga!"

****

Perlington Hold, Claywick

Kestrea, Lyminael

Noah berjalan cepat mendatangi Ghent di ruangannya. Satu perkamen ada ditangannya, digenggamnya kuat nyaris diremak. Raut wajah Jenderal Muda itu penuh amarah, seolah siap mengangkat pedang kapanpun. Tapi tahan, Noah tak bisa sembarangan.

"Oh Noah?" Ghent terkesiap begitu mendapati Noah masuk ke ruangannya tanpa janji.

Noah menunduk hormat, "Mohon maaf mengganggu Anda, Kaisar. Ada informasi penting yang harus Saya sampaikan pada Anda saat ini juga," ujarnya, memberikan perkamen yang dibawanya itu, "Aku baru saja mendapatkan kabar bahwa Sleushus telah menduduki Slyborn Palace. Ihuages telah jatuh."

Ghent sontak berdiri dari tempatnya, terkejut tak percaya, "Bagaimana bisa? Bagaimana dengan Clairvoyance?"

Noah menggeleng frustasi, "Dipastikan tak selamat. Blood Stardust itu hilang dari tempatnya di Slyborn Palace, dengan Kaisar Conuil dan Ratu Mailona tewas di tempat bersama kedua anak mereka. Mereka telah dibantai habis-habisan usai Ihuages menolak bersekutu dengan Sleushus," jelasnya.

"Benar benar keterlaluan!"

"Lalu apa ini? Mereka mengancam Kita?" Ghent membaca perkamen itu kemudian, "Mereka ingin Kita menyerahkan Clairvoyance jika tak ingin berakhir seperti Ihuages?"

Noah memejamkan matanya frustasi, "Ya, dan mereka meminta keputusan dalam waktu dua hari ke depan. Bagaimana sikap Kita, Kaisar?"

"Pasukan Kestrea sudah siap jika harus terjadi perang. Pun Kami masih terus berdiskusi dan membujuk Freustrel untuk bergabung melawan Sleushus."

Ghent menghela nafasnya berat, seberat pikirannya bekerja menemukan solusi, "Peperangan hanya akan memperburuk kondisi Lyminael keseluruhan, Noah. Kita tidak bisa melakukannya dengan cara itu."

"Tapi bagaimana lagi, Kaisar? Apa menurutmu Kita ini akan diam saja dan berakhir seperti Ihuages? Apa Kau mau Clairvoyance direbut begitu saja dan Lyminael dikuasai oleh para orang serakah berhati buruk seperti mereka?" geram Noah.

Ghent mengangguk paham, "Aku tahu, Kau selalu mengapi-api membela Kestrea, Noah. Tapi Kau juga harus tahu, tak semua masalah harus diselesaikan dengan perang. Itu cara lama, dan alternatif terakhir ..."

"Lalu apa rencanamu?"

"Aku akan berbicara dengan mereka. Aku akan pergi hari ini ke Sleushus."

Noah menggeleng cepat, "Mohon jangan, Kaisar. Itu akan sangat berbahaya."

"Kau bisa ikut denganku jika memang Kau khawatir. Bagaimana?" tanya Ghent tenang. Selalu seperti itu caranya menangani Noah si golongan muda.

"Itu juga akan menjadi masalah. Siapa yang akan menjaga kastil ini jika Kau dan Aku pergi?"

"Kalau begitu biarkan Aku pergi sendiri."

"Tidak. Kau akan pergi bersama prajurit yang lain."

"Prajurit Kau bilang?" tanya Ghent tak percaya, "Sleushus akan mengira Aku mengajaknya perang. Tidakkah Kau berpikir kesitu?" lanjutnya, membuat Noah hanya terdiam.

Ghent lantas mendekat pada Noah, menepuk bahunya kuat-kuat, "Percaya saja bahwa mereka bisa diluluhkan dengan cara yang tenang. Lalu ..."

Noah menatap Ghent tajam, mendengar apalagi rencana Kaisar itu yang menurutnya terlalu lambat dan berbelas kasih.

"Jika Aku tidak kembali ..."

"Berhenti mengatakan hal seperti itu!"

Ghent menggeleng, "Semua mungkin terjadi."

Noah terdiam.

"Kau harus menggantikanku jika memang Aku tidak bisa lagi memimpin Kestrea. Kau harus menjaga Clairvoyance."

"Aku tidak bisa."

"Kau bisa!" bantah Ghent keras, "Jika Kau tidak bisa menjaganya disini, di Lyminael, maka bawa Clairvoyance itu ke dunia manusia ..."

Noah tak bergeming, Ia tak mengerti, ini semua terlalu mengejutkan baginya.

"Temui gadis itu, dia takdirmu ..."

Noah menggelengkan kepalanya, "Aku tidak yakin ..."

"Kembalilah ke Lyminael jika Kau sudah merasa sangat pantas dan bisa mengembalikan dunia ini seperti semula."

Noah menghempaskan tangan Ghent di bahunya, "Jangan sembarangan, Kaisar! Kau bahkan tidak tahu apakah rencana berundingmu dengan Sleushus itu akan berhasil atau tidak!"

"Kau sendiri tidak yakin kan?" lanjut Noah. "Sudah kukatakan padamu, lebih baik Kita bertempur sampai mati besok daripada melakukan hal tidak berguna!"

"Darimana Kau tahu itu tak berguna? Bukankah lebih baik Kita coba keduanya? Upaya perdamaian dan perang itu?"

Noah lagi-lagi terdiam.

Ghent menghela nafasnya panjang, "Ini perintah resmiku. Kau siapkan penjagaan di Kestrea. Tidak perlu mengirim prajurit bersamaku ke Sleushus. Dan ingat ..."

"Cukup angkat pedangmu jika Kestrea telah diserang, jangan sesekali Kau berani melakukan serangan terlebih dahulu. Kau paham?"

"Aku akan melakukannya asal Kau berjanji akan kembali," ujar Noah.

Ghent tersenyum miring, "Bukankah Aku sudah bilang? Itu adalah percobaan, bisa gagal bisa berhasil. Kau mengerti maksudku kan?"

Next chapter