Hai, happy sunday ya. Hari minggu gini yuk mari jalan2, kalo author sih ntar mau jalan bareng kesayangan ke pulau balang. Kalo kalian?
Eh lupa, kan kalian jomblo wkwkwk
.
.
.
.
.
Ruangan yang berwarna krem dengan tirai berwarna hijau muda itu serta seorang wanita yang tergolek lemas tengah berbaring di hadapan Leon.
Adalah Liana, wanita yang sedari enam jam lalu tak kunjung membuka mata indahnya, membuat lelaki tampan berkulit sawo itu sangat cemas.
Berkat hantaman keras dari meja kaca, kondisi Liana sangat memprihatikan membuatnya harus di rawat intensif di ICU.
Dari lengan hingga ke tangannya terlihat banyak luka goresan dan jangan lupakan area kepala wanita itu yang telah di balut perban karena luka di daerah pelipisnya.
Untungnya, wanita itu menggunakan lengannya untuk pertahanan diri, sehingga luka yang berada di kepalanya tidak terlalu parah walaupun darah telah mengalir dengan derasnya tadi.
Jika kalian tanya, bagaimana dengan Fajar? Tenang. Ada Luna dan Lena yang mengurusnya. Semua yang terjadi di rumah itu telah Leon serahkan kepada pihak kepolisian.
~~~
Leon tersentak saat seseorang menepuk pundaknya. Melihat wanita pujaannya itu tak sadarkan diri membuatnya tak bisa berpikir jernih.
"Le, kamu istirahat aja dulu. Makan dulu" ucap seorang lelaki setengah abad yang ternyata adalah orang tua angkat Leon.
"Pah", lirih Leon.
Lelaki itu memeluk sang ayah dan menumpahkan air matanya. Tak sanggup jika harus kehilangan Liana. Hatinya sakit teramat sakit, dadanya sesak. Tapi Leon laki-laki dan harus kuat.
Mas Indra, merangkul bahu Leon, mengajaknya pergi ke kantin. Kasihan sekali adik iparnya itu.
"Makan dulu Le, kalok gak mau makan ntar mas yang di marahin sama Lena" ucap Mas Indra sembari menyodorkan semangkuk mie ayam spesial.
Mata tajam Leon melirik Mas Indra kemudian beralih pada mangkok mie ayam yang terisi penuh.
"Tenang aja, Lena sama Luna pasti udah ngurus semuanya. Santai aja" Mas Indra mengeluarkan sebatang rokok dari tempatnya, menyodorkan ke arah Leon.
Ya, merokok merupakan alternatif yang tepat untuk menghilangkan stress.
Kedua lelaki tampan itu menghembuskan asap rokoknya membentuk bulat bulat berhuruf O. Keduanya berpikir keras.
"Aku beneran gak nyangka sih kalo Fajar gitu. Aku kira Lena bote-bote cerita tentang Fajar. Secara, mereka nikah kan udah lama." cerocos Mas Indra.
Leon hanya menghembuskan asap terakhir dari rokoknya, matanya memandang mie ayam yang sudah mulai membengkak.
~~~
Tengah malam, Leon masih senantiasa menunggu Liana. Lelaki itu menggenggam jemari lentik wanita itu, menciuminya. Matanya masih terasa segar, tak ada tanda-tanda kantuk menyerang.
Laptop berlogo buah itu sudah menemaninya sejak malam tadi. Dia harus menyiapkan bahan untuk mengajar besok. Profesinya sebagai seorang guru Matematika di sebuah SMA swasta membuatnya di gandrungi kaum hawa terutama para pelajar.
Menyiapkan soal, mengetik dengan satu tangan. Sementara tangan yang lain, terpaut dengan Liana. Sangat merindukan ocehan wanita itu.
Sesekali menguap, menandakan bahwa dia harus segera mengistirahatkan tubuhnya. Masih dengan posisi yang sama, lelaki itu merebahkan kepalanya di depan jemari Liana, menatap jemari-jemari itu, sesekali menciuminya berharap wanita yang di cintainya akan segera membuka mata.
~~~
Adzan subuh berkumandang di smartphone yang benar-benar pintar itu guna membangunkan sang empu. Lelaki itu segera melangkah memasuki kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air dan memulai acara mandi.
Menggelar sajadah menghadap kiblat, dan memulai kemesraannya dengan sang pencipta. Berdoa, memohon agar Tuhan mendengar doanya. Mohon segera membangunkan Liana dari tidur panjangnya dan juga memohon untuk meminta hati Liana.
Leon mengecup kening Liana, kecupan itu menurun menuju kedua kelopak mata yang masih setia tertutup itu, kemudian pipi kanan dan kiri dan Leon menatap lama bibir yang pucat itu. Jika Liana sadar, tak akan dia biarkan Leon mencium bibirnya.
Cup,
Leon mengecup sekilas bibir pucat itu dan berbisik, "Leon pulang ya mbak, ada kelas. Ntar selesai ngajar, Leon kesini lagi."
Suara pintu ruangan terbuka dan tertutup lagi, menandakan Leon sudah keluar dari ruangan itu.
Lelaki itu tak tau bahwa Liana telah sadar saat dia sedang beribadah, mendengarkan semua doa adik angkatnya itu.
"Sungguh indah cintamu, Le"
Air mata wanita itu menetes. Entah rasa apa yang menjalar di dadanya, tapi dia terus meyakinkan diri bahwa Leon adalah adik nya. Bahwa Leon tak pantas bersanding dengan dirinya yang hina.
Jangan lupa vote.