Hai,, Terima kasih semua yang udah mau baca tulisan kedua aku. Jangan lupa vote dan komen ya biar aku semangat lagi.
Salam dari si tampan Leon buat para pembaca πππ
.
.
.
.
.
Sudah lima hari lamanya Liana di rawat di rumah sakit dan wanita itu sudah tak separah saat pertama. Sekarang Liana telah di pindahkan ke ruang rawat vvip. Yang tentunya di sponsori oleh Leon.
Selama berhari-hari itu pula, Leon selalu menemani Liana setiap malam tanpa lelah. Sungguh bucin.
Berbeda dengan hari ini, hari sabtu. Leon merasa tak bersemangat menemani Liana saat Luna menelponnya tadi bahwa Abimanyu datang menengok Liana, tentu Leon cemburu, tapi dia sadar diri.
Walaupun begitu, tetap hal itu tak menyurutkan niat Leon untuk tetap mengunjungi Liana sore ini. Akan dia tunjukkan bahwa Liana miliknya cepat atau lambat.
Suasana sunyi rumah sakit masih seperti biasanya, beberapa perawat terang-terangan menatap wajah rupawan Leon dengan seragam cokelatnya yang sudah tak rapi. Dua kancing atas kemejanya terbuka, memperlihatkan kaos putihnya. Baju yang sudah keluar dari tempatnya, serta rambutnya yang sedikit basah membuatnya semakin menggoda.
Ruangan yang dia tuju sudah di depan mata, tampak sedikit ramai dari biasanya karena ada Lena dan Luna juga di sana.
Pintu yg tidak tertutup rapat memperhatikan sesosok lelaki berperawakan gagah dengan rambut yang berwarna cokelat gelap sedang menyuapi wanita yang di cintainya.
Leon mendorong pintu, kemudian berdehem pelan agar semua orang tau bahwa dia datang. Liana menoleh ke arah pintu yang setengah terbuka dan menampilkan Leon yang tersenyum manis ke arahnya.
Tangan kanan Liana terulur di udara, senyumnya merekah melihat sosok pria itu. Leon menggapai uluran tangan Liana kemudian mendaratkan kecupan lembut di kening Liana. Semua itu di saksikan oleh manusia yang berada di dalam ruangan itu.
"Kok baru makan? Ini jam berapa hmm?" tanya Leon setelah sekilas melirik piring berisi bubur di tangan Abimanyu.
"Aku baru bangun loh dek" balas Liana.
Tatapan mata Leon beralih ke Abimanyu, mereka berdua saling bertatapan menciptakan suasana yg awkward.
"Abimanyu" sapa Leon.
"Leon" balas Abimanyu.
Luna dan Lena yang sedang duduk di sofa panjang menahan tawa mereka.
~~~
"Aku pulang dulu ya Li, besok pasti aku kesini lagi" pamit Abi.
"Gak perlu. Aku aja udah cukup buat Liana" balas Leon.
Liana meringis melihat kedua lelaki itu tadi kembali bertatapan.
Liana berdehem, "Ehmm, Mas makasih udah mau repot nengok ke sini loh"
"Buat kamu, aku rela terbang sejauh ini Li." Abi mencium punggung tangan Liana kemudian dia pamit pergi menyisakan Liana dan Leon diruangan itu berdua karena Lena dan Luna sudah pulang sedari ba'da maghrib tadi.
"Seneng?? Seneng di tengokin pujaan hati?" sindir Leon
"Apasih Le, jangan lebay deh"
"Lebay apa sih mbak? Lah itu pake cium-cium tangan segala. Jijik."
Liana terkekeh, "Jijik apa iri?" goda Liana.
Wajah Leon memerah, jengkel.
"Diem gak mbak, kalo gak mau diem ku cium sampek gak bisa napas. Mao?"
Liana tertawa ringan mendengar ancaman Leon. Selanjutnya, keduanya terlibat percakapan ringan tentang kabar ketiga anak Liana.
~~~
Suara dentuman musik yang keras membuat semua orang menganggukkan kepalanya. Dj tampan itu sangat mahir menjalankan profesi yang telah di gelutinya selama enam tahun ini. Rambutnya yang berwarna biru menyala di bagian ujung itu menambah pesonanya. Wajahnya yang tampan bak Dewa Ares itu menghipnotis semua wanita yang ada di sana. Bahkan wanita-wanita itu rela menyerahkan tubuhnya untuk Dj tampan itu. Sayang seribu sayang, Dj tampan itu tidak tertarik.
"Hebat. Like usually" ucap wanita berambut panjang dengan warna ombre itu.
Gadis di sebelahnya membalas "Iyalah, adiknya siapa dulu"
"Bangga benerr dirimu wahai Lena"
Kedua gadis yang sedang duduk di sofa ujung itupun kembali tertawa. Smartphone Lena bergetar di saku celananya. Lena mengernyitkan kening saat melihat siapa yang menelepon.
"Apa?"
"....."
"Gilak ya?! Heh, enggak enggak"
"....."
"Ntar aku yang kena marah begok!"
Lena memutuskan panggilan sepihak. Gadis itu mendenguskan napasnya kasar. Kesal!
Beberapa saat kemudian
Seorang wanita dengan kaos ketat menampilkan lekuk tubuhnya serta hotpants yang memperlihatkan paha mulusnya itu berjalan santai memasuki Club Knock-out, outernya yang panjang hingga lutut berkibar pelan mengiringi jalannya.
Rambutnya yang terurai panjang menambah nilai kecantikannya.
Wanita itu langsung mendaratkan bokongnya ke arah sofa yang membuat wanita di sana kaget. Dialah Liana, wanita yang baru saja tadi siang keluar dari rumah sakit. Liana menghampiri Lena di Club, karena bosan melanda ketika di rumah seorang diri. Orangtuanya pergi berlibur bersama ketiga anaknya, dan jangan lupakan dua pembantu juga ikut serta liburan.
"Gilak gilak gilak!! Aku gak ikut-ikut kalok dia marah" dagu Lena terangkat ke arah adik lelakinya yang masih asik mendentumkan musik di atas sana.
Mata Liana mengikuti arah pandang Lena, lelaki yang berstatus adik angkatnya itu terus mengejarnya, membuat Liana menahan senyumnya.
"Dia gak bisa marah ke aku. Tenang aja"
Teman Lena, Vivi, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ya, Vivi tau mengenai Leon yang tergila-gila dengan Liana. Leon yang bucin.
Sloki ketiga telah masuk ke dalam perut Liana, Minuman bermerk Brendy itu sangat enak menurut Liana. Tenang, satu botol belum bisa membuat wanita cantik itu mabuk. Kadang, Liana hanya membutuhkan minuman agar dia tidak terlalu memikirkan hidupnya yang malang bersama Fajar. Fajar? Bagaimana kabarnya sekarang?
Liana, Lena serta Vivi menuju ke lantai dansa. Ketiga wanita itu menggoyangkan tubuh mereka mengikuti alunan musik yang di hantar oleh Dj Leon yang tampan.
Di atas sana pun, Leon menganggukkan kepalanya, menggoyangkan kakinya. Pandangan matanya terhenti saat melihat ketiga wanita sedang berjoget ria di bawah sana. Mata Leon berhenti di Liana, kakaknya itu berdansa ria dengan Lena. Dan yang lebih membuatnya panas adalah tatapan para lelaki ke arah tubuh Liana membuatnya sangat marah.
Leon memanggil Dafa di sebelahnya. Dafa adalah teman Leon yang berprofesi sebagai Dj juga saat malam. Leon mengisyaratkan untuk menggantikannya. Leon turun dari atas menuju lantai dansa membuat para wanita yang menyadarinya heboh. Tapi tidak untuk Liana Lena dan Vivi. Ketiga wanita itu masih asik dengan musik yang mengalun keras itu.
Pinggang Liana di raih oleh seorang lelaki yang membuatnya kaget, tidak untuk Lena karena Lena telah melihat wajah lelaki itu. Leon.
Liana di paksa menghadap ke arah Leon, lelaki itu memegang kedua bahu Liana.
"Kan masih sakit, ngapain kesini?" bisik Leon.
"Aku bete di rumah sih" Liana berteriak.
Leon menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum. Semua yang di lakukan Leon tak lepas dari pandangan mata gadis-gadis di sana. Patah hati? Oh tidak. Sebelum janur kuning melengkung masih ada kesempatan.
Leon menggenggam jemari Liana membawanya ke arah bar. Liana dan Leon pun mendaratkan bokong mereka di kursi itu. Bartender pria bernama Jefry itu pun menghampiri.
"Red wine"
Bartender itu menaruh dua gelas kemudian menuangkan red wine ke dalam gelas kecil yang kosong itu.
Liana dan Leon menyentuhkan gelas mereka, Liana segera menenggak habis minuman itu.
"Jangan terlalu banyak, ntar mabuk" ucap Leon.
"Besok gak ngajar? Kok tampil?" tanya Liana.
Leon hanya menganggukkan kepalanya dua kali kemudian menenggak perlahan minuman itu. Liana memperhatikan bagaimana bibir Leon menyentuh gelas itu, jakun lelakinya naik turun perlahan membuat Liana menelan salivanya sendiri. Entahlah, pikiran Liana sangat susah di kendalikan sekarang.
Semenjak Liana mendengar doa Leon dirumah sakit, Liana sering memikirkan adegan yang tidak-tidak dengan Leon. Seperti sekarang ini, Liana memikirkan bagaiman jika bibir Leon melumat bibirnya. Bagaimana jemari Leon yang besar itu menjamah tubuhnya. Memikirkannya saja sudah membuatnya basah.
Liana memegang kepalanya yang pusing akibat memikirkan yang iya iya.
"Mbak?"
Leon berdiri menghampiri Liana agar lebih dekat, mengusap kepala wanita itu. Liana yang mencium aroma maskulin dan pomade LeonΒ segera memejamkan matanya. Liana tidak bisa berdekatan begini terus.
Liana mendorong pelan tubuh Leon, kemudian berjalan ke arah pintu. Menaiki mobil audinya dan bergegas membelah jalanan malam yang lumayan sepi.
Liana memberhentikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi, dia mengambil minuman bersoda di dalam plastik putih di kursi penumpang. Liana keluar dan duduk di atas kap mobil. Memandang langit malam yang semakin banyak. Memikirkan bagaimana nasib Fajar. Memikirkan bagaimana pandangan orang kepadanya tentang status jandanya nanti.
Leon yang melihat mobil Liana dari kejauhan, segera menghentikan mobilnya dan berjalan cepat ke arah Liana. Wanita itu selalu membuat Leon se-bucin ini.
Leon melihat Liana sedang menghadap langit sambil sesekali mendesah pelan. Lelaki itu ikut duduk di samping Liana, di atas kap mobil. Liana tidak terkejut, dia tau Leon pasti akan menyusulnya.
"Kenapa?" Leon membuka suara, tak tahan dengan keheningan ini.
Liana hanya melirik Leon sekilas, jemari Liana menghampiri jemari Leon dan bertautan di atas paha Leon yang tertutup celana jeans hitam. Liana menjatuhkan kepalanya di bahu lebar Leon.
Lelaki itu salah tingkah, entah kenapa. Tapi Leon memberanikan diri merangkul bahu Liana sesekali mengelus rambut kakaknya itu.
"Aku tak tau jika hidup sesulit ini. Kenapa Tuhan mempertemukan aku sama Fajar?!"
"Karena setelah di pertemukan dengan kesalahan, Tuhan akan mempertemukan kita dengan yang benar. Jadi, sabar ya mbak"
"Siapa? Kamu atau Abi?"
Leon terkesiap dengan pertanyaan Liana, "Maksudnya?"
"Abi mencintaiku. Dan kamu?"
"Cintaku lebih dari Abi, mbak. Aku cuma mau kamu. Aku gak bakal nikah kalo gak sama kamu mbak. Mengerti?"
"Itu namanya pemaksaan."
Leon mengangkat kepala Liana dari bahunya, membawa wajah Liana ke arahnya.
"Nanti, temukan jawabannya di sini," Leon menunjuk ke arah hati Liana, "Temukan siapa yang paling tulus, siapa yang paling mencintai," jemari Leon menyisir rambut Liana, "Temukan siapa yang paling bisa membuatmu bahagia."
Jemari Leon mengangkat dagu Liana, mengecup bibir itu sekilas.
"Pasti namaku yang akan disana. Kamu akan merasakan setiap cintaku, Liana. Akan ku pastikan."
Leon mencium lagi bibir manis Liana, tangannya menekan tengkuk Liana untuk memperdalam lumatan mereka. Liana hanyut, kedua tangannya menggenggam baju Leon.
Ciuman mesra mereka di saksikan oleh bulan yang bersinar terang dan bintang yang berkerlip dengan cahayanya. Apakah akan happy ending?
Hanya author yang tau.
Jangan lupa vote.