Sementara Kinan larut dalam kesedihan, Aisyah hanya berdiri saja di sisinya. Tak lupa kaca mata hitam, dan masker yang menutupi wajah mereka.
Aisyah melempar pandangan ke sekeliling makam. Dan tak dinyana, ia seperti melihat sosok Maya. Sang polwan pun mencoba menatap lebih teliti lagi, sambil mengangkat kaca matanya sedikit.
"Tante Maya."
Mendengar nama itu, Kinan terlonjak. "Apa?"
Ia pun berdiri, dan melihat ke arah gerbang. Maya datang sendiri, ia membawa sebuah keranjang rotan, berukuran kecil, lalu berjalan ke arah timur.
"Jangan-jangan makam Mutiara di sini," ujar Aisyah antara yakin dan menebak.
"Mutiara itu gue," protes Kinan.
Aisyah tersentak, lalu tergelak, "Tumben loe yakin? Bukannya loe nggak mau mengakui siapa diri loe, sebelum mastiin dulu semuanya."
"Udah deh, Ai. Jangan goda gue."
Aisyah pun diam.
"Gue samperin ya," ucapnya kemudian, tapi langsung ditahan Kinan.
"Jangan."
"Kenapa?"
"Gue belum siap."
Support your favorite authors and translators in webnovel.com