webnovel

Melamar

Hampir sudah dua minggu Ahmad dan Buk Salehah menikmati segarnya udara di kampung, sehingga pada suatu hari dia bertanya kepada Emaknya,

"Emak, masih disinikah Latifah, sehat kah dia?" Tanya anak muda itu penasaran.

"Emak gak tau nak, semenjak kejadian lima tahun lalu, Emak gak pernah lagi ke rumahnya, tapi kabarnya si Ifah melanjutkan kuliahnya ke Fakultas Kedokteran yang berada di Kota Padang, Sumatera Barat, kenapa nak?" Jawab Buk Fatimah.

"Nggak ada Emak, saya kangen aja kepadanya, sudah lebih lima tahun kami tidak bertemu.

Dia belum menikah kan Emak," tanya Ahmad semakin penasaran.

"Belum, tapi menurut ceritanya ada orang kaya datang untuk melamarnya, akan tetapi dia tolak, katanya dia sedang menanti kedatangan seseorang sekalipun matahari akan terbit disebelah barat.

Namun dia akan tetap menunggu kedatangan kekasih yang amat dicintainya.

Wajah Ahmad kelihatan memerah menahan haru mendengar pernyataan dari Emaknya.

Keesokan harinya anak muda itu menghampiri Emaknya yang lagi berada di dapur dengan Buk Salehah,

" Emak, sudah hampir tiga minggu saya dan Buk Salehah berada disini, sementara perusahaan hanya saya titipkan kepada Manshur orang kepercayaan saya.

Jadi...Waswas rasanya kalau saya berlama-lama disini meninggalkan perusahaan dikendalikan orang lain, In Syaa Allah besok malam kami akan balik dulu ke Medan.

Tapi sebelum balik, saya ingin melamar Latifah untuk menjadi menantu Emak,"kata Ahmad mantap.

Mendengar pernyataannya itu, Buk Fatimah dan Buk Salehah hanya menganggukkan kepala.

Siang menjelang sore, Ahmad ditemani dua orang wanita paruh baya itu naik ke dalam mobil dan melaju ke rumah Latifah.

Sementara Ayahnya tinggal di rumah karena belum terlalu kuat untuk berjalan ditemani oleh seorang pembantu yang di gaji Ahmad untuk menjaga dan menemani ke dua orang tuanya.

Tak lama kemudian mobil innova itu pun berhenti di depan rumah mewah yang lima tahun lalu dia diusir dari situ.

Butuh waktu yang lama memang untuk menghapuskan kejadian itu dari dalam memorinya, akan tetapi demi bisa bertemu dengan orang yang dia cintai semua itu tidaklah menjadi halangan baginya.

"Tet...Tet...Tet,"bunyi klakson mobil milik Ahmad.

Pintu pagar pun segera dibuka oleh orang yang membimbingnya keluar dari rumah mewah itu karena paksaan dari majikannya, tapi dia sempat juga meneteskan air mata melihat nasib yang menimpa anak muda itu.

" Pak Anto..., "sapa Ahmad.

" Ahmad anaknya Buk Fatimah kah?"Tebaknya, seolah -olah tidak percaya dengan anak muda yang dia lihat.

"Ia Pak, saya Ahmad anaknya Buk Fatimah yang dulu kerja disini," jawab Ahmad.

"Subhanallah..., sudah sukses kamu sekarang ya?" sambut Pak Anto.

"Alhamdulillah Pak, oh ya Pak...Ifah ada di rumah?" Tanya Ahmad yang sepertinya sudah tidak sabar.

"Ada, silahkan masuk Mad," kata Pak Anto.

"Terimakasih Pak," Jawab Ahmad singkat.

Setelah memarkir mobil, ketiganya pun keluar dari dalam dan terus berjalan di pekarangan rumah yang luas dan mewah itu.

"Ning-nong...ning-nong...," bel berbunyi, sesaat kemudian datanglah seorang gadis cantik membukakan pintu, alangkah terkejutnya dia ketika melihat seorang anak muda tampan berdiri di depan pintu, anak muda yang sudah lama dinantikan kehadirannya.

Anak muda yang sangat dicintainya, mata gadis itu mulai berkaca-kaca, keringat dingin keluar dari wajahnya yang cantik.

"Ma...Ada tamu," panggilnya seolah-olah meminta bantuan agar meyakinkan bahwa dia bukanlah bermimpi, kemudian dia menundukkan kepalanya.

Sesaat kemudian datanglah Buk Marni, "Ahmad...Buk Fatimah, Ibu..., silahkan masuk Buk...!

Kedua wanita itupun masuk, sementara Ahmad masih berada di depan pintu bersama Latifah.

" Gimana kabarmu Ifah? Tanya Ahmad.

" Alhamdulillah, sehat "Jawab Latifah.

" Antum sendiri gimana kabarnya?"Lanjut Latifah.

"Alhamdulillah, sehat juga," jawab Ahmad.

"Sudah sekian lama kita berpisah, kenapa tidak sepucuk suratpun antum kirimkan, walaupun sekedar menanya kabar maupun keadaanku?" Tanya Ifah sambil memainkan ujung jilbabnya.

"Tidak pernah agak sekalipun engkau beritahu alamatmu wahai kekasihku...!

Anak muda itu memandang kekasihnya dengan penuh cinta.

" Kekasihku...Bukannya aku tak ingat akan kamu dengan tidak memberi kabar tentangku dan dimana tempat tinggalku.

Perjalananku tak semulus yang dibayangkan di Ibu Kota Sumatera Utara itu, namun keyakinanku penuh bahwa Allah SWT akan selalu menjagamu, di setiap sholat yang aku tunaikan kusertakan namamu di setiap munajatku,"sahut Ahmad.

Lalu kedua muda-mudi itu melangkah masuk ke dalam rumah disertai senyum bahagia.

"Apakah itu dirimu Ifah?" Tanya Ahmad sambil menunjuk ke sebuah poto yang tergantung di dinding berukuran "40 R,"ia jawab Latifah singkat.

"Alangkah cantiknya dikau memakai pakaian itu dengan mahkota yang berlambang PMI di atas kepala," kata Ahmad.

Latifah tersipu malu, kelihatan dari rona mukanya yang memerah, kemudian keduanya berjalan menuju ke ruang tamu.

Alangkah terkejutnya Ahmad melihat seorang laki-laki yang dulunya gagah dan rapi kini duduk di atas kursi roda, tangannya tidak bisa diangkat kan, mulutnya memencong dengan posisi kepala yang miring ke samping kanan, nampaknya dia terkena stroke berat, membuat anak muda itu sedih dan perihatin.

Ahmad langsung menuju dan mendekati Bapak tua itu, dia merunduk dan mencium tangan pria paruh baya itu, laki-laki tua itu tak sanggup menahan tangisnya mengenang kejadian 5 tahun lalu.

Ketika seorang pemuda datang ke rumahnya memohon cinta sejati darinya, dengan berharap, bermohon dan bersimpuh di kakinya, namun dengan kejam dia mengusirnya tanpa rasa kasihan dan perih kemanusiaan.

Sekarang anak muda itu tunduk bersimpuh merendahkan diri menciumi tangannya, tak kuasa orang tua itu menahan air matanya, dengan tangan gemetar dia membelai kepala anak muda yang bersandar di lututnya.

Air mata berurai membasahi pipinya yang sudah mulai kendor dan berlipat, sehingga membuat orang yang berada di sana terharu dan ikut menangis.

" Apa yang terjadi kepada Bapak, Buk? "Kok sampai begini keadaannya?"Tanya Ahmad sambil mengarahkan wajahnya ke Buk Marni.

"Setahun yang lalu, Bapak menjalin kerja sama dengan temannya untuk membuka sebuah jalan lintas yang tembus sampai ke Daerah Panyabungan, sudah banyak uang yang keluar, bahkan surat tanah pun sudah tergadai untuk membiayai proyek pembangunan jalan lintas itu, akan tetapi nasib tidak berpihak kepada kami, semua uang kami dibawanya kabur, sementara pekerjaan masih jauh dari yang di harapkan.

Bapak tidak Terima dengan kejadian itu, sehingga dia jatuh pingsan dan mengalami stroke sampai sekarang ini nak."

Sesaat suasana di rumah itu hening tak sedikitpun terdengar suara pembicaraan yang dituturkan.

"Begini Buk, Pak...Adapun tujuan saya dan Emak ke sini untuk menjalin hubungan yang lebih serius lagi dengan Ifah anak Ibu, saya ingin menjadi bagian dari keluarga Ibu, saya ingin meminang Ifah menjadi isteri saya Buk, "kata Ahmad dengan jelas.

" Gimana Ifah, kamu sudah dengar maksud dan tujuan nak Ahmad datang kemari, untuk mempersunting mu menjadi isterinya, bagaimana menurutmu nak,? "Tanya Buk Marni lembut.

Gadis cantik itu hanya tersenyum dalam diam, dan Buk Marni sudah tahu maksudnya, bahwa perempuan muda itu menyetujuinya.

Semua yang berada di situ membaca "Alhamdulillah, karena dalam Islam, diamnya gadis menunjukkan bahwa dia setuju, tetapi kalau setujunya janda harus langsung dinyatakannya.

" Tapi Buk acara walimatul 'urusynya In Syaa Allah dilaksanakan setelah saya kembali dari Medan, seminggu sebelum hari"H" nya saya akan suruh utusan untuk acara manulak sere, "kata Ahmad.

Manulak sere artinya adalah datang utusan dari keluarga pria 10-15 orang ke rumah wanita, dengan memberikan emas/hadiah.

" Gimana menurutmu Ifah?"Tanya Buk Marni sambil menatap ke arah putrinya yang sedari tadi menundukkan kepalanya.

"Gak apa Buk, saya menurut apa yang diucapkan bang Ahmad aja," jawab Latifah sambil memberikan senyumannya kepada pemuda itu.

Keduanya tersenyum dan saling bertatapan.

"Kalau begitu kami permisi dulu ya Buk...," hari sudah larut malam, "sebut Buk Fatimah sembari meminum air putih yang berada di hadapannya.

Ahmad dan ke dua wanita paruh baya itu minta izin untuk pulang ke rumah, disalaminya lelaki yang sudah tidak berdaya itu dengan berurai air mata, kemudian beralih ke Buk Marni.

" Ifah...Saya pulang dulu ya, jaga dirimu baik-baik,"kata Ahmad.

Kedua wanita dan anaknya itu naik ke mobil dan memutar arah pulang.

Malam itu setelah kepulangan Ahmad dari rumahnya, Ifah tak bisa tidur, sudah banyak cara dia buat agar kelopak matanya mau tertutup, mulai dari membaca, berbaring, namun matanya tak kunjung jua mau dipejamkan.

Pikirannya selalu kepada Ahmad, kekasihnya yang baru saja datang menghampirinya, diambilnya tape recordernya, dimasukkannya kaset penyanyi dangdut legendaris itu,

Malam ini ku tak dapat tidur wajahmu menggoda selalu....

Aku ingin memandang wajahmu agar reda rasa rinduku....

Aku pun begitu tak lelap tidurku, sebelum memandang wajahmu....

Malam ini ku tak dapat tidur sebelum memandang wajahmu, aku ingin memandang wajahmu agar reda rasa rinduku....

Mmm.... Wahai sayang tampakkan wajahmu jangan kau goda tidurku....

Mmm... Wahai sayang jangan kau malu tiada orang lain tau....

Aku malu pada sang rembulan, ku takut dia mengadu....

Malam ini ku tak dapat tidur, wajahmu menggoda selalu....

Aku ingin memandang wajahmu agar reda rasa rinduku....

Terkadang bibirnya bergerak-gerak mengikuti syair lagu itu, sambil dipandanginya wajah kekasihnya yang berada di dalam poto, sekali-kali jari jempolnya mengelus-elus poto kekasihnya itu, sehingga tanpa disadari dia tertidur dengan pulas nya.

Pagi itu sang mentari mulai menampakkan wujudnya, ayam berkokok bersahut-sahutan, ayam jantan mulai keluar dari kandangnya mencari dan mengais rezeki, begitupun ayam betina sudah berada di halaman sedang mengais-ngais tanah dengan cekernya beserta anak-anaknya.

Terlihatlah Ahmad bersama dengan Ibu angkatnya sudah berada di luar pintu sedang mengangkat kopernya menuju ke mobil.

"Buk, tolong jaga anak kita ya..., jangan biarkan dia bersedih ataupun merenung, karena saya perhatikan beberapa hari di rumah dia masih sering bermenung, " pinta Buk Fatimah kepada Buk Salehah.

Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil, Ahmad pun menemui Ayahnya, dia bersimpuh di kakinya,

"Ayah, saya kembali dulu ke Medan, jaga kesehatannya Ayah dan jaga juga Emak, jangan biarkan dia bersedih manakala saya tidak kembali lagi dalam waktu yang lama ke kampung....

Anak mudah itu pun menghadiahkan Ayahnya sebuah senyuman yang sangat tulus.

Pria paruh baya itu menyambut senyuman yang diberikan anaknya dengan belaian di kepala Ahmad, keduanya sama-sama meneteskan air mata.

Kemudian Ahmad berdiri dan bersimpuh di kaki Emaknya, wanita paruh baya itupun membimbing agar anaknya berdiri, ditariknya anak semata wayangnya itu ke pelukannya, dihujaninya dengan ciuman di kening, kepala dan wajah anak muda itu sambil berurai air mata.

" Emak, jangan pernah bersedih lagi ya, jangan pernah merasa berduka, jangan merasa putus asa dalam kehidupan ini, doakan selalu anakmu ini berbahagia walaupun tidak di alam ini, mungkin di alam yang lain, "kata Ahmad sambil mengusap air mata yang terus menetes di pipi wanita tua itu.

Akan tetapi tidak sedikitpun Buk Fatimah memahami pernyataan yang disebut anaknya itu, karena keduanya larut dalam kesedihan.

Kembali dipeluknya erat tubuh anaknya seolah-olah tidak rela melepaskan anaknya itu pergi jauh dari pelupuk matanya.

Kemudian perlahan wanita paruh baya itu melepaskan pelukannya.

Ahmad membalikkan badannya, berjalan untuk memasuki mobil.

" Ahmad..., panggil wanita itu,

"Hati-hati di jalan ya nak....

Anak muda itu menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam mobil menyusul Buk Salehah yang sudah sedari tadi berada di dalam mobil.

Kemudian dia hidupkan mesin mobilnya dan memutar arah sambil melambaikan tangannya, wanita tua itu tak sanggup menahan air mata melepas kepergian anaknya.

Mobil hitam itupun melaju dengan perlahan meninggalkan kampung halamannya.

        🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫

Next chapter