webnovel

11

Naru memandangi langit lamat-lamat seolah dia tengah memperhatikan sesuatu di atas sana sementara siang ini di kafetaria tidak sesesak seperti biasa. Beberapa anak sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, bidang olahraga, mengurus kejuruan, upacara minum teh bagi anak-anak perempuan, kelas menjahit, dan lain sebagainya.

Dan kafetaria lebih didominasi oleh anak laki-laki yang baru saja latihan basket, panahan, sepak bola, sehingga aroma keringat lebih mendominasi, kalau sudah begini, anak perempuan jarang ada yang berani masuk, mereka pasti memutuskan untuk duduk-duduk di taman sambil makan roti isi dan susu kotak dari mesin otomatis, udara segar lebih menyenangkan ketimbang mencium bau tidak sedap—sebenarnya ada kafetaria dikhususkan bagi anak perempuan di gedung barat, hanya saja masih dalam tahap renovasi mengingat sekitar seminggu lalu hancur karena sesuatu yang tak banyak orang mengerti.

Mungkinkah ada Alien?

Kata seorang siswi, yang barangkali kebanyakan dari mereka terkontaminasi oleh bacaan bertema ilmiah.

Selesai mengaduk makanannya tak berminat, Kiba muncul tiba-tiba seperti biasa, Naru memandangi pemuda itu duduk di kursi depannya. "Kau kenal adik Neji?" tanyanya, setelah dia berhasil melepas bungkus plastik pada sedotan. "Apa kau pikir dia cantik? Tipe-tipe nona besar yang manja," Kiba menyambung, mulai mengajaknya bergosip ria, dan itu tugas anak perempuan, seharusnya begitu.

Well, dia tidak harusnya menanggapi ocehan Kiba, bukan? Naru memilih diam, dengan pada akhirnya benar-benar enggan untuk menyantap daging olahan yang lezat dari kafetaria. "Tidak asyik, Neji terus berada di sekitarnya, seolah memastikan adiknya tetap aman, tak kukira dia tipe kakak yang protektif. Omong-omong, apakah kakakmu juga seperti itu?"

"Aku anak tunggal, Kiba!"

"Oh iya, maaf," Kiba merasa menyesal.

"Lalu, dengan kakakmu?"

Kiba mencoba mengingat keadaan di rumahnya—mengingat tentang saudari-saudarinya. "Kupikir, ya, mereka sejenis diktator," Naru menaikkan alisnya. "Eh, ayolah, kakak perempuan dan kakak laki-laki itu berbeda," ungkap Kiba, dalam suatu penilaian pribadinya.

"Maka dari itu kau aneh melihat Neji?"

Kiba mengetuk nampan makannya dengan sumpit, memikirkan sesuatu. "Kau tahu selama ini kalau dia itu malas didekati oleh gadis-gadis. Ya, kau bisa menganggapnya seperti itu, agak sedikit tidak percaya kalau dia juga punya sikap peduli."

"Itulah yang namanya saudara, berikanlah pengecualian sedikit. Maklum saja kau menganggapnya aneh, karena status saudarimu tidak pernah peduli padamu."

Kiba merengut. "Kau pikir aku akan senang dilindungi oleh cewek?"

"Seorang adik memang harus dilindungi, memang kau ingin sebaliknya? Melindungi kakakmu?"

"Mereka bahkan terlalu garang, aku yakin tidak ada satu pun laki-laki di dunia ini yang berani mendekati mereka, apalagi sampai melukai mereka."

"Kupikir begitu."

Berselang beberapa menit, pandangan Kiba berfokus pada dua saudara yang masuk ke kafetaria. "Lihat itu, mereka muncul," Kiba menusuk punggung tangan Naruto dengan sumpitnya, berharap laki-laki itu mau melihat ke arah di mana dua Hyuuga tampak menjadi pusat perhatian. Oh ayolah, Hinata Hyuuga sejenis perempuan paling cantik, dan dia sangat anggun, tidak berisik, tipe yang mungkin disukai oleh pemuda-pemuda yang rela menjadi budak daripada unggul dalam permainan. "Rambut mereka sama-sama panjang, wajah mereka mirip, kau tidak berpikir mereka kembar?"

"Mereka hanya kakak dan adik, tanggal lahir mereka saja berbeda."

Naru memutuskan untuk mengabaikan kemudian, kembali pada makanannya, ia bahkan terlalu muak memandangi wajah Hinata. Lebih baik dia menghabiskan semua daging olahan yang diberikan oleh juru masak, lalu keluar dari kafetaria.

Bukankah banyak yang harus dilakukannya?

Semisalnya festival yang sebentar lagi akan berlangsung. Memasukkan daftar buku yang harus diisi ke perpustakaan besar mereka.

Satu lagi tugas pribadinya menyangkut makan malam bersama kedua orangtuanya nanti malam, setelah sebulan mereka tidak bertemu. Sepulang sekolah dia harus mampir untuk mengambil jas baru rancangan desainer di pusat perbelanjaan seperti Ginza.

Oh sial, jadwal hari ini lumayan padat sampai malam. Padahal dia ingin bertemu seseorang, mampir ke suatu tempat sepulang sekolah, kalau bisa sampai tengah malam. Ia butuh tempat untuk sekadar minum kopi pahit dan keluar dari kebisingan kota ini.

Naru segera menarik ponselnya dari saku jas almamater, dan mengirim pesan ke seseorang nan jauh di sana. "Maaf, aku membatalkan janji tiba-tiba, karena ibu dan ayahku telah kembali dari perjalanan."

Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan power stone pada cerita ini, Saranghae ♥♥♥

BukiNyancreators' thoughts
Next chapter