webnovel

Keseharian

Ketika waktu telah menunjukkan pukul tujuh tepat, sarapan dan waktu istirahat pertama dimulai. Kurt biasanya telah menyiapkan sarapan sederhana untuk mereka berdua. Dari pukul delapan sampai sebelas, Wander akan melakukan pekerjaan rumah.

Pekerjaan sehari-hari dalam wisma merupakan latihan fisik dan tantangan terbesar, jika bukannya mustahil, bagi seorang anak berumur 8 tahun. Wisma itu sungguh terlalu besar untuk ia bersihkan atau rawat sendirian. Dari ruang utama sejak pintu masuk, ada enam belas kamar tidur, dua dapur di tiap sayap, tiga kamar mandi besar, dua ruang belajar masing-masing berhubungan dengan sebuah kamar berisi lemari-lemari buku, dan sebuah gudang berdebu nan luas.

Baru di hari pertama, punggung, leher, tangan, kaki, dan pinggangnya sudah berdenyut-denyut sakit. Ia minum air seperti ikan karena keringatnya terus bercucuran. Meski ia masih sibuk membersihkan ruang utama, jam sudah menunjukkan pukul sebelas.

Ketika ia tidak muncul ke ruang makan lima menit kemudian, Gurunya mendatanginya dan berbicara dengan tegas, "Kalau saatnya makan, kamu harus makan."

"Tapi Guru, aku bahkan belum selesai," Protesnya dengan lemah meskipun ia sadar bahwa ditambah satu jam lagipun ia tidak akan selesai. Ruang Utama itu begitu besar untuk dibersihkan sambil terus memerhatikan napas, dengan badan yang sudah lelah oleh latihan berat sedari pagi.

Kurt tidak memberi toleransi, "Kalau saatnya kamu makan, makanlah! Saatnya bekerja, kamu kerja!"

Wander hanya bisa menurut.

Masakan Kurt enak sekali, hingga Wander makan dengan begitu lahap. Lupa akan pegal dan sakit untuk sementara waktu.

Kurt juga tampak puas melihat Wander tidak pilih-pilih, dan ia mendesak muridnya untuk makan lebih banyak, atau "Kamu tidak akan tumbuh besar kalau kamu hanya makan sedikit!" atau "Ikan ini begitu enak. Makanlah lebih banyak lagi." Demikian perhatian yang diberikan Gurunya.

Setelah makan siang yang nikmat, lalu mencuci piring, pekerjaan rumah diteruskan sampai pukul tiga sore. Ketika baru selesai dengan kegiatan ini di hari pertama, Wander sudah menyadari bahwa ia tidak akan mampu membersihkan wisma itu sendirian, ataupun mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lainnya kalau hanya membersihkan.

Ketika ia terheran-heran dengan kenyataan bahwa di wisma sebesar ini hanya ada mereka berdua, Kurt menjawab, "Ini adalah latihanmu. Kalau kamu tidak bisa membersihkan semuanya sekarang, bersihkan dulu yang kamu bisa. Kelak, saat kamu sudah berkembang, kamu akan mampu membersihkan lebih banyak. Cukup kerjakan apa yang paling penting dulu. Sekarang saatnya mandi."

Lalu mereka akan kembali berendam dalam bak mandi, melakukan meditasi unik itu.

Wander merasakan setelah tiga hari berturut-turut bahwa meskipun jenis mandi yang dialaminya itu acak, Gurunya sepertinya selalu yakin dan menyimpan suatu rahasia yang tidak ia ceritakan. Hasil dari latihan sambil berendam itu adalah kesegaran yang mengagumkan, dan hilangnya sebagian keletihan dan ketegangannya. Melalui tangan mereka yang saling menempel, sebuah aliran tenaga yang tak bisa diungkapkan sepertinya membuat lintasan antara tubuhnya dengan Gurunya. Ia akan merasa hangat meski ia berendam dalam air dingin, atau demikian pula ia merasa sejuk meski berendam dalam air hangat. Ketika latihan ini berakhir air di kedua bak sudah berada dalam suhu yang sama. Jika Wander berendam dalam bak obat, sesi akan berakhir dengan anehnya air di bak Kurt juga berwarna gelap.

Wander begitu keheranan dengan apa yang terjadi, ia bertanya, "Apa yang terjadi, Guru? Aku merasakan energi… dan mengapa air itu berubah?"

Tapi karena Gurunya tidak menjawab, Wander tidak berani bertanya lagi. Gurunya juga tampak senang bahwa Wander bisa belajar mengendalikan keingin-tahuannya.

"Suatu hari, Wuan. Suatu hari nanti akan Guru beri tahu," Gurunya berkata sambil menepuk punggung muridnya.

Seusai mandi sore, waktunya tiba untuk belajar sampai pukul setengah enam. Karena Wander sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung dengan baik, Kurt mengajarinya sejarah, legenda, dan pelajaran-pelajaran dasar lainnya. Wander belajar dengan tekun dan antusias, terus memberondong Gurunya dengan pertanyaan-pertanyaan. Hal itu membuat Gurunya senang.

Setelah belajar, baik Guru dan Murid berlatih kembali di kebun, lalu mandi untuk ketiga kalinya.

Makan malam menyusul, dan hari berakhir dengan sesi semadi dan pijatan sebelum tidur. Seharian penuh, termasuk saat tidur, Wander harus menyadari napasnya dan terus membayangkan gambaran bunga cahaya keluar masuk tubuhnya.

Pada awalnya, Kurt tinggal di Kamar Wander dan terus mengawasinya selama tidur. Kurt mengajarkan posisi tidur khusus pada anak itu, dan kalau ia tertidur terlalu pulas, Kurt akan menusukkan sebatang ranting dan membangunkannya. Pada awalnya usaha menyadari napas ketika sedang tidur itu begitu sulit hingga Wander hampir menyerah. Jika terlalu gigih ia tak bisa tidur, jika ia terlalu lekang ia malah tertidur pulas. Tapi setelah melalui berbagai kesulitan, akhirnya tubuh dan pikiran Wander terbiasa juga dengan metode ini. Diperlukan waktu satu bulan sebelum ia bisa tidur tanpa harus diawasi oleh Gurunya.

Demikian juga dengan napas. Jika ia terlalu sibuk dengan pikiran atau pekerjaannya maka ia tidak akan menyadari napasnya, jika terlalu memperhatikannya, maka ia tidak bisa bekerja… sampai suatu hari ia menemukan bahwa kesadarannya itu mulai ia bisa bagi menjadi dua. Yang satu yang terus mengawasi napas, sedangkan yang satu bisa melanjutkan pekerjaannya. Tapi memerlukan latihan yang sangat berat untuk mendapatkan hal ini.

Kurt adalah Guru yang keras dan disiplin. Beliau mengharapkan kerja keras sebagai sesuatu yang normal dan kerendahan hati terus menerus sebagai kewajiban. Ia terus mengawasi Wander dengan ketat dan bahkan ia bisa tahu dari jauh kalau Wander melupakan napasnya. Ia akan datang dengan sebatang ranting kayu dan menoel bahu Wander dengan lembut, tapi bagi Wander rasanya bagai disengat listrik! Sengatan itu membantu sekali kalau Wander sedang ngantuk atau sedang bosan atau jenuh. Tetapi untuk sebagian besar waktunya, ia berhasil menghindari sengatan ranting itu.

Meskipun demikian, Kurt bukanlah Guru yang tidak memiliki pengertian. Ia memiliki tujuan di balik setiap latihan yang ia lakukan. Sebagai contoh: menugaskan seorang anak berumur 8 tahun untuk membersihkan rumah yang begitu besar dan luas, juga pekerjaan rumah lainnya. Ia sengaja memberikan tugas yang mustahil sebagai sebuah patokan untuk melatih tekad dan kemampuan fisik Wander, juga kemampuannya memutuskan dan mengatur pekerjaan. Kenyataan bahwa Wander menghabiskan hari pertama hanya membersihkan dan mengepel, tapi tidak mencuci atau membuang sampah menciptakan masalah. Akan tetapi sejak hari ketiga, muridnya tampaknya sudah tahu apa yang harus ia lakukan berikutnya untuk mencegah kurangnya baju yang kotor, kebersihan dapur atau meja makan yang berantakan, atau kamar kecil yang tidak bersih.

Selama seminggu penuh, Kurt lebih banyak diam mengenai masalah rumah. Ia tidak pernah marah atau terusik dengan menumpuknya debu di lantai atau jendela yang kotor, ia hanya memberikan beberapa saran halus seperti, "Sudahkah kau mencuci baju kebunku yang hijau?" atau, "Aku pikir sudah saatnya dapur dibersihkan. Siram dengan air panas dulu lalu gosok dengan bersih sudah cukup," atau "Jendelanya agak berdebu ya?" dan Wander akan segera tahu apa yang diinginkan Gurunya serta yang mana yang lebih penting dikerjakan segera.

Sementara debu di wisma mulai menumpuk, tapi Wander semakin peka akan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih penting dibanding membersihkan bagian-bagian pelosok wisma apalagi hiasannya, lampu hias, lukisan dan pigura, maupun peralatan peraknya. Ia mulai menyadari betapa hidup mewah pun tidak berguna jika tidak mampu mengurusnya. Malah akan membebani. Tapi ia selalu merasa bersalah dan risih ketika melihat lemari buku dan isinya yang berdebu ketika belajar.

Sementara, Kurt sendiri memperhatikan perkembangan Wander dengan saksama. Ia mengagumi muridnya karena meski sangat cerdas, namun Wander tidak pernah mempertanyakan metode dan maksud latihannya melebihi batas. Keyakinannya akan Kurt sangatlah mencengangkan. Di luar dugaannya sendiri, Kurt pun meyakini sifat dan keteguhan Wander laksana sahabat paling akrabnya sendiri.

Dasar segala perkembangan

adalah kemampuan menaksir daya sendiri

lalu kemampuan eling dan merasakan

diikuti kemampuan mengolah dan bertindak

ditutup dengan kemampuan belajar dan menghayati

Jadeteacupcreators' thoughts
Next chapter