webnovel

Pelarian Michael & Alice

DEAD ZONE

                 Zombie Crisis

                   -Chapter V-

Malam yang kelam berselimut awan tebal nan hitam. Keindahan bulan purnama seakan menjadi sirna karena kepulan awan hitam pekat yang menghias di tengah gemerlapnya cahaya bintang yang bertebaran di angsaka.

Disebuah benteng pertahanan yang telah di jaga oleh dua penjaga bersenjatakan senapan serbu, disinilah aku yang meminta agar rekanku tidak melakukan sebuah perlawanan dengan pistolnya.

Aku berjalan dengan mengendap-endap, berharap tidak menimbulkan sedikit pun suara yang telah ditimbulkan oleh langkah kakiku. Sesekali aku merapat pada dinding diluar gedung untuk menginhari rekaman dari CCTV yang tengah mengawasi daerah sekitar.

Setelah aku berhasil melumpuhkan salah seorang penjaga pada salah satu pos penjagaan, kini aku harus menghadapi dua penjaga yang tengah berdiri di hadapanku, tepatnya berada sebuah gerbang perbatasan yang terletak di ujung selatan.

Dengan sebuah seragam hitam berlambangkan kepala serigala pada lengan sebelah kiriku, aku berusaha untuk menyamar menjadi salah satu dari personil musuhku, dengan harapan aku dapat melancarkan semua aksi brutalku.

Salah seorang penjaga cukup mengamati di setiap pergerakanku, sepertinya ia telah mencurigai sesuatu dariku hingga pada akhirnya ia pun mulai berjalan untuk menghampiri diriku yang tengah berdiri di depan pos pemantau.

"Hey, kau!" serunya dengan jari telunjuk yang mengarah padaku seraya ia melangkah maju untuk menghampiriku.

Sesaat setelah ia berhadapan denganku, pria itu mencoba untuk mengajukan berapa pertanyaan kepadaku, namun diriku sempat menjawabnya tanpa rasa ragu sehingga ia pun percaya bahwa aku adalah anggota baru yang telah ditugaskan untuk berjaga di dalam post. Namun ia tidak tahu bahwa sebenarnya penjaga yang asli telah aku tumbangkangkan tanpa perlawanan sebelum ia mendekatiku.

Dengan sebelah tangan yang masih menggengam rapat sebilah pisau pada balik punggungku, aku tetap berusaha untuk bersikap ramah kepada seseorang yang tengah berada di hadapanku. Setelah kami melakukan perbincangan, ada kalanya ia yang kini harus membalikan tubuh dan beranjak pergi meninggalkanku. Tak ingin kehilangan kesempatan, sesaat setelah ia berpaling dariku, disanalah aku yang kini tengah berusaha untuk melancarkan aksiku.

Berada tepat di belakang tubuhnya, dengan cepat aku segera menbekap mulutnya diikuti oleh sebelah tangan yang menggorok lehernya.

"Uhm...! Euhm!

*SREEAACK!

Untuk beberapa saat pria itu mencoba untuk merontah hingga pada akhirnya aku pun terpaksa menancapkan ujung lancip pisauku pada tenggorokannya.

*Jleeb!

"Kleeg, Kleeg! Kleegg!" ucapnya dengan jari telunjuk yang mengarah pada wajahku.

Pria itu segera ambruk dengan pisau yang masih tertanjap pada lehernya.

Tak puas dengan aksi keji yang telah aku lakukan, kini aku mulai menginjakan kakiku pada ujung pegangan pisauku tersebut.

*Sleeeb..!

Sscara perlahan ujung lancip tersebut mulai menembus tenggorokannya lebih dalam dan darahnya pun semakin deras keluar dari lehernya layaknya air mancur pada taman berbunga.

Seorang penjaga yang tengah berada di dekat pintu gerbang segera mengetahui aksiku. Namun sebelum ia berhasil menarik pelatuk pada senapan serbunya untuk menembakku, dengan cepat Alice melemparkan sebilah pisau yang kian melesat dan berhasil mendarat pada mata kiri pria tersebut. Alhasil dua penjaga pun kini telah berhasil kami lumpuhkan tanpa sebuah perlawanan meskipun itu terkesan cukup kejam.

"Dasar ceroboh! Hampir saja kau tertembak." sembarinya kepadaku dengan ulasan kata-katanya yang cukup pedas pada telingaku.

"Hey, ayolah... Anggap saja ini sebuah latihan militer, kapan lagi kita bisa membunuh orang jika bukan di New Castile."

"Kau sudah gila!" kata Alice dengan sesikit geengan pada kepalanya.

Setelah kami berhasil melumpuhkan kedua penjaga gerbang, Alice segera menaiki sebuah truck kontainer yang berada tak jauh dari pos penjagaan.

Dan kini kami pun telah berhasil meloloskan diri dari benteng pertahanan WolfHunter.

Ditengah gelapnya malam yang tak berbintang, suasana sepi nan sunyi seakan terasa mencekam diiringi oleh hembusan angin dingin yang mampu menusuk tulang. Dari balik hamparan udara, telihatlah burung gagak yang berterbangan di tengah hamparan udara malam.

Dengan kedua tangan yang masih menggengam rapat pada steer pengemudi, Alice hendaklah mengendarai sebuah truck kontainer dengan kecepatan 75 Km/jam.

Reruntuhan gedung tampak terlihat menghias di setiap sudut mata memandang, diikuti oleh beberapa mobil yang tampak hancur tak berbentuk dengan kobaran api yang gejolak sangat kuat.

Beberapa zombie tampak terlihat berjalan di pinggiran dengan wajah-wajah yang kelaparan dan haus akan darah segar.

"Mich, kita tidak mungkin kembali ke markas hanya dengan tangan kosong. Entah bagaimana aku harus memberikan laporanku kepada Helen setelah kita sampai di sana saat fajar nanti." ucap Alice dengan nada berat, seakan ia kecewa dengan dirinya.

"Kita bisa katakan hal yang sebenarnya tentang peristiwa yang telah menimpah diri kita, aku yakin Helen pasti akan mengerti."

"Maksudku, banyak orang yang sedang mengalami demam, flu, dan sakit kepala. Teruma pada

anak-anak... Aku kasihan pada mereka semua."

Perlahan aku mencoba umtuk menyentuh bahu kirinya seraya kuberkata, "Ada saatnya bagi kita yang mengalami kegagalan, ada saatnya pula bagi kita yang dapat memenangkan suatu peristiwa tanpa harus membawa bekal untuk di jadikan sebuah hadiah. Alice, semua ini bukanlah salahmu... Kau tidak perlu bersedih karena hal itu, aku yakin semua pasti akan ada jalan keluarnya." ujarku kepadanya.

"Ya, aku dapat memahami maksudmu Mich, tapi setidaknya kita harus menjalankan misi berikutnya hingga waktunya tiba."

"Sebaiknya kita harus segera bergegas karena fajar hampir tiba."

"Aku mengerti."

-Bersambung-

Next chapter