DEAD ZONE
Zombie Crisis
Keindahan setelah meraih sebuah kemenangan bukanlah seperti apa yang tengah aku bayangkan. Bahkan aku sama sekali tidak menyangkah bahwa diriku harus menjalankan misi yang telah aku anggap di luar nalar manusia semenjak kedatanganku di kota New Castile.
Berawal dari sebuah penculikan yang secara sengaja telah dilakukan oleh rekan sesama anggota kepolisian Dunhill atas nama presiden AS, diikuti oleh perkelahian di dalam gereja Santa Maria bersama makhluk bersenjatakan kapak. Dan selebihnya, aku harus berjumpa dengan Helen berserta anggotanya untuk bertempur bersama.
Jika aku harus memutar balik semua kejadian yang telah menimpah diriku, seakan aku tak habis pikir bahwa aku masih dapat bernafas hingga saat ini.
Ditengah perjalanan panjang setelah kami berhasil menyelesaikan misi pelarian dari benteng pertahanan WolfHunter, sebuah peristiwa baru tampak menghalangi aku dan Alice pada saat melintasi rute perjalanan menuju ke markas Mercenery.
Sesosok pria berompikan anti-peluru yang tampak membalut tubuhnya tengah mengawasi sebuah truck kontainer dari salah satu gedung yang terdapat pada perbatasan wilayah musuh.
Dengan acungan senapan laras panjang berjeniskan sniper, ia tampak terlihat fokus membidikan senjatanya melalui salah satu jendela dari dalam kamar perhotelan.
Hanya dalam hitungan detik pria itu mulai menarik pelatuk senjatanya dalam rangka menembak Alice yang tengah mengemudikan sebuah mobil truck yang tengah di kendarainya. Naas, dikala ia hendak menarik pelatuk senjatanya, pada kala itulah sesosok zombie tampak terlihat menggigit lehernya.
*JDUAAR!
Sebuah peluru melesat kencang keluar dari dalam barelnya. Kini peluru itu kian melesat kencang namun meleset dari sasaran hingga mendarat pada salah satu ban pada bagian depan truck yang tengah kami tumpangi.
Truck mulai oleng ke kanan, namun Alice segera membanting steer ke kiri dengan seluru kekuatan yang bertumpuh pada kedua tangannya.
Keinginan Alice untuk menghindari sebuah kecelakaan tetaplah sia-sia, hingga pada akhirnya truck yang tengah kami tumpangi harus menabrak beberapa mobil hingga kendaraan yang telah kami tumpangi harus terguling dan terseret hingga beberapa meter jauhnya.
Beberapa bangkai mobil mulai meledak dengan kobaran api yang bergejolak lebih kuat akibat hantaman keras pada reka adegan kecelakaan yang telah kami timbulkan.
Alice yang masih berada di kursi pengemudi tak sadarkan diri. Dalam kata lain ia telah pingsan akibat benturan keras pada kepalanya. Sedangkan aku tak kuasa membuka pintu truck yang macet secara tiba-tiba. Kindisi kami semakin memprihatinkan setelah aku mengetahui bahwa ada kontainer bermuatan bahan bakar bensin di depan mataku.
Kobaran api kian menyala-nyala, membakar hampir dari seluruh kendaraan yang ada. Termasuk sebuah truck bermuatan bensin 5000 liter dihadapanku.
Dengan cepat aku mencoba untuk menendang kaca depan kontainer dengan sekuat tenaga.
*BRUUACK! BRUAACK!
Alice mencoba untuk membuka kedua matanya, ia sempat mendapati aku yang tengah berjuang keras menyelamatkan nyawanya.
"Apa yang telah terjadi..." ucapnya dengan nada lirih, seakan ia tak menyadari akan sebuah peristiwa yang telah menimpah kami.
Sekali lagi aku mendobrak keras kaca mobil truck dengan seluruh kekuatan yang masih tersisah.
*JBRUUACK! PYAAR!!
Aku mulai merangkak keluar dan berusaha untuk menarik Alice dari dalam bangkai truck yang tengah kami tumpangi.
Langit jingga berhias awan tebal nan indah di pagi hari menjelang fajar, tanda sinar mentari telah bangkit dari singgahsananya.
"Kita harus keluar, ayo Alice... Kau harus kuat untuk berjalan." perintahku seraya meletakan lengan sebelah kanannya pada bahuku.
"Arrgkh, ah...! Kepalaku masih terasa sakit Mich," desisnya.
"Bertahanlah, aku yakin kau bisa."
Ketika aku tengah berjalan menghindari titik lokasi terjadinya peristiwa kecelakaan, ada kalanya diriku yang mulai menengok kebelelakang, dimana aku yang kini tengah melihat percikan api yang tampak terlihat merayap pada cairan bensin yang berceceran tak jauh dari truck tangki tersebut.
Pandangan mataku terbelalak menatap gejolak api yang merambat semakin kuat hingga mulai membakar salah satu kendaraan bermuatan bensin yang berisikan 5000 liter bahan bakar mudah meledak tersebut.
"Oh my god...!"
*BLAAAARRR!!!
Bagaikan serangan nuklir yang menghantam daratan, ledakan itu terdengar sangat keras hingga mampu membuat indra pendengaran seseorang berdenging. Sebuah ledakan yang sangat dasyat terdengar menggelegar hingga mampu mengejutkan hampir dari seluruh makluk umat manusia yang hidup disetiap daratan.
Ledakan itu tak hanya membuat telingaku berdenging, tapi juga membuat tubuhku terpental jauh hingga menabrak kaca mobil van yang terparkir di terotoar.
*DUUAACK! BRUAAACK!
"Uhuk! Uhuk! Arrghk!"
Tubuhku terasa lemah tak berdaya hingga aku tidak mampu lagi untuk bangkit dan melangkah lebih lama. Entah apa yang harus aku lakukan, mungkinkah ini akhir dari sebuah kebahagiaan yang harus direnggut oleh hilangnya nyawa? Ataukah malah sebaliknya...
Berada tak jauh dariku, aku sempat melihat Alice yang tengah tergeletak pada tanah beraspal dalam kondisi tengkurap. Maksud hati ingin berjalan dan menghampirinya, apalah daya aku tak kuasa untuk menompang kondisi tubuhku yang semakin melemah.
"A-Alice... Maafkan a-ku. Alice...!" ucapku lirih dengan sebelah tangan yang menggapai udara, dikala aku yang kini tengah melihatnya tak berdaya.
Berada jauh disana, sekumpulan zombie hendaklah melangkah maju semakin dekat dalam rangka ingin menghampiri kami berdua.
Aku mempergunakan seluruh kekuatanku yang tersisa untuk merayap dalam rangka mendekati rekanku yang masih dalam kondisi hidup. Meski ia kini tengah tak sadarkan diri, setidaknya ia harus segera bangkit dan meninggalkan tempat ini sebelum terlambat.
Aku menggoyahkan bahunya, memanggil namanya berulang kali dengan harapan semoga ia segera membuka kedua matanya dan melihatku yang tengah berada di dekatnya.
"Alice, bangunlah! Alice, kau harus segera pergi dari tempat ini. Alice...!"
Kini aku mencoba untuk duduk dan bersandar pada salah satu bamper depan mobil yang berada tak jauh dariku. Pandangan mataku yang kian kabur sama sekali tak teralihkan pada sekumpulan kawanan zombie yang semakin bergerak maju untuk mendekat.
Pasrah, itulah yang kini tengah aku rasakan. Hanya menunggu penantian hingga pada saatnya tiba...
Walau aku harus mati di tempat ini, setidaknya aku masih dapat menikmati di sisa akhir dari perjalanan panjangku bersamanya.
Alice, semoga kita dapat mati bersama...
Kelopak mataku beransur-ansur menutup hingga pada akhirnya aku tak mampu melihat apapun.
Semuanya tampak terlihat gelap, dan inilah akhir dari kenyataan bahwa hidupku harus berakhir sampai disini.
-Bersambung-