webnovel

Rasa kecewa

Malam memang sudah semakin larut tapi suasana di kota ini masih tetap ramai kini bergantian dengan sang mentari yang menunjukan cahayanya yang bersinar terang dan hangat.

" Mau sampai kapan kau tidur terus, cepat bangun !!! " teriak Emery membangukanku dengan menarik selimut dari tubuhku. Aku membuka mataku perlahan untuk membiasakan diri dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamar.

" Beritau aku jam berapa kau pulang aku sangat khawatir karena kau tak menjawab telepon ku. " Emery bertanya dengan nada khawatir dan sedikit nada marah.

" Aku pulang kurasa sekitar jam dua. "

" Jam dua katamu hah apa kau tak tau betapa khawatirnya diriku bagaimana bila terjadi sesuatu padamu apa yang akan aku bilang pada tuan grey. "

Sejak kecil sekitar umur delapan tahun emery sudah ada untuk mengurus semua kebutuhanku dari hal kecil sampai yang besar aku sudah menganggap dirinya seperti keluarga bahkan dia lebih tau diriku ketimbang keluargaku yang sebenarnya.

Jadi tidak heran bila dia begitu panik dan khawatir dengan diriku bahkan dia tau suatu rahasia yang tidak pernah aku beritahu pada siapapun.

" Jangan khawatir ayah tidak akan marah padamu aku yang akan bertanggung jawab ok. " Sambil tersenyum aku berkata pada dirinya.

" Bisa kau jelaskan kemana saja kau pergi semalam. "

Saat aku ingin menceritakan semua pengalamanku tadi malam pada Emery aku melihat jam ternyata sudah jam setengah sembilan aku langsung bergegas pergi kemar mandi.

Aku tak memperdulikan semua pertanyaan Emery yang terus menanyai diriku fokusku sekarang aku harus segera menemui Daniel. Berlari dilorong hotel sampai harus menabrak orang yang lewat.

Aku memacu mobilku sedikit lebih cepat tapi sayang ada kemacetan yang parah, akibat ada kecelakaan didepan sana aku melihat jam sudah menunjukan sembilan kurang lima belas menit lagi.

Akhirnya setelah kemacetan dapat kulewati aku langsung memacu mobilku kesana tak lama kemudian aku tiba direstauran yang kemarin aku dan Daniel makan.

Aku melihat sekitar tapi aku sama sekali tidak menemukan Daniel di restauran tersebut. Aku melihat jam sudah menunjukan pukul setengah sebelas tentu saja dia pasti sudah pergi dari sini.

Entah kenapa hatiku merasa sedikit nyeri karena tidak bisa bertemu dengan Daniel untuk terakhir kalinya. hp ku bergetar lalu aku memeriksanya ternyata Emery yang menelepon dia bilang aku dan dirinya harus segera kembali ke perancis.

Setelah menerima telepon itu aku memutuskan untuk kembali ke pantai Copacabana sebentar setelah itu aku kembali kepenginapan ternyata Emery sudah menyiapkan segalanya.

Disana kami pun berangkat kebandara dan menunggu pesawat kami pulang. Perjalanan udara antara brazil dan prancis membutuhkan waktu beberapa jam.

Aku sama sekali tak bernafsu untuk kembali pulang kerumah karena saat aku tiba disana aku pasti langsung disuguhi segala aturan lagi. sesaat yang lalu baru merasa bebas dan tiba tiba aku kembali lagi seperti diborgol dan dikurung lagi.

Mobil kami berjalan menembus jalanan kota paris menuju Kawasan Bougival yang terletak di pinggiran Paris dan mempunyai populasi sekitar 9000 orang dengan total area 2,76 kilometer persegi.

Akhirnya kami tiba juga dirumah. Rumah kami memiliki lima lantai luasnya sekitar 1000 meter persegi. Dan rumah kami juga memiliki taman seluas 462 meter persegi.

Dengan rumah sebesar ini siapapun pasti akan merasa senang tinggal disini tapi bagiku ini seperti penjara yang sudah didekorasi ulang supaya menarik.

Sama seperti lampu pembunuh serangga yang menampilkan warna warni yang menawan tapi saat serangga tersebut menyentuh lampu tersebut seketika itu pula serangga itu akan mati.

Aku memasuki rumah dan disambut oleh beberapa orang pelayan dan kepala pelayan bernama Belammy. Dia sudah bekerja disini sejak ayahku masih kecil.

" Selamat datang kembali nona Jessy. " Belammy sambil sedikit membungkuk.

" Terima kasih belammy apa kau baik baik saja selama aku tak ada dirumah. "

" Tentu nona saya baik baik saja. "

" Baguslah kalau begitu aku pergi kekamar dulu. " Baru beberapa langkah aku berjalan Belammy berkata kalau Ayah dan Ibu ingin makan malam bersama denganku.

Aku paling tidak suka makan malam dengan mereka karena apabila mereka mengajak makan malam bersama pasti ada sesuatu yang mereka inginkan dariku. Aku memberi tau Belammy aku akan segera pergi ke ruang makan untuk makan bersama mereka.

Dikamar aku hanya menghela nafas berat aku sama sekali tidak bernafsu untuk melihat mereka tapi apa boleh buat. Aku keluar dari kamarku dan segera pergi ke ruang makan disana ayah dan ibu sudah menungguku disana.

Aku segera duduk dikursi yang sudah disiapkan oleh Belammy hidangan akhirnya tiba kami makan tanpa ada pembicara. Setelah beberapa menit kami makan akhirnya Ayahku mulai berkata.

" Bagaimana hotel yang kita bangun dibrazil. " tanya Ayahku tanpa dia berpaling melihat wajahku.

" Semuanya lancar tak ada masalah ayah tak perlu khawatir. "

" Langsung saja jessy besok malam kau akan pergi dengan tunanganmu supaya kalian bisa saling mengenal satu sama lain lebih dekat lagi. "

" Baik besok aku akan pergi. Tapi ayah bisakah aku tau siapa tunanganku itu. "

" Dia bernama scoat person seorang miliader muda yang sukses diusianya yang baru dua puluh tuju tahun. " jawab ibuku dengan antusias.

Akhirnya kami selesai makan malam dan aku kembali kedalam kamar didalam aku menangis. Hidupku penuh dengan tekanan baik dari orang tua, lingkungan dan sosial.

Aku duduk dimeja riasku aku mengambil silet dari kantong tasku aku termenung dalam lamunanku pikiranku penuh dengan beban sampai sampai aku tak sadar tangan kanan ku yang memegang silet mulai bergerak untuk menyayat tangan kiriku, hanya tinggal beberapa senti silet itu mengenai kulitku.

Karena sejak kecil aku selalu tidak bisa untuk menunjukan ekspresi menangis karena apa tak ada gunanya kau menangis dikeluarga ini tak akan ada yang memperdulikan dirimu.

Lalu bagaimana dengan orang tuaku mereka sama sekali tak peduli dengan diriku yang mereka pedulikan hanyalah reputasi dan ego mereka sendiri.

Sehingga untuk menyalurkan rasa kesedihanku aku melukai diriku sendiri dengan begitu aku punya alasan untuk menangis bila ada seseorang bertanya kepada ku kenapa kau menangis.

Tiba tiba ada tangan yang mengambil silet itu dari tanganku. " Apa yang kau lakukan Jessy !!! " teriak Emery dia mengambil silet itu lalu membuangnya kejendela dia masih bertanya tapi aku tak mau menjawabnya.

Akhirnya dia menyerah dan pergi meninggalkan kamarku sebelum dia pergi dari kamarku dia memeriksa apakah aku masih mempunyai benda tajam lainya. Aku berbaring dikasurku dan perlahan aku mulai tertidur.

Bersambung

Next chapter