Byurrrrrr
Siraman air dingin yang dituangkan Ardan membuat Sekar bangun dari tidurnya yang baru beberapa jam dengan kondisi basah kuyup. Sekar melihat Ardan sedang berdiri di sampingnya sambil memegang ember. Ardan lalu jongkok di samping Sekar dan mengangkat dagu Sekar dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya membersihkan rambut Sekar yang basah dan berantakan dari kedua pipinya.
"Saya ingatkan sekali lagi MAUDY MAHESA. Setiap hari kamu harus bangun jam 4 pagi dan siapkan sarapan untuk saya dan pengawal lainnya. Jangan keenakan tidur dan bertingkah selayaknya nyonya besar di sini. Sekarang bangun dan siapkan sarapan kalau kamu masih mau makan. Arjuna sudah menyiapkan daftar menu yang harus kamu masak setiap paginya. Jangan sampai salah atau malam ini kamu akan tidur di ruang sebelah," ujar Ardan memberi perintah dan mempertegas memanggil Sekar dengan nama Maudy.
"Nama saya Sekar bukan Maudy. Sampai kapan pun nama saya Sekar Kinanti walau wajah saya sudah berubah dan kalau saya bisa keluar dari neraka ini, saya akan mengembalikan wajah saya ke bentuk semula." Entah kenapa Sekar berani menantang Ardan.
Ardan lalu berdiri dan bertepuk tangan pelan, "Perlu saya tegaskan sekali lagi untuk bisa lepas dan bebas hanya ada dua cara. Pertama saya dengan sukarela membiarkan kamu pergi, melupakan semua dendam, dan berbaik hati melepaskan kamu untuk bisa menghirup udara kebebasan," Ardan mengangkat jari telunjuknya. "Dan yang kedua saya mati," sambung Ardan dengan mengangkat jari tengahnya.
"Sampai kapan pun saya yakin pilihan pertama tidak akan pernah terjadi," ujar Sekar dengan sinis. Sekar lalu berdiri dan ingin mengakhiri perbincangan yang memuakkan ini, "Minggir, kaki TUAN menghalangi jalan saya untuk mengambil baju. Budak ini harus mengganti bajunya yang basah dan mempersiapkan sarapan untuk TUAN yang terhormat," sindir Sekar dengan mempertegas panggilan Tuan. Untuk sekarang Sekar hanya bisa mengikuti permainan Ardan sambil memutar otak untuk bisa keluar dari penjara ini. Apa pun caranya Sekar akan lakukan termasuk membunuh Ardan dengan tangannya.
Ardan memilih menggeser tubuhnya dan melihat Sekar sedang memilih daster yang dulu sering dipakai Maudy semasa hidupnya. Ardan tidak sedetik pun berhenti memandang Sekar yang terlihat sangat menyerupai Maudy. Napas Ardan sesak dan pikirannya kacau seketika saat Sekar melihat matanya.
"Budak mau mengganti pakaiannya yang basah ini. Apakah TUAN masih akan tetap berdiri di sana?" tanya Sekar dengan sindiran tajam. Ardan tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Tatapan Ardan membuat Sekar merasa tidak nyaman.
"Kamu pikir saya akan tertarik menyentuh dan melihat tubuh budak seperti kamu. Seorang Ardan Mahesa tidak akan pernah tertarik dengan wanita mana pun selain istrinya," balas Ardan dan ia berusaha menghilangkan pikiran tentang Sekar yang menyerupai Maudy.
"Wajah mereka memang sangat mirip tapi Maudy adalah Maudy bukan Sekar Kinanti. Mereka berdua orang yang berbeda dan aku tidak boleh lemah walau wajah mereka sangat mirip," ujar Ardan dalam hati.
"Saya harus pastikan kamu tidak berusaha melukai saya. Lepaskan daster basah itu dan yakinkan saya kalau kamu tidak berniat menyimpan senjata untuk membunuh saya." Ardan menyandarkan tubuhnya di dinding kamar dan menyuruh Sekar mengganti baju di depan dirinya.
"Tuan pikir saya mau mengganti baju di depan Tuan? Jangan harap! Tuan boleh menyiksa saya sedemikian rupa tapi jangan pikir bisa melecehkan saya. Saya lebih memilih memakai daster basah ini dari pada membiarkan tubuh saya di lihat Tuan," Sekar berlalu meninggalkan Ardan yang hanya bisa diam dan tidak membalas perkataan Sekar yang ada benarnya.
Tujuan Ardan menyekap Sekar untuk membalas sakit hatinya, bukan untuk melecehkannya. Lagi pula bagi Ardan melecehkan perempuan tidak ada di dalam kamusnya. Kecuali malam yang akan selalu diingat Ardan. Ardan mabuk parah dan terbangun dengan kondisi berantakan. Pakaiannya sudah tidak berbentuk dan gilanya pagi itu ia menemukan sedikit darah di lengan bajunya.
"Ah itu darah aku kok. Tadi malam kamu mabuk parah dan menciumku dengan kasar, kamu lupa ya?" Ardan selalu ingat kata-kata Maudy saat ia bertanya darah siapa yang menempel di bajunya tapi entah kenapa hati nuraninya sulit mempercayai ucapan Maudy.
"Ah kenapa aku kepikiran malam itu," Ardan meninggalkan kamar Sekar untuk kembali ke kamarnya.
"Sekar menghilang?" tanya Pasha saat bertemu Rika di apotik tempat Sekar dan Rika bekerja. Usahanya untuk mencari Sekar membuahkan hasil. Salah satu koki di restoran Ibu Marinka tanpa sengaja pernah melihat Sekar dan koki itu langsung memberi tahu Pasha.
"Iya Mas, tiga bulan yang lalu Sekar menghilang tanpa kabar. Saya pikir dia lari dari kejaran orangtua suaminya makanya tidak pernah muncul lagi di sini. Saya tahu hidupnya selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya agar keluarga suaminya tidak mengambil anaknya," ujar Rika memberitahu Pasha.
"Anak?"
Wajah putus asa yang ditampilkan Pasha saat mendengar Sekar menghilang menjadi alasan Rika memberi tahu tentang kehamilan Sekar walau dulu Sekar sudah mewanti-wantinya untuk tutup mulut dari siapa pun.
"Sekar sedang hamil dan dia sangat takut jika keluarga suaminya sampai tahu tentang anak itu maka mereka pasti akan merampas anak itu dari Sekar. Sekar tidak akan sanggup bertahan hidup jika sampai kehilangan anaknya lagi. Sekar tidak pernah mengeluarkan kata-kata menyesal sudah membuang anaknya tapi saya yakin di dalam hatinya itu merupakan penyesalan teramat dalam dan sulit hilang dari hatinya," ujar Rika lagi.
"Anaknya lagi? Tunggu dulu, saya masih sulit mencerna apa yang barusan kamu bilang. Sekar hamil tapi pernah membuang anaknya. Maksud kamu Sekar dulu pernah punya anak?" tanya Pasha yang akhirnya paham dengan apa yang diberitahu Rika tadi. Rika mengangguk pelan, ia tahu Pasha adalah kakak dari suami Sekar dan juga pacar pertama Sekar makanya ia berani memberi tahu Pasha dengan tujuan Pasha bisa membantu dan menolong Sekar.
"Ya, Sekar punya anak tanpa tahu siapa ayah anak itu. Bajingan itu tidak saja memerkosa Sekar dengan brutal tapi juga meninggalkan benih dan sekarang anak itu entah di mana keberadaannya," Pasha memijit kepalanya yang langsung berdenyut.
"Anak? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan malam itu." Pasha mengutuk kebodohannya dan membiarkan Sekar hancur karena kesalahannya dan gilanya lagi Sekar membuang anaknya.
"Saya bajingan itu! Saya ayah anak itu dan Sekar harus tahu kalau malam itu saya tidak sadar karena pengaruh minuman dan melakukan hal yang dalam mimpi pun tidak pernah ingin saya lakukan," ujar Pasha dengan yakin. Rika terhenyak dan tidak menyangka laki-laki di depannya ini ternyata bajingan yang merusak hidup Sekar.
Rasa kagum Rika langsung hilang seketika. Rasanya Rika ingin menampar wajah Pasha yang terlihat baik tapi nyatanya jahat dan sangat tega, tapi Rika sadar ia tidak berhak melakukan itu. Sekar satu-satunya orang yang berhak menampar dan memaki Pasha sebagai bajingan.
"Jauhi Sekar dan jangan pernah memberitahunya kalau Mas bajingan itu jika masih ingin hidup. Sekar sangat membenci laki-laki yang memerkosanya dan ia berjanji akan membunuhnya jika sampai ia tahu siapa laki-laki itu. Saya bersyukur dia menghilang dan tidak tahu kalau Mas pelakunya," Rika meninggalkan Pasha yang masih tidak bisa berkata-kata.
"Anak? Aku punya anak dan Sekar sama sekali tidak tahu kalau anak itu adalah anakku. Aku harus cari tahu di mana anak itu," Pasha tertawa pelan dan tidak menyangka kalau ternyata ia dan Sekar punya anak.
Di tempat lain
Mood Ardan tiba-tiba memburuk dan hatinya tidak tenang dan juga gelisah. Seakan seseorang sedang berusaha mengambil miliknya. Kondisi ini membuat apa pun yang dilakukan Sekar selalu salah di matanya. Dimulai dengan insiden saat sarapan tadi pagi. Sebenarnya masakan Sekar enak dan tidak kalah dengan masakan Maudy tapi Ardan tidak suka Sekar mengalahkan Maudy.
Baru saja Sekar duduk untuk mengistirahatkan pinggangnya yang lelah tiba-tiba Ardan melemparkan setumpuk pakaian kotor.
"Cuci sampai bersih," ujar Ardan dengan nada perintah.
"Sebanyak ini?" tanya Sekar saat melihat tumpukan baju yang menggunung. Sekar yakin ini bukan saja baju milik Ardan tapi seluruh penghuni rumah ini.
"Kamu ingin membantah perintah saya?" tanya Ardan, jika sampai Sekar membantah ia tidak akan segan mengurung Sekar di kamar gelap agar hatinya tenang tapi niat itu langsung hilang saat Sekar tidak melawan atau pun membangkang.
Sekar memungut semua baju dari lantai, "Dalam kondisi seperti ini apa mungkin saya membantah perintah Tuan?" tanya Sekar.
"Bagus, kamu mulai nurut dan tidak membangkang lagi. Nanti malam saya akan meminta Arjuna memberi kamu makanan bergizi, saya tidak suka melihat wanita kurus dan kurang gizi" Ardan meletakkan tangannya di kepala Sekar lalu mengacak rambut Sekar dengan pelan. Ardan lalu keluar dan menutup pintu kamar dengan pelan dan tidak membanting seperti sebelumnya.
Setelah Ardan keluar dari kamarnya Sekar langsung tersenyum penuh kemenangan, "Untuk sekarang aku akan mengalah dan mengikuti semua kemauan dia, melihatnya bersikap lebih hangat seperti tadi membuktikan jika kemarahan dan kebencian hanya kedok untuk menutupi isi hatinya. Aku harus membuatnya merasa lebih baik dan saat dia lengah barulah aku kabur dari sini," ujar Sekar dalam hati.
Sore harinya
"Tidak ada masalah di kantor Tuan," ujar Arjuna ketika Ardan bertanya kondisi di Jakarta sejak kepergiannya. Ardan mengangguk tanda mengerti dan memegang dadanya yang masih terasa sesak. Ada sesuatu yang membuatnya merasa sedih hari ini, tapi ia bingung kenapa dan apa yang membuatnya bisa merasa seperti ini.
"Sepertinya Tuan sudah terlalu lama tidak tidur dengan nyenyak. Saya akan meminta Sekar membuat susu untuk Tuan," Ardan mengangguk dan membuka satu persatu kancing bajunya. Arjuna meletakkan sepasang baju ganti di atas ranjang dan melihat sebuah tattoo baru di punggung Ardan. Dari semua tattoo yang ada di tubuh Ardan, Arjuna sangat menyukai tattoo kecil di dada Ardan.
"Wanita itu sedang apa? Pekerjaannya sudah selesai?" tanya Ardan penasaran dan lamunan Arjuna langsung buyar.
"Bukankah Tuan menyuruh wanita itu untuk mencuci baju kotor dan berhubung air di kamar mandi sedang mati saya menyuruh Robby dan Jaka menemaninya untuk mencuci di sungai belakang,"
"Bodoh! Kenapa kamu tidak memberi tahu saya! Wanita itu bisa saja kabur dan semua rencana kita bisa gagal," teriak Ardan.