webnovel

Bab 2 : The First {Part C}

Di dalam hutan tempat Dacx dan Sheena berkemah.

Hari sudah mulai gelap, matahari hampir terbenam. Langit biru akan berganti dengan langit hitam yang bertabur bintang-bintang dan cahaya bulan akan menerangi malam nan indah yang akan hadir.

"Di mana Szlai?" tanya Dacx panik.

"Aku tak tahu di mana dia, Dacx," ujar Sheena.

"Apa kau tidak berdekatan ketika mencuri bareng dengan Szlai, Sheena?" tanya Dacx cepat.

"Memang tadi aku berangkat bersama, sebelum akhirnya berpisah di tengah jalan dan akan melakukan aksi masing-masing," ujar Sheena. "Setelah itu, aku tidak tahu lagi di mana dia akan melancarkan aksinya." Sheena menambahkan.

"Ya, aku tahu, Szlai orang yang cerdik dalam menjalankan aksinya ... tetapi—tak jarang dia akan melakukan hal nekat—kepada siapa pun yang mencoba menghalangi aksinya," kata Dacx, menengadah ke langit melihat malam yang telah tiba.

"Tenanglah Dacx," gumam Sheena, seraya mencoba membuat pikiran negatif Dacx hilang dari benaknya. "Szlai orang yang kuat dalam bertarung, dia tidak akan semudah itu dikalahkan. Jika hanya melawan prajurit kerajaan atau orang-orang desa ini yang mencoba menangkapnya."

"Aku tahu—tidak, tidak mungkin kalau dia tertangkap kan?" kata Dacx menghampiri Sheena dan mengguncang-guncangkan tubuhnya. Raut wajahnya berubah menjadi cemas dan keringat mulai timbul dari mukanya.

Sheena berkata, "Tenang Dacx, Tenang." Karena ia juga mulai mencemaskan Szlai. Ketika Szlai tidak juga muncul, sudah hampir delapan jam lebih, sejak kepergiannya mencuri.

Dacx tak mengindahkan ucapan Sheena barusan. Dirinya tidak bisa tenang dan membuat ia memanjat pohon tertinggi yang ada di dekatnya. Mencoba melihat ke arah desa Lazuarh, sambil berharap ia akan melihat Szlai dari ketinggian.

Sementara Sheena membuatkan makan malam dengan membakar ikan di api unggun. Sembari menunggu Szlai pulang, Kuharap kau pulang Szlai. Sheena membatin.

                             *     *     *

Di wilayah pos pusat penjagaan desa Lazuarh. Di dalam ruangan kerja Janz.

"Janz Romy Raven, lapor!" Salah seorang prajurit memberi hormat, sebelum ia memberi kabar.

"Apa yang ingin kau laporkan Zion, prajurit tingkat satu," tanya Janz Romy mengerutkan dahi.

Janz yang bertugas di desa Lazuarh bernama Romy Raven.

Tubuhnya terlihat gemuk dan berotot. Dengan potongan rambut pendek berwarna hitam, serta kumis tipis. Hanya ada beberapa bekas luka yang telah menghiasi tubuhnya, tapi bekas-bekas luka itu tertutup oleh pakaian yang dikenakannya. Namun, ada satu bekas luka amat parah yang didapatnya—terlihat sangat jelas di bagian dahinya, yang berbentuk goresan besar horizontal—itu terlihat menyeramkan bila orang yang pertama kali bertemu dengannya lalu melihat luka tersebut.

Ada beberapa tingkatan prajurit di kerajaan Gourmoudra.

Prajurit tingkat empat, adalah prajurit muda yang baru masuk ke dalam pasukan kerajaan. Mereka hanya diperbolehkan belajar satu senjata saja dalam tingkatan ini, yaitu pedang. Kemampuan mereka juga belum mahir dan tergolong masih amatir.

Prajurit tingkat tiga, adalah prajurit yang menggunakan senjata tombak dan kemampuannya cukup mumpuni dalam bertarung.

Prajurit tingkat dua, adalah prajurit yang menggunakan senjata kapak. Pada prajurit tingkat ini, terdapat sesuatu tanda pada zirahnya. Yaitu, prajurit ini akan memakai sebuah pita biru di lengan kirinya.

Kemampuan bertarungnya terbilang hebat, karena latihan pada prajurit tingkat dua sangatlah berat. Bila dibandingkan dengan latihan prajurit tingkat empat dan prajurit tingkat tiga.

Prajurit tingkat satu, adalah prajurit yang menggunakan senjata tombak dan dua bilah pedang, tergantung prajurit ini mau menggunakan senjata yang mana dalam bertarung. Prajurit ini cukup hebat dalam bertarung dan rata-rata sangat cepat dalam melancarkan serangan, baik menggunakan tombak mau pun pedang, atau juga kombinasi dari kedua senjata tersebut.

Prajurit tingkat terakhir, adalah prajurit spesial yang bisa menggunakan semua senjata, dan spesialisasi senjatanya adalah panah dan rvolver.

Biasanya, prajurit tingkat spesial mendapat tugas khusus. Seperti mengurus penjahat dengan tingkat kriminal yang cukup merepotkan, di sebuah desa. Dan Janz, tergolong masuk dalam tingkatan prajurit ini.

Yang membedakan posisi Janz dengan prajurit spesial, pada prajurit tangguh tingkat ini, adalah. Bila seorang prajurit memiliki kemampuan diatas rata-rata dan sepak terjang dalam setiap tugas yang dijalaninya bagus dan baik.

Prajurit spesial tersebut akan direkomendasikan ke dalam posisi pemimpin prajurit desa, oleh raja. Dan akan di tempatkan di pos pusat penjagaan desa, di setiap desa, dibawah naungan kerajaan tersebut.

"Janz Romy, hari ini ada dua aksi kriminal—yang bisa dikatakan sebuah pencurian atau perampokan di dua tempat berbeda di desa—dengan selang waktu beberapa jam saja," jelas Zion prajurit tingkat satu.

"Oh, kasus baru ya," ucap Janz Romy santai. "Sudah lama aku tidak mendapatkan kabar seperti ini, di desa Lazuarh. Ngomong-ngomong, apa mereka berhasil ditangkap?"

"Iya, kasus baru Janz—soal itu... sayangnya, kedua perampok itu berhasil lolos—bahkan salah seorang perampok tersebut, menghancurkan sebagian bangunan bar Quats..."

"Tunggu... bar Quats?" sergah Janz cepat, setelah mendengar bar favoritnya hancur.

"...Ya, bar Quats, tempat para prajurit melepas lelah setiap malam... telah hancur sebagian oleh, salah seorang dari penjahat itu...."

"Prakkk!!

Janz Romy berdiri cepat dan menggeprak meja kerjanya.

"APA!" teriaknya kencang. "Berani sekali perampok itu—dan prajurit yang bertugas waktu itu tidak berhasil menangkapnya?" Tambahnya geram, dengan raut wajahnya yang telah berubah.

"Maafkan aku Janz, tadi aku bersama keempat prajurit lainnya juga ikut bertugas di sana, untuk mengejar perampok itu. Akan tetapi, tiba-tiba Pak Zach pemilik bar Quats keluar dengan tubuhnya yang penuh luka dan berlumuran darah," jelas Zion dengan suara tak sekencang, Janz, "lalu aku memutuskan memberi tahu ketiga prajurit yang sudah bertugas lebih dulu melawan perampok tersebut, untuk membantu Pak Zach dan mencari para korban tersisa, di dalam bar yang sudah setengah hancur. Mereka adalah seorang prajurit tingkat tiga dan dua orang prajurit tingkat empat." dia menambahkan, memberi tahu tingkatan tiga prajurit itu kepada, Janz. "Namun, aku jadi orang terakhir yang menyusul keempat rekanku, dalam mengejar perampok yang telah kabur itu."

"Bagaimana hasilnya?" tanya Janz, kembali duduk dan mencoba menenangkan dirinya.

"Ternyata... perampok itu, bukanlah orang sembarangan. Aku tiba di mana aku melihat keempat rekanku telah terkapar pingsan, dan tiga di antaranya penuh luka dan berlumuran darah," ujar Zion, seketika ia langsung menundukkan kepalanya. "Ada sepuluh korban atas aksinya, empat di antaranya meninggal akibat ulah dari dia—dua orang pengunjung bar dan dua orang prajurit tingkat empat, yang bertugas bersamaku tadi—maafkan aku... karena tidak bisa menangkap perampok tersebut, Janz." Zion menambahkan, dan tanpa disadari, Zion menitikkan air mata dan merasa sangat menyesal tidak bisa bertarung bersama teman-temannya melawan perampok itu.

"Ini sudah keterlaluan," kata Janz yang raut wajahnya mulai serius. "Angkat kepalamu Zion, prajurit tingkat satu sepertimu tidak pantas menangis di hadapanku, lalu bagaimana dengan keenam korban lainnya?"

Zion mengangkat kepalanya dan mengusap air matanya, menghela napas panjang dan mulai berbicara lagi. "Dua pengunjung bar sekarat, dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit desa Lazuarh; Pak Zach mengalami luka lumayan serius; prajurit tingkat tiga yang bertugas bersamaku sudah siuman, tetapi tidak boleh banyak bergerak; serta satu orang pengujung bar lainnya sudah diperbolehkan pulang. Karena, tidak mengalami luka terlalu serius; sementara prajurit tingkat dua yang juga bertugas bersamku, masih belum terbangun hingga sekarang," jelasnya cepat, "anehnya... prajurit tingkat dua itu, tidak mengalami luka sedikit pun. Setelah aku tiba, aku hanya melihat ketiga prajurit yang tadi bersamaku terkapar berlumuran darah. Kecuali prajurit tingkat dua itu."

"Apa kata dokter tentang prajurit tingkat dua tersebut?" tanya Janz.

"Dokter belum bisa mendiagnosis, gejalanya," ucap Zion cepat.

Mendengar semua penjelasan dari Zion barusan, dengan keanehan yang ada. Janz memutuskan solusi dengan cepat, tanpa banyak berpikir lagi.

"Desa Lazuarh... mulai malam ini akan melaksanakan siaga tingkat dua," kata Janz cepat, dengan wajah serius.

"Oh, ada satu lagi Janz," ucap Zion ingin memberi tahu sesuatu itu.

"Ada apa?"

"Salah seorang prajurit yang tadi bersamaku, berhasil mendapatkan foto perampok yang telah menghancurkan bar Quats—sebelum prajurit itu terkapar pingsan—karena aku menemukan kamera di dalam saku baju zirahnya. Setelah dokter melepaskan zirahnya, lalu aku memeriksa isinya," ucap Zion memberikan foto si perampok itu, yang telah dicetak kepada Janz.

Janz Romy lalu mengambil foto itu, tetapi foto si perampok diambil dari sudut sebelah kanan. Dalam foto itu, perampok tersebut sedang berlari dan memanggul kain putih besar berisi barang curian di pundaknya.

Ciri-cirinya, rambutnya pendek berwarna kecokelatan dengan postur tubuh kurus. Dia memakai jubah hitam pendek dibuka dan terlihat memakai kaos warna hitam, memakai celana panjang dengan sabuk, serta memakai sepatu berwarna merah darah.

"Ciri-ciri perampok pada foto ini, masih tujuh puluh lima persen untuk dapat diungkap identitasnya," ucap Janz, yang telah memindai ciri-cirinya di foto tersebut. "Karena foto ini di ambil dari sudut sebelah kanan, bukan dari depan, jadi wajahnya belum terlihat jelas dan belum bisa dipastikan seratus persen, untuk mencari identitas sebenarnya."

"Lalu, apa Janz ada rencana?"

"Aku yakin, perampok tersebut belum keluar dari wilayah desa ini, dan belum tahu apakah dia terluka atau tidak, ketika melawan ketiga prajurit yang bertugas bersamamu tadi," ucapnya mengernyit.

"Bagaimana Janz bisa tahu kalau dia mendapatkan luka atau tidak?" tanya Zion bingung akan perkataan Janz barusan.

"Kau bilang ketiga prajurit—yang satu prajurit tingkat tiga dan yang dua prajurit tingkat empat—serta seorang prajurit tingkat dua yang tak termasuk dalam hitungan—tadi itu bertugas denganmu kan? Dan dua prajurit tingkat empat tewas... aku tahu para prajurit di desa ini bukan seorang prajurit yang pantang menyerah dalam menjalankan tugas, walau nyawa taruhannya," jelasnya. "Dan lagi, kita belum tahu perampok itu berteman dengan pencuri yang satu lagi, atau tidak. Juga sekarang keadaan perampok perusak bar Quats itu mendapatkan luka atau tidak." Janz menambahkan seraya menganalisa seluruh informasi yang ia terima dari Zion.

"Analisa yang cukup hebat dari Janz Romy," ucap Zion dalam hati, yang terpukau dengan analisa Janz. "Pantas paduka raja menempatkan dia sebagai Janz di desa ini."

"Sekarang perintahkan seluruh prajurit yang berada di desa ini untuk berjaga ketat, bilang kepada mereka semua, desa dalam keadaan siaga tingkat dua," perintah Janz kepada Zion.

"Siap laksanakan, Janz Romy Raven," kata Zion seraya memberi hormat, dan ia langsung keluar dari ruangan Janz untuk memberi informasi darinya, kepada seluruh prajurit di desa.

"Sekarang waktunya aku menulis surat untuk paduka raja dan mengirimkannya dengan elang biru pengantar pesan kilat," gumam Janz, menyiapkan secarik kertas dan mengambil sebuah pena bulu angsa berwarna merah. "Kemudian, aku akan menanyakan hukuman apa yang pantas... kepada kedua perampok itu atau kepada—si perampok sadis tersebut—ketika ia sudah berhasil ditangkap."

                           *      *      *

Di wilayah hutan tempat berkemah Dacx dan Sheena.

"Dacx, sudah empat jam kau berdiri di atas sana," ucap Sheena dari bawah. "Makan dulu—turun ke bawah—aku sudah letih memanggilmu untuk makan dari tadi."

"Taruh saja makanannya Sheena!" teriak Dacx dari atas pohon masih memindai desa dan masih menunggu ke datangan Szlai.

"Baiklah Dacx," kata Sheena. "Ini sudah hampir larut malam, aku tidur duluan ya, Dacx." Sheena menambahkan, seraya menaruh ikan bakar untuk Dacx dan juga Szlai di dekat api unggun.

Sheena lalu berjalan menuju ke tendanya dan berbaring di kasurnya.

Ia juga memikirkan keselamatan Szlai, tetapi tak sekhawatir Dacx—tebersit di benaknya tentang lelaki yang memakai jubah merah—lalu Sheena mendadak terbangun.

"Apa-apaan pikiran itu," ucapnya dalam hati, dan ia mencoba membaringkan tubuhnya lagi. "Dia yang telah menolongku dari kejaran penduduk dan prajurit desa. Dia yang telah berlaku baik, seolah-olah memperingatiku dari perbuatanku, yang akan menimbulkan bahaya kepada diriku sendiri. Dia lelaki yang aneh dengan maksud yang mungkin baik... kau yang pertama...."

Next chapter