Esokan harinya, keadaan desa sungguh mengkhawatirkan sehingga sangat dijaga ketat. Karena sudah berada dalam status tingkat siaga dua.
Prajurit tingkat tiga dan dua, disebar di seluruh penjuru desa. Prajurit tingkat satu, menjaga pintu masuk desa dan memperketat pemeriksaan orang-orang yang keluar-masuk desa—Janz Romy Raven meyakini, bahwa perampok bar Quats itu tidak sendiri—tetapi masih ada teman atau kelompoknya di sekitar desa.
Ia juga berasumsi, bahwa si perampok bar Quats itu masih berada tak jauh dari desa Lazuarh. Prajurit tingkat empat, ditugaskan menjaga di tempat-tempat perekonomian desa, seperti: rumah sakit, pasar, kedai, toko, dll.
Entah mengapa, panggung eksekusi di dekat tempat pos pusat penjagaan desa, sudah disiapkan. Jikalau kedua perampok itu tertangkap, atau salah satu di antara mereka berhasil ditangkap. Namun, Janz, prajurit dan penduduk desa lebih ingin perampok bar Quats yang sangat sadislah, yang ditangkap dan dieksekusi.
Agar penjahat semacam itu tidak ada lagi dan orang-orang yang ingin melakukan tindak kriminal sepertinya, berpikir dua kali sebelum melakukan aksinya.
Karena hukuman dari pihak kerajaan kepada tindak kriminal membahayakan seperti itu. Sudah pasti akan mendapatkan hukuman yang berat—yang tak bisa dilupakan oleh siapa pun—bagi yang melihatnya.
"Hoaam, ini sudah pagi ya rupanya." Orang berjubah merah menguap, matanya masih mengerjap-ngerjap, samar-samar.
"Berita terhangat! Berita terhangat!" teriak seseorang, di depan rumah orang berjubah merah.
"Berita terhangat?" ujarnya mengernyit. "Jadi surat kabar hari ini sudah terbit." Dia terlihat heran.
Ia langsung melihat jam dinding yang ada di kamarnya, telah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh dua menit. Seharusnya surat kabar itu biasa diedarkan atau dijual pada pukul sembilan pagi. Namun, hari ini ada yang aneh. Kemudian ia mengambil jubah merahnya dan berlari cepat keluar rumah, mengejar penjual surat kabar itu.
"Hei, pak, tunggu!" teriaknya.
"Ya," Bapak penjual surat kabar itu, kontan menoleh ke belakang, "Apa kamu ingin beli surat kabar hari ini," ucapnya. "Berita hari ini sangat menarik untuk dibaca dan kau pasti tidak akan menyesal membelinya." Dia menambahkan, meyakinkan orang berjubah merah untuk membelinya.
"Ya, aku beli satu," katanya cepat, lalu ia memberikan uangnya.
"Tunggu—surat kabar hari ini, edisi spesial—harganya dinaikkan. Menjadi seharga lima belas ribu gli," kata penjual surat kabar itu, menahan surat kabarnya dahulu, sebelum diberikan kepada si orang berjubah merah.
"Apa!" pekiknya, pagi-pagi sudah dibuat terkejut. "Bukannya... biasanya harganya sepuluh ribu gli per surat kabar?"
"Iya, memang—tapi surat kabar hari ini edisi spesial dan baru saja diselesaikan penerbit pukul lima pagi tadi—makanya, harganya pun dinaikkan, mungkin hanya untuk hari ini." Ia menjelaskan sebab harga surat kabar hari ini naik.
"Ya sudahlah," ucap orang berjubah merah masam, mengambil kekurangan uangnya dari saku celananya. "Ini—kuharap, beritanya benar-benar menarik."
"Tenang saja, sudah pasti menarik," ujar penjual surat kabar itu tersenyum, yang ternyata adalah seorang pria paruh baya. "Kalau begitu, aku tinggal dulu ya—berita terhangat! Berita terhangat!" Dia menambahkan, dan melanjutkan penjualan surat kabar edisi spesial hari ini lagi, di desa.
Ada dua jenis penjualan surat kabar di setiap desa, kota dan negara. Surat kabar yang dijual di toko dan surat kabar yang dijual secara keliling.
Kecuali poster buronan yang berada di surat kabar, ditempel di dinding, dan disebarkan lewat udara melalui burung pembawa pesan.
Kemudian, orang berjubah merah itu. Matanya langsung melirik ke daftar isi berita halaman pertama, seraya berjalan kembali, menuju ke rumahnya. Tanpa memerhatikan jalan.
PIHAK KERAJAAN GOURMOUDRA MENERIMA ADANYA KABAR PERAMPOKAN KEJI DI DESA LAZUARH. YANG MEMAKAIN KORBAN MENCAPAI 10 ORANG.
Raja kerajaan Gourmoudra telah menerima adanya laporan tentang perampokan sadis, di salah satu desa di bawah naungannya, yaitu desa Lazuarh. Ia telah menerima kabar melalui elang biru pengantar pesan kilat. Yang dikirim oleh Janz Romy Raven, sebagai penanggung jawab segala masalah yang ada di desa Lazuarh.
Lanjut membaca ke halaman enam.
"Ini sungguh berbahaya," ucapnya dalam hati, sebelum membuka halaman ke enam. Ia lalu mengerling ke berita selanjutnya, di bawah berita pertama. Ia melihat poster buronan baru yang tak asing lagi—orang itu adalah, orang yang menabraknya kemarin—kontan, ia bergeming membelalak terkejut. "Benar-benar kacau!" tambahnya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, ia ingin membaca isi berita lengkapnya yang berada di halaman tujuh, mengabaikan berita di halaman enam. Yang sebelumnya ia ingin baca.
Srekkk!! Srekkk!! Srekkk!! Srekkk!! Bruakkk!!
Disaat ia sedang membolak-balik halaman dan sebentar lagi, hampir sampai ke halaman ke tujuh. Ia di tabrak oleh seseorang, hingga terjatuh. Mereka berdua saling berpandangan, ketika orang yang menabraknya berada di atas tubuh orang berjubah merah.
"KAU...," ucap bersamaan antara orang berjubah merah dan orang yang menabraknya.
* * *
Di dalam rumah orang berjubah merah.
"Apa kau gila?" pertanyaan cepat, terlontar dari mulut orang berjubah merah.
"Tak ada pilihan lagi untuk menyambung hidupku, apa kau tahu itu!" ucap tegas, oleh seseorang yang telah dikenal sama orang berjubah merah.
Sesaat, suara-suara teriakan di depan rumah orang berjubah merah itu sangat terdengar bising, sehingga menghentikan perbincangan di antara mereka. Orang itu berteriak, "Di mana pencuri itu!"
Seseorang lainnya menyahuti omongan orang barusan, "Desa sudah dalam keadaan siaga tingkat dua, tetapi para prajurit desa tetap dapat kecolongan dengan aksi pencurian lagi sepagi ini."
Lalu, orang yang tadi berkata lagi, "Desa ini sekarang benar-benar tidak aman! Bila pencuri itu tertangkap, kita harus benar-benar—"
Perkataan orang itu disergah dengan teriakan suara lainnya, "Hoiii! Aku sudah melaporkan kejadian pencurian pagi-pagi begini kepada prajurit di pos terdekat. Ayo kita cari pencuri itu lagi, jangan hanya berdiam diri di sana dan membahas hal-hal yang tak penting!"
"Iya, baiklah!" seru kedua orang yang tadi berbincang-bincang secara bersamaan. Kemudian mereka semua pergi, dari depan rumah orang berjubah merah.
Mendengar percakapan dari kedua orang itu barusan, membuat bulu kuduk orang berjubah merah dan orang yang dikenalnya merinding. Mereka terlihat amat panik, sampai-sampai menelan ludah.
"Kau dengar percakapan kedua penduduk desa yang sedang mengejarmu tadi?" kata orang berjubah merah tak habis pikir, dengan kelakuan orang yang dikenalnya sebagai pencuri. Ia juga tak tahu mengapa ia bisa sampai menyelamatkannya lagi, untuk kedua kalinya dari kejaran penduduk desa.
Ya, dia adalah gadis pencuri yang ditolongnya kemarin. Saat gadis itu berusaha menyelamatkan diri, dari kejaran prajurit dan penduduk desa. Namun, gadis itu tak menghiraukan ucapan orang berjubah merah. Matanya malah tertuju pada surat kabar yang dipegang oleh orang berjubah merah.
"Surat kabar apa itu?" tanyanya cepat.
"Oi,oi, kau tak mendengarkan perkataanku barusan."
"Kutanya, surat kabar apa itu yang ada di tanganmu?" ucapnya lagi, tak mengindahkan perkataan orang berjubah merah.
Srekkk!!
Dengan cepat dan tanpa bertanya lagi, gadis itu mengambil surat kabar yang ada di tangan orang berjubah merah.
Srekkk!! Srekkk!! Srekkk!!
Ia membolak-balik halaman surat kabar itu, sampai ke halaman yang tak sengaja ia lihat.
PERAMPOKAN SADIS DI BAR QUATS KEMARIN, MEMAKAN KORBAN HINGGA 10 ORANG. 4 DIANTARANYA MENINGGAL. HUKUMAN BERAT MENANTI PERAMPOK TERSEBUT.
Ia terkejut sampai menutup mulutnya, ketika membaca judul surat kabar itu, dan di bawahnya ada poster buronan baru, yang juga tak sengaja dilihatnya.
"TIDAK MUNGKIN!" teriaknya kencang, mungkin bila ada orang yang tak sengaja lewat di depan rumah orang berjubah merah. Dapat mendengar suara teriakan yang sangat keras itu juga. Bahkan orang berjubah merah saja, sampai menutup telinga dengan kedua tangannya, saking kerasnya suara gadis itu.
"Hei, ada apa?" tanya orang berjubah merah. Melihat seperti ada tekanan pada gadis pencuri itu, ketika dia melihat isi surat kabar barusan. Sampai dia sekarang jatuh terduduk, tak bisa menahan air matanya yang keluar. "Ada apa? Kenapa kau menangis? Apa aku membuat kesalahan, pada ucapanku tadi kepadamu?" tambahnya, menanyakan alasan gadis pencuri tersebut terisak.
"Apa ada tempat yang tenang untuk mengeluarkan isi hatiku sekarang ini." tuturnya amat lirih, tetapi tetap ia tak memedulikan pertanyaan orang berjubah merah itu, untuk kesekian kalinya. "Aku butuh tempat itu sekarang." dia menambahkan.
Perempuan ini benar-benar membuatku ruwet saja. Orang berjubah merah membatin.
"Ya, aku tahu suatu tempat yang kaubutuhkan sekarang itu—berdiri lah—hapus air matamu itu, sebagai syarat aku akan mengajakmu ke tempat yang kauinginkan untuk menenangkan pikiranmu, dan mengeluarkan semua yang ada di dalam hatimu."
"Baik," kata gadis pencuri itu, menyetujui syarat-syarat yang diberikan kepadanya.
Jawabannya hanya itu? Kukira dia akan memprotes syarat yang telah kuberikan, atau dia mungkin tadi akan berteriak kencang. Setelah mendengar syarat dariku. Ia membatin. Tidak mengetahui jalan pikiran gadis pencuri tersebut.
"Kau tunggu aku—oh, iya, tunggu aku di pintu belakang—kita lewat situ, kalau lewat pintu depan, akan jadi kacau bila kau ketahuan oleh prajurit atau penduduk desa. Dan aku pasti juga akan terancam," perintahnya, seakan bila lewat pintu belakang akan aman. Daripada melalui jalan depan, untuk ke suatu tempat yang diperlukan gadis pencuri itu.
"Baik," timpalnya pelan, ia sudah berhenti menangis... lalu berdiri, dan berjalan langsung menuju ke pintu belakang rumah orang berjubah merah.
Orang berjubah merah pun mengambil surat kabar yang tadi dibaca oleh gadis pencuri, sampai membuatnya terkejut hingga menangis.
Akhirnya, ia melihat halaman tujuh yang ingin ia baca sebelumnya.
PERAMPOKAN SADIS DI BAR QUATS KEMARIN, MEMAKAN KORBAN HINGGA 10 ORANG. 4 DIANTARANYA MENINGGAL. HUKUMAN BERAT MENANTI PERAMPOK TERSEBUT.
Dan poster buronan di bawah judul itu, orang yang diketahuinya pada saat insiden kemarin sore.
"Ada hubungan apa, gadis pencuri itu dengan orang di poster buronan ini?" tanyanya dalam hati, ia bergeming memperhatikan isi halaman itu. Seraya memindai poster buronan yang terlihat diambil dari sudut kanan, membawa kain putih besar yang dipanggulnya. "Apa jangan-jangan hubungan mereka adalah...."
* * *
Di tepi sungai.
Tempat kemarin orang berjubah merah membawa si gadis pencuri, dari kejaran para penduduk dan prajurit desa.
Gadis pencuri itu duduk di tepi sungai, seraya memandangi aliran air yang tak begitu deras.
Embusan angin pagi yang masih sejuk, menerpa tubuhnya hingga tudung jubahnya terbuka, dan rambut pirang panjangnya terkibas berlinang, akibat terkena sinar matahari.
Gadis itu usianya masih remaja, kira-kira, umurnya hampir sama dengan orang berjubah merah. Irisnya biru nan indah, hidungnya mancung dan bibirnya merah seksi. Menambah lengkap, kecantikan diri dengan paras yang sempurna.
Dia duduk seraya merangkul kedua lututnya, tak satu suara pun ia keluarkan. Hanya tatapan kosong, yang menghadap ke air sungai.
Orang berjubah merah hanya mengawasinya dari belakang, seraya bersedekap dan bersandar di pohon tempatnya kemarin muncul, mengejutkan si gadis pencuri.
Ia hanya berasumsi, bahwa gadis pencuri itu. Mempunyai hubungan, dengan orang di poster buronan surat kabar edisi spesial hari ini.
Barangkali teman atau mungkin juga pacar. Karena profesi yang dia jalani sama, yaitu sebagai pencuri alias perampok.
Yang membedakan jenis perampokannya, hanyalah, perampok bar Quats itu menunujukkan sisi kejam sebagai pelaku kriminal, yang tak main-main. Sedangkan gadis pencuri itu, setelah berhasil mencuri, pikirannya hanya untuk kabur dan lolos. Serta, ia tidak memperlihatkan sisi kejam dalam tindak kejahatannya.
Orang berjubah merah ingin sekali bertanya. Ada hubungan apa di antara dia, dengan orang di poster buronan tersebut. Tetapi, ia tidak enak hati, karena melihat gadis pencuri itu masih duduk diam. Seperti sedang mengeluarkan isi hatinya, dengan caranya sendiri.
Pikirnya, ini tempat yang bagus untuk melepas penat, sedih dan emosi—sewaktu dirinya juga pernah mengalami hal yang sama, dengan posisi gadis pencuri itu saat ini—pikiran orang berjubah merah itu masih terganggu dengan satu hal lagi.
Yaitu, mengenali kedua perampok yang disebutkan di dalam surat kabar edisi spesial hari ini—kendati, si gadis pencuri tersebut tidak masuk dalam daftar buronan—dan kabarnya tak banyak dimuat di surat kabar.
Entah apa yang telah ia telah perbuat, tanpa sadar—sekarang harus berurusan dengan keduanya—secara tidak langsung.
Walaupun ia hanya bermaksud tidak ingin, melihat hukuman dari pihak kerajaan yang diberikan kepada para tindak kriminal sebelumnya—terhadap mereka nanti.
Ditambah lagi, perampok di bar Quats itu telah masuk tingkat kriminal tidak biasa. Misalnya gadis pencuri itu yang tertangkap, pasti hukumannya juga bukan hukuman yang ringan. Karena pihak kerajaan sangat tegas—dalam arti mungkin kejam—ketika melaksanakan hukuman.
Sekelebat, bekas kejadian masa lalu orang berjubah merah itu, muncul lagi di benaknya....
"Hey, apa kau hanya ingin berdiri saja disitu?" Gadis pencuri itu menoleh ke belakang, kepada orang berjubah merah, yang terlihat wajahnya mendadak timbul keringat.
"Apa—hah—iya," ucapnya terkejut, karena tadi memori mengerikan di pikirannya muncul secara tiba-tiba. Sesaat, dia sedang memikirkan tentang hukuman yang akan di berikan kepada kedua perampok, yang dikenalinya... bila mereka berdua, benar-benar tertangkap.
"Ada apa denganmu?" ujar gadis pencuri itu. "Apa kau—"
"T-tidak... tidak apa-apa," katanya cepat, memotong perkataan gadis pencuri itu. Ia memaksakan senyuman, agar tak terlihat habis menyembunyikan suatu hal.
"Kemarilah, mungkin kita dapat mengobrol," kata gadis pencuri itu, dengan raut wajahnya yang masih datar.
Orang berjubah merah itu pun, langsung berjalan menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Apa aku boleh menanyakan sesuatu hal?" kata orang berjubah merah memandang ke aliran sungai, tidak memandangkan wajahnya, ke muka si gadis pencuri.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" timpalnya memandang ke wajah orang berjubah merah, tetapi terhalang oleh tudung jubahnya.
"Maaf kalau pertanyaanku membuatmu tersinggung," ucap orang berjubah merah itu terlebih dahulu, sebelum bertanya. "Kau pasti bukan berasal dari desa ini kan?"
"Ya, memang bukan."
"Lantas, kau berasal dari mana?"
"Dari negeri yang jauh dari sini. Tepatnya, di suatu desa yang tidak seindah desamu ini," jawabnya, wajahnya lalu berpaling kembali, ke aliran sungai.
"Apa yang membuatmu melakukan hal nekat dengan mencuri di desaku?"
"Sepertinya aku tadi sudah memberikan jawabannya, dan sekarang ini sudah yang ke dua kalinya—karena, hanya cara ini yang dapat menyambung hidupku—tentunya di desa yang damai dan tentram ini." Ia telah menjawab pertanyaan dari orang berjubah merah, untuk yang kesekian kalinya.
"Apa kau tidak berpikir lebih jernih terlebih dulu, sebelum melakukan tindak kriminal di desaku?"
"Aku sudah memikirkan soal itu masak-masak. Yang kupikirkan saat berhasil mencuri, hanya lolos dari kejaran dan selamat," jawabnya dengan santai.
Sepertinya dia belum tahu, hal mengerikan apa yang akan menghampirinya kelak. Kalau-kalau ia benar tertangkap dan mendapatkan hukumannya.
"Satu pertanyaan lagi," ucapnya, kali ini ia memanlingkan wajahnya dari aliran sungai dan menghadap ke wajah gadis pencuri itu. Kontan, gadis pencuri itu sontak memalingkan wajahnya juga ke hadapan wajah orang berjubah merah. Sekarang, mereka berdua bertatapan. "Apa hubunganmu dengan orang yang ada di poster buronan ini?" tambahnya dengan raut wajah berubah menjadi serius. Ia juga mengacungkan jarinya ke poster buronan baru yang ada di surat kabar edisi spesial hari ini, yang dipegangnya dengan tangan kanannya.
"Hubunganku dengannya itu, adalah sebagai...."