webnovel

12 LAMPU MERAH AMOA

Kisah Amoa suteja, gadis 17 tahun yang belum pernah tinggal jauh dari keluarganya. Mo, panggilan Amoa, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya mendaftarkan diri ke salah satu universitas terbesar di kota New York, Amerika Serikat. Gadis Tionghoa-Jawa yang berada dalam didikan kental tradisi Jawa itu secara mengejutkan berhasil di terima di NYU. Kedua orang tuanya yang terlalu mengkhawatirkan putri semata wayangnya tersebut, membuatkan daftar 12 RED LIGHT ( Lampu Merah ) yang harus Mo jadikan panduan selama tinggal sendiri di New York. "Aku tidak bisa Noe ..." Mo Menatap wajah pria di hadapannya. Ia mendesah, kemudian beranjak dan berjalan ke dalam kamar. Tak berapa lama Mo kembali dengan sebuah buku di tangan. Ia kembali duduk di hadapan Noel, membuka buku yang ia bawa, lalu meletakkan buku itu ke hadapan Noel. "Ini daftar 12 lampu merah yang harus aku taati sebagai syarat bisa kuliah di sini. melanggarnya berarti kembali pulang ke Indonesia." Sejenak, hanya ada hening melingkupi mereka. Mata Noel menyorot tajam satu-persatu daftar lampu merah yang ditunjukkan Moa. Desah kasar Noel terdengar bersamaan dengan kepala yang perlahan terangkat. Menatap wajah gadis yang sudah menjerat hatinya. "Aku janji akan mengikuti semua daftar itu, kecuali lampu merah ke-tiga." ucap Noel dengan yakin. Apakah Noel akan benar-benar bisa mematuhi ke 11 lampu merah Amoa yang sudah dibuat oleh orang tuanya sebagai syarat gadis itu bisa belajar di luar negeri? Lalu apa saja ke 12 lampu merah yang dibuat oleh orang tua Amoa, dan apa yang akan terjadi saat Moa melanggar satu demi satu lampu merah tersebut.

NasaNasa · Teen
Not enough ratings
79 Chs

Berubah Sikap

Moa duduk dengan tidak tenang di sofa ruang tamu keluarga Noel. Setelah perdebatan antara anak, dan kedua orang tuanya, di sinilah Moa berada. Duduk sendiri, dengan segelas minuman di depannya—yang belum ia sentuh sama sekali—bahkan setelah waktu terlewat hampir satu jam dari kepergian Noel, dan kedua orang tuanya ke gereja.

Sebenarnya, Noel masih bersikukuh untuk pulang bersama Moa, sekalipun kedua orang tuanya sudah memberi perintah pada sang putra untuk ikut pergi ke gereja bersamanya. Namun, Moa yang merasa bersalah karena menjadi penyebab pertengkaran antara anak, dan kedua orang tuanya tersebut—akhirnya ikut bicara. Meminta Noel untuk pergi, dan dia akan menunggu. Sekalipun berat meninggalkan Moa sendirian di rumahnya, akhirnya Noel menurut.