webnovel

Para Penghuni Universitas Abiyaksa | Pukul 09.00

Orang-orang hanya pandai berbicara. Orang-orang tidak tahu, apa saja yang harus aku lalui dalam hidup. Apa saja yang terjadi sampai aku ada di titik seperti sekarang ini. Di rendahkan, diremehkan, tidak dianggap ,dipandang sebelah mata. Dan rasanya bohong kalau itu semua tidak berdampak pada pola pikir dan cara pandangku terhadap lingkungan, terhadap orang lain, dan bahkan terhadap diriku sendiri. Lalu kemudian aku mencoba untuk duduk dan berdialog dengan diri. Aku mau menjadi pribadi yang seperti apa? Dan ternyata jawabannya adalah aku mau menjadi manusia kuat yang bukan hanya bisa bertahan dalam hidup, tetapi juga bisa berkembang dan berpengaruh. Aku tidak mau menjadi manusia lemah, bukan juga mengeras. Tetapi mewangi ketika dihadapkan dengan segala bentuk tantangan dalam hidup. Seperti serbuk teh yang disiram air panas.

Aku belajar untuk menerima keadaan, melepaskan segala sesuatu yang negatif dan belajar untuk mencintai diri sendiri lebih lagi. Ternyata itu adalah langkah terbaik yang pernah aku buat dalam hidup. Karena berawal dari situ aku menjadi tahu nilai diriku. Aku menyadari bahwa aku berhak mendapatkan yang terbaik dalam hidupku. Aku layak mendapatkan kedamaian, dan aku berhak menjalani hidup yang indah. Aku tidak pernah lelah mengatakan pada diriku, you are worthy, you are deserved, you are enough. Always!

Memulai hari dengan penuh suka cita adalah langkah awal datangnya bahagia. Berpikir positif dan terus menebarkan kebaikan. Satu kebaikan bisa menjadi penolong di kemudian hari. Entah mendapat kebaikan serupa atau menjadi jalan terkabulnya doa.

Jasmine, si gadis pemilik positif vibes yang selalu ceria dan juga pemberani. Hari ini dia berangkat ke kampus diantar oleh Amri. Sopir pribadi Pak Irawan. Owner Dark Blue. Kebetulan Amri ada urusan di kampus Jasmine. Sangat bersyukur, ternyata Jasmine tidak di pecat setelah kejadian kemarin. Pak Irawan berbaik hati memberikan kesempatan kedua kepadanya.

Gerbang besar bertuliskan Universitas Abiyaksa. Ini merupakan salah satu kampus bergengsi di Jakarta. Dan Jasmine adalah salah satu mahasiswi Arsitek beruntung yang mendapatkan beasiswa penuh. Setelah bekerja di Dark Blue.

Betapa hal baik terus menyelimutinya.

Pukul 09.00, dua mobil secara bersamaan memasuki gerbang kampus. Saling tidak mau mengalah. Kedua pengemudi anteng di depan setir, saling menunggu agar salah satu mengalah.

Lagi. Jasmine dihadapkan dengan adu klakson mobil yang tidak berirama. Tarikan napasnya yang panjang memenuhi rongga dadanya. Kenapa selalu saja terjebak diantara suara-suara bising ini?

"Mbak Jasmine tetap di dalam mobil ya. Biar orang itu yang mundur. Kita yang lebih dulu sampe di gerbang."

"Tapi dia kayaknya nggak mau ngalah Pak, biar saya keluar."

Jasmine keluar mobil dan melihat plat nomor yang tidak asing. B 91 NO. Dan benar saja. Dari dalam mobil hitam itu, keluar sosok laki-laki gondrong, brewok, kumis tipis, dan as always kaca mata hitam. Kesempatan bagus bagi Jasmine untuk menumpahkan kekesalannya karena sudah membuat vespanya terguling. Pada saat itu.

"Permisi. Boleh mundurin mobilnya sebentar. Kita nggak bisa lewat."

"Gue juga mau lewat. Supir lo aja suruh mundur."

"Nggak bisa. Kita yang sampe duluan. Dan kita juga lagi buru-buru."

"Ohooo tuan putri. Lihat. Kalau lo dan sopir lo mau mundurin mobil, mobil gue bisa masuk dan mobil lo juga bisa masuk. Selesai masalah."

Tidak bisa. Jasmine dan Amri tetap tidak mau mengalah. Apalagi ketika tahu bahwa yang ada di sampingnya itu adalah Gino. Si laki-laki songong yang jutek abis.

Gino harus tahu bahwa tidak semua hal harus berjalan sesuai dengan keinginannya.

Terlalu asik berdebat, membuat Gino dan Jasmine tidak sadar bahwa mereka sedang menjadi tontonan mahasiswa lain. Bahkan beberapa diantara mereka merekam kejadian itu. Karena agi sebagian dari mereka, apa pun yang berhubungan dengan Gino, itu penting untuk diabadikan.

"Cepet mundurin mobil lo!"

"Nggak!"

"Anak Muda, kita yang sampe duluan." Pak Amri ikut bersuara.

"Gue nggak peduli!"

"Bisa sopan nggak kalau ngomong sama orang yang lebih tua."

"Gue nggak peduli. Lo suruh sopir lo mundurin mobilnya sekarang juga atau..."

"Ada apa ini?"

Akhirnya pak satpam datang, meskipun sedikit terlambat.

"Kami datang lebih dulu. Tapi Anak muda ini nyerobot masuk dan nggak mau ngalah," jelas Amri.

Karena permintaan Pak satpam, dengan sangat terpaksa, Gino memundurkan mobilnya dan memberi jalan untuk Jasmine agar lebih dulu masuk.

"Orang itu memang harus di beri pelajaran," gerutu Jasmine saat sudah kembali ke dalam mobil.

***

"Anak pemilik Universitas Abiyaksa terlibat pertengkaran dengan seorang perempuan di gerbang kampus." Bian membaca berita di sosmed.

"Akhirnya sang pangeran pun mengalah." Serena membaca postingan yang lain.

Dan masih banyak lagi postingan-postingan lain. Gino kaget begitu melihat potongan-potongan video itu.

Sial.

Mahasiswa yang merekam kejadian itu ternyata mengunggahnya ke sosial media. Dan sekarang, mungkin seisi kampus tahu kejadian itu. Bagaimana tidak, Gino adalah anak pemilik kampus. Dan siapa juga yang tidak kenal seorang Dean Gino Abiyaksa, yang sering muncul di live Instagram Bian. Sahabat karibnya.

Begitu kelas selesai. Gino langsung keluar mencari keberadaan Jasmine. Setelah bertanya dan keliling kampus, akhirnya ketemu. Jasmine ada di perpustakaan. Iya, ternyata tebakan Gino sendiri yang paling tepat. Tidak susah mencari orang-orang pintar. Dimana lagi kalau bukan di perpustakaan.

"Selamat siang tuan putri."

Jasmin hanya melihatnya dengan tatapan aneh.

"Kita viral sekarang," ucapnya setelah duduk di samping Jasmine.

Ekspresi tidak pahamnya Jasmine membuat Gino memperlihatkan video yang sudah tersebar luas di kalangan Mahasiswa Universitas Abiyaksa.

"Itu karena kamu tadi nggak mau ngalah."

"Elo yang nggak mau ngalah."

"Ssttt..." beberapa orang memberi isyarat kepada Gino dan Jasmine agar tidak berisik. Tapi Gino mana peduli kalau di perpustakaan itu tidak boleh berisik.

"Sekarang kita akan berjalan dengan tatapan aneh dari semua orang."

"Ya, biarin aja. Aku nggak peduli. Mereka nggak kenal aku. Dan aku juga nggak kenal sama mereka."

"Tapi itu jadi masalah buat gue."

Jasmine menarik napas dan menghembuskannya cepat. Posisi duduknya beralih menghadap Gino.

"Itu masalah kamu. Silahkan pergi dari sini dan selesaikan masalah kamu itu."

Kekesalan Gino semakin menjadi-jadi mendengar jawaban enteng Jasmine. Tapi seandainya berdebat pun tidak ada gunanya juga. Yang ada malah menambah masalah. Akhirnya dia pergi dengan menggunakan kata, "Oke."

"Oke," balas Jasmine sembari membuka telapak tangannya. Mempersilakan Gino untuk segera pergi.

Oke. Dengan menyatukan telunjuk dan jempol tangan kanannya, seorang lelaki yang ada di balik Rak buku mengikuti ucapan Gino dan Jasmine. Siapa lagi kalau bukan Bian. Ternyata dia mengikuti Gino tanpa sepengetahuannya.

"Apa? Laki-laki itu udah pergi. Kalian bisa belajar dengan tenang. Apa yang masih kalian liat?" ucapnya kepada beberapa orang di sebelahnya yang masih saja mengamatinya.

***

"Gue suka cara dia ngomong sama lu."

Gino hanya diam memainkan kaca mata hitamnya.

"Siapa?" Tanya Serena.

"Gadis itu."

Mendengarnya, Serena mulai kesal.

Sementara dalam diamnya itu, Gino mengingat-ingat kata-kata Jasmine.

'Itu masalah kamu. Silakan pergi dari sini dan selesaikan masalah kamu itu.'

Untuk pertama kalinya seorang Gino mendapat perlakuan seperti itu dari perempuan. Selama ini justru perempuan-perempuan lah yang ingin dekat dengannya. Termasuk Serena. Tapi kali ini berbeda. Gino malah mendapatkan penolakan dari Jasmine. Bahkan tidak terlihat sama sekali kalau Jasmine terpukau dengan ketampanannya seperti perempuan-perempuan yang lain.

"Gue harus pergi."

"Mau ke mana lo?"

"Ada urusan bentar."

Gino meninggalkan kedua sahabatnya di kantin kampus. Universitas Abiyaksa memiliki dua kantin. Kantin pertama di lantai atas dan di desain seperti Cafe yang ada di dalam kampus. Sedangkan kantin kedua dengan versi yang jauh berbeda dan lebih bisa dijangkau semua kalangan.

"Gadis itu bener-bener menarik perhatian gue. Lo tau? Tadi dia ngusir si Gino dari perpus."

"Dia ngusir Gino?" Tanya Serena tidak percaya.

Bian mengangguk.

"Dia bener-bener beda dari cewek lain."

"Terus Gino gimana?"

Bian hanya mengangkat kedua pundaknya.

Ini aneh, Gino hanya diam? Ada perempuan yang berani berbicara selantang itu di depan banyak orang. Tapi tidak ada amukan khas seorang Gino yang membabi buta karena sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya.

Siapa sebenarnya perempuan itu? Serena jadi penasaran.