Pagi ini Tiga Mahasiswa Abiyaksa sedang kebingungan, karena kehilangan satu anggota mereka. Iya. Serena, Gino dan Bianca lagi panik, karena sejak kemarin tidak bisa menghubungi Bian. Puluhan kali mereka menelepon Bian, tapi tidak ada satu pun yang diangkat.
Sedikit penjelasan, Bianca bukan anggota baru. Tapi dia baru saja bergabung kembali dengan Serena dan Gino setelah mengambil cuti. Entah karena apa dia mengambil cuti. Karena setiap kali ditanya, Bianca selalu mengalihkan pembicaraan. Dan hari ini dia kembali. Berharap bisa kembali seru-seruan bersama. Tapi bukannya kabar baik yang dia dapat, malah kabar menghilangnya Bian.
Ini juga untuk pertama kalinya Bian susah dihubungi. Karena Bian itu orang yang paling tidak bisa jauh dari handphone dan sosmed.
Pagi ini, pukul 10.00 Serena dan Bianca sudah ada di kantin kampus bagian atas. Atau bisa dibilang Cafe kampus. Mereka berdua sibuk memantau akun sosial media Bian. Berharap ada petunjuk dari sana. Tapi sayangnya tidak dapat juga.
"Gimana? Udah ada kabar dimana Bian?" Tanya Bianca kepada Gino yang baru saja bergabung.
"Belum. Dari kemaren gue udah telfon tapi nggak ada satu pun yang diangkat."
"Apa dia lagi sakit?"
"Gue juga udah cek ke rumahnya. Dan nggak ada siapa-siapa."
"Aduh, gue jadi makin khawatir kalau kayak gini. Apa jangan-jangan terjadi sesuatu sama Bian." Wajah panik Bianca terlihat jelas.
Sekedar informasi. Selama ini memang Bianca memiliki rasa yang lebih dari sekedar sahabat terhadap Bian. Tapi sayangnya Bian tidak merespons itu.
"Tenang dulu Bianca. Gue yakin Bian nggak kenapa-kenapa. Mungkin dia lagi ada di suatu tempat dan nggak pengen orang-orang tau," ucap Serena menenangkan.
Bianca mencoba untuk menerima itu, tapi tidak bisa.
"Iya, tapi kenapa? Alasannya apa? Kenapa dia lakuin itu semua?"
Lalu tiba-tiba Serena mengingat sesuatu. Sesuatu yang terjadi kemarin siang. Dan hanya Serena dan Bianca yang tahu.
"Oh, mungkin gara-gara kejadian kemaren," ucap Serena mengagetkan dua sahabatnya.
"Kejadian apa?" Tanya Gino cepat. Dia yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya, Kini serius memperhatikan Serena.
Semenjak kasus Jessica mencuat, terhitung sudah 2 hari ini Gino absen, Gino tak terlihat wara-wiri di kampus. Dia lebih memilih menghabiskan waktu di salah satu hotel milik keluarganya.
"Kejadian apa?!" Tanya Gino sekali lagi. Dan lebih serius dari sebelumnya.
Serena dan Bianca saling berpandangan satu sama lain. Saling memberi isyarat untuk menceritakan apa yang terjadi kepada Gino. Cukup lama mereka berdua diam. Yang mereka takutkan adalah reaksi Gino. Apakah dia akan marah dan melampiaskan amarahnya kepada mereka atau tidak.
"Jadi... kemaren itu kita lihat Jasmine nampar Bian."
"Karena?"
"Ya gue juga nggak tau alesannya apa. Dan Mungkin karena itu Bian jadi pergi entah ke mana. Karena dia udah dipermaluin di depan banyak orang," terang Serena.
Sementara Bianca mengangguk setuju. Dia juga menambahkan, "Lagi pula dia siapa sih? Berani- beraninya nampar Bian. Apa hubungannya gadis itu dengan Bian?"
Jadi ternyata Bianca belum tahu seperti apa Bian kepada Jasmine. Bagaimana Bian yang selalu memuji Jasmine.
Sementara itu Gino memilih langsung pergi saat tahu sahabatnya telah ditampar oleh Jasmine. Meskipun tidak tahu akar permasalahannya apa, tapi dalam pandangannya Jasmine lah yang salah. Karena dia sudah menampar Bian. Di tempat umum lagi.
***
Dua mobil berwarna hitam terlibat balapan di jalan raya. Saling kejar-kejaran satu sama lain. Untungnya jalanan lagi sepi. Hanya ada 1 atau 2 kendaraan saja. Mobil sedan jenis Volvo seri 900 itu terus memburu BMW hitam di depannya. Bahkan beberapa kali pengemudi itu sengaja menyerempet.
"Kurang ajar! Siapa bajingan itu?!" umpat Bian.
Selama hampir 15 menit mereka adu kecepatan di jalanan. Bian yang tidak tahu apa-apa mendapat perlakuan seperti itu, emosinya pun terpancing. Dia ingin membuat mobil itu menabrak lampu jalan. Tapi sayangnya selalu gagal. Orang yang ada di dalam mobil Volvo itu sepertinya lebih mahir berkendara dari pada Bian.
Dan tepat di tikungan, mobil Bian tiba-tiba oleng dan terguling. Kecelakaan pun tak dapat dihindarkan lagi. Tepat pukul 01.00 dini hari. Tidak ada yang tahu, karena Bian sendirian. Cctv jalan? Sayangnya sedang rusak. Kebetulan macam apa ini? Maka satu-satunya yang bisa menyelamatkannya adalah orang lewat yang berbaik hati mau menolong. Iya. Semoga Tuhan memberi jalan.
Sementara itu, si pengacau langsung menancap gas kencang sekali. Meninggalkan Bian yang sedang terkapar tak sadarkan diri. Dari dalam mobil, lelaki itu terkekeh kegirangan.
"Rasain lo," ucapnya.
Waktu yang sudah menunjukkan dini hari, membuat jalanan yang biasanya sepi menjadi semakin sepi. Sudah hampir 30 menit Bian tidak sadarkan diri. Mobilnya rusak cukup parah di bagian depan. Karena kecepatan terakhir sebelum kejadian masih kencang. Bahkan sempat terguling beberapa kali. Sampai akhirnya berhenti di pinggir jalan.
Jarum jam menunjuk di angka 02.10 barulah ada dua orang lelaki yang melewati jalan itu. Menyadari ada sesuatu yang aneh, lalu berinisiatif untuk melihat. Betapa terkejutnya mereka melihat ada seseorang yang sudah terkapar di dalam mobil.
"Buruan telepon Polisi," ucapnya setelah mengecek denyut nadi Bian.
"Ambulans apa Polisi?" Tanya temannya.
"Ya, apalah itu namanya. Mau ambulans atau Polisi. Buruan," gertaknya sekali lagi.
Lelaki itu menelepon Ambulans dari Rumah Sakit terdekat. Setelah menunggu selama 10 menit, Ambulans sampai. Akhirnya Bian mendapatkan pertolongan pertama. Semoga tidak terjadi apa-apa. Ya, meskipun agak susah berharap demikian. Karena luka di kepala Bian cukup parah.
Setelah memastikan Bian dibawa ke Rumah Sakit oleh Ambulans, dua lelaki itu diminta untuk ikut juga. Yuda, si lelaki bertubuh tinggi 175 cm itu yang memutuskan untuk ikut di dalam mobil. Sementara temannya, Fadli membawa motor mereka dan mengikuti dari belakang. Ini adalah pertama kalinya bagi Yuda dan Fadli bertemu dengan kejadian seperti itu.
Beruntung bagi Bian, karena ditemukan oleh orang-orang baik. Tidak memanfaatkan keadaan.