webnovel

BAB 2: KAMERA YANG TERJUAL

PREVIEW:

New York, Amerika Serikat. Tiga Tahun Lalu.

___________________________________

"Apoooo! Apooooo! Kamu serius mau tinggal di rumahku?" tanya Lucy, sahabat Apo itu menelpon segera setelah mendengar kabarnya ditipu teman soal keuangan.

"Iya, maaf kalau agak merepotkan. Aku janji cuma sampai dapat pekerjaan baru. Kalau ada tugas rumah, pasti nanti kubantu-bantu," jawab Apo agak segan.

Lucy pun tersenyum tipis. "Ah, kau ini tidak perlu sungkan," katanya. "Aku tahu kok. Ya sudah, kujemput ke apartemen, ya. Kita pindahkan barang-barangmu sekarang."

"Oke, thanks ya Lucy."

"Ur welcome, Apo."

Tuuuutssss!!

Bangkok, Thailand.

_____________________

Begitu sambungan telepon berakhir, Apo pun menghela napas panjang. Padahal, barusan dia menjawab telepon dari perwakilan agensi Filmania, Tran. Namun, yang terpikirkan di otaknya malah kejadian beberapa tahun silam.

Adalah ketika dirinya masih di negara orang lain, menjalani hidup sebagai bartender, dan sempat jatuh di titik terendah karena seorang teman bangsat yang berlaku tega menipu.

"Ha ha ha. Aku bahkan sempat menjual kamera untuk bertahan hidup waktu itu," tawa Apo sendirian. "Karenanya, sekarang takkan kubiarkan diriku menumpang, meski harus melakukan hal cukup menarik ini." Dia pun membolak-balik halaman biodata tokoh ikonik novel bernama Porsche Pacchara.

Porsche, seorang tokoh bottom atau uke yang terkenal dalam karya "KINNPORSCHE", berparas menawan dan kuat dengan aksi gilanya, sementara Apo baru ditawari untuk memerankannya dalam sebuah projek film.

Jujur, Apo merasa ini merupakan langkah besar. Meski setelah memutuskan mau ditantang dalam proses casting, sebenarnya dia tak terlalu yakin untuk masuk terlalu jauh.

Mungkin karena ... projek ini agak beda dari yang dia pegang sebelumnya. Dengan lawan main pria, apalagi Apo baru vakum lama dari dunia hiburan.

Hmm ... apakah ini sudah tepat? Apo tidak benar-benar tahu. Karena itulah, dia pun menyempatkan diri untuk pergi ke vihara terdekat pada keesokan paginya.

Dia bermeditasi di sana selama setengah hari, berusaha tenang dari segala pikiran buruk, lalu meyakinkan diri, "Jika ini memang pilihan yang baik, maka tolong berikan aku jawaban yang hebat. Jika tidak, maka tak masalah. Aku akan mencoba dan terus mencoba lagi."

Usai memberikan persembahan dan do'a, Apo pun pulang dan membaca detail novel yang diberikan pihak Filmania padanya sekali lagi. Yang kemarin baru membaca separuh jalan, sekarang dirinya berusaha menyelesaikan. Hmm ... sampai mana ya? Tokoh Big berkhianat?

Apo mengakui "KINNPORSCHE" adalah naskah yang sedikit brutal, tapi beruntung memiliki plot bagus. Dia kadang memijit kening dengan perilaku beberapa tokoh, bahkan Kinn Anakinn sendiri sebagai pelaku utama. Namun, ada hal yang membuatnya tetap ingin menamatkan. Entah itu rasa penasaran dengan nasib Vegas. Entah karena agak kesal dengan kematian Namphueng ibunya sendiri, yang pasti Apo berusaha meresapi tokoh Porsche dengan baik.

Terkadang, sambil menikmati waktu santai pun dia memikirkan harus bagaimana nanti jika sudah masuk ruang tes. Apa yang harus dia ucapkan, bagaimana cara mengatakan berekspresi khas "Porsche", dan banyak hal lainnya.

"Sainganku sepertinya cukup berat juga," gumam Apo ketika sudah pulang ke rumah lagi. Meski selesai membaca, dia tetap membolak-balik novel itu beberapa kali, berikut daftar calon pemeran "Porsche Pacchara" yang lain.

Diantaranya ada yang bernama "Bas Asavapatr", sementara 2 yang lain dia tak terlalu familiar.

"Tampan sekali. Ha ha. Aku jadi ingin mundur saja," kata Apo. Lalu berguling-guling di atas kasur. Lelaki itu sampai tak mendengar suara ponselnya berdering berulang tiga kali yang ternyata dari sang ayah.

[Pa, Calling .... ]

DEG

"Wah ... sejak kapan?" gumam Apo. Cepat-cepat, dia pun mengangkat panggilan itu daripada sang ayah yang berada di Huahin terlalu lama menunggu. "Halo, Pa? Ada apa?" tanyanya dengan cengengesan.

Apo juga melihat fotonya bersama sang ayah yang dipajang di atas nakas apartemen.

Mereka yang memiliki style berpakaian mirip, menikmati waktu bersama di alam liar, dan seperti saudara daripada orangtua-anak.

"Kau baik-baik saja, Nak? Kenapa tidak pulang sebentar ke Huahin dulu? Ma dan Pa kangen di sini. Kakak perempuanmu juga," kata sang ayah seperti merajuk.

Tanpa sadar, jari-hari Apo pun meremas seprai karena gelisah. Dia tahu, keluarga tidak pernah menuntut banyak soal uang. Tapi, sebagai anak lelaki dalam keluarga, bila sudah merantau ke luar negeri, lalu pulang ke tanah air ... Apo merasa tak bangga saja kalau tidak membawa banyak oleh-oleh untuk mereka.

Apa yang harus diberikan pada semuanya? Apo tidak mau pulang dulu sampai dia mampu sesuai keinginan.

"Ha ha ha. Aku masih ada urusan dengan teman. Dan, di sini dapat tawaran projek baru. Pa dan Ma do'akan aku, ya. Dua hari lagi aku berangkat untuk ikut casting," kata Apo berusaha tenang.

Kali ini suara sang ibu yang menyahut--oh, astaga. Pasti tadi ponsel itu di loud speaker, bahkan bisa jadi kakaknya pun ikut mendengarkan. "Iya, Apo sayang. Pasti. Tapi kalau ada waktu sempatkan pulang, ya. Ma kangen sekali. Ma ingin peluk cium kamu sambil makan malam. Ha ha ha."

"Oke, Ma. Tenang saja. Apo nanti pasti cari-cari waktu, kok."

"Baiklah ...." Sang ibu terdengar sedikit khawatir. "Oh, iya. Apa kamu sudah makan malam? Ma buat makanan kesukaanmu di sini. Jadi ingat kan ...."

DEG

Apo buru-buru mengirim foto lamanya saat nongkrong di warung makan, padahal saat ini dia masih di dalam apartemen.

"Lihatlah, Ma. Iya. Aku ini lagi makan malam. Ma dan semuanya juga selamat makan," kata Apo, yang memaki bunyi perutnya sendiri dalam hati. Kruuuuuk.

Sang ibu pun tersenyum. "Sip. Kalau begitu selamat menikmati waktunya. Dah."

"Hmmm."

Tuuuutssss!

Kalau sudah begini, mana mungkin Apo menyerah? Tidak! Tidak ... terlalu dini untuk itu. Benar bukan?

Akhirnya, Apo pun turun dari ranjang dan berlatih di depan cermin sepanjang malam. Dia mengabaikan perut lapar karena lebih baik tidak cemas, lalu tertidur di atas sofa sangking malasnya kembali ke kamar.

"Aku harus dapatkan peran Porsche bagaimana pun juga. Harus. Aku takkan biarkan orang lain merebutnya dariku. Aku janji."

Bersambung ....

Lucy sahabat asli Apo selama di New York [Namanya lupa-lupa ingat bener itu apa nggak] yang pasti, soal jual kamera itu juga real. Apo pernah cerita sendiri di salah satu VT tiktok. Duh anakku ....