"Noona. Ini ponselmu." aku mengernyit bingung. Ponsel? Jungkook menyodorkan sebuah ponsel padaku sesaat setelah aku menyelesaikan sarapan pagiku. Dan nenek sudah tidak berada dimeja makan, katanya dia akan pergi ke kantor lebih awal hari ini karena ada meeting besar dengan perusahaan fashion week. Aku pun mengerti dan seperti biasa akj membiarkan nenek pergi dengan semua pengawalnya. 2 bodyguard berbadan besar dan satu wanita muda yang selalu bersamanya. Sekretaris pribadi.
Dan sekarang diruangan makan sebesar ini, hanya ada aku dan Jungkook diseberang sana. Menarik kembali lengannya saat aku berhasil meraih ponsel yang ia berikan padaku. Aku sebelumnya tidak memiliki ponsel. Aku selalu menggunakan laptop atau bahkan proyektor saat aku ingin menonton drama atau film. Lagipula aku tidak terlalu membutuhkan ponsel karena aku tidak pernah keluar mansion. Jadi, sekarang benda pipih kotak yang kupegang ini terasa sangat asing digenggamanku.
"Untuk apa?" celetukku tak mengerti.
Ini sungguhan aneh. Aku memutar-mutar penda pipih ditanganku ini. Mengamati dengan seksama setiap sisi yang sama sekali tak menarik bagiku. Aku sering melihat orang-orang menggunakan benda seperti ini saat aku menonton film. Gunanya untuk menelfon dan bermain media sosial, mungkin begitu.
Aku menatap pria didepanku dengan tatapan meminta penjelasan lebih lanjut atas tindakannya. Memberiku sebuah ponsel dan membuatku menjadi benar-benar seperti manusia goa. Dan saat aku menatap wajahnya, dia nampak tersenyum sedikit. Aku melihat dia mulai beranjak dari kursinya, berjalan kearahku dan kembali duduk dikursi sebelahku.
"Seperti ini. Noona bisa menekan angka satu ini untuk memanggilku." ucap Jungkook setelah ia duduk kemudian meraih ponsel ditanganku dan memindahkan sejenak ke tangannya.
Duduknya terlalu dekat. Iya. Tentu ini tidak baik untuk kesehatan jantungku. Aku memperhatikan caranya mengajariku. Membuat aku mengerti dalam sekali pemahaman. Aku hanya perlu menekan angka satu dan aku bisa membuat ponsel milik Jungkook berdering. Bukan begitu? Tentu itu hal yang mudah.
"Noona sudah mengerti?" tanyanya sangat hati-hati sembari menyerahkan kembali ponsel milikku ke tanganku. Aku pun mengangguk. Aku memang paham apa yang dia ajarkan. Ternyata ini gunanya ponsel. Untuk menelfon.
"Noona bisa mencobanya sekarang." ucapnya kemudian. Aku pun menurut untuk kali ini. Aku harus bisa dulu sekarang, perkara untuk kekesalanku padanya pagi tadi, aku memilih untuk mengabaikannya saja saat ini.
Aku pun mencobanya. Menekan angka satu dan benar saja ponsel Jungkook langsung berdering. Aku bisa sekarang. Ah bolehkah aku bersorak sekarang? Ini terlalu menakjubkan.
"Kita harus berangkat sekarang." ucap Jungkook lagi. Sungguh dia kembali menunjukkan tabiatnya pagi ini. Dia masih sama rupanya. Dia banyak omong. Tentu mungkin aku bisa mencoba niat awalku hari ini. Sepertinya, menjadi teman seorang pria yang lebih muda dariku bernama Choi Jungkook ini bukanlah hal yang buruk.
Tidak langsung beranjak, aku sempat menilik arlojiku dan ya benar, ini sudah hampir setengah 8. Aku harus pergi sekarang. Aku pun mengangguk begitu saja kearah Jungkook, sehingga Jungkook pun beranjak dari duduknya. Kemudian dia benar-benar melenggang begitu saja mendahuluiku. Tapi tidak papa, dia hanya akan mengambil mobil dan aku hanya perlu menunggunya didepan saja.
~~~
Didalam sebuah mobil BMW hitam yang sudah nenek percayakan pada Jungkook. Suasana didalam mobil--boleh aku jelaskan.
Sepi sekali, bahkan aku sampai bisa mendengar hembusan nafasku sendiri. Tentang perkataanku yang menyuruh Jungkook untuk bersikap formal, rupanya pria itu menelannya mentah-mentah. Dia benar-benar bersikap formal sekali sekarang. Meskipun sekarang aku duduk disamping kursi kemudinya, aku tidak bisa melihatnya seperti tadi, dia terlampau serius dengan jalanan yang membentang didepannya. Bahkan dia seperti tidak menganggapku ada.
Semula aku berniat menempati jok belakang, tapi Jungkook menyuruhku untuk duduk didepan saja. Katanya, dia bukan seorang supir, katanya dia itu teman. Ya. Mau tidak mau aku menurutinya. Bagaimanapun juga apa yang dia katakan itu benar, dia bukan supir. Walau aku sempat menganggapnya lebih seperti bodyguard karena nenek yang seperti membeli jasanya untuk menjagaku, namun saat dirinya menyebutkan bahwa dia itu 'teman', aku menjadi sedikit bisa mengubah persepsiku bahwa Jungkook itu bukan bodyguard.
"Noona."
Aku menoleh begitu saja saat Jungkook mengeluarkan suaranya. Entah apa yang hendak dia sampaikan sehingga sempat-sempatnya dia memanggilku.
"Ada apa, Jung?" Aku menyahutnya. Ini lebih seperti seorang kakak yang sedang diantar kuliah oleh adiknya.
"Apa noona tidak papa berbeda gedung denganku?"
Sejemang aku merasa stagnan ditempat. Pertanyaannya mendadak. Dan ini sukses membuatku terkejut. Awalnya aku mengira berbeda studi itu tidak masalah sama sekali, tapi ternyata ini sangat berpengaruh padaku. Jungkook benar-benar berniat membuatku jantungan saat ini. Bagaimana aku bisa menjalani semuanya jika sekedar menapakkan kaki dikerumunan pun aku merasa takut.
"T-Tidak papa." ucapku gugup. Sungguhan aku tidak sengaja membuat suaraku gugup seperti ini. Bahkan sampai terdengar terbata-bata dan membuatku malu sendiri.
Aku jelas lebih tua darinya 2 tahun. Ini cukup membuatku malu sendiri ketika aku harus mengakui bahwa aku benar-benar takut untuk bertemu banyak orang. Harusnya aku menjadi seorang noona yang pemberani, tapi kenyataannya yang terjadi sekarang adalah aku yang seperti membutuhkan sekali perlindungan darinya.
"Baiklah."
Selang beberapa detik, Jungkook pun terdengar menyahut dengan suara yang menyiratkan kelegaan. Ya mungkin Jungkook berpikir bahwa aku benar-benar akan baik-baik saja. Tapi kenyataan yang berlaku adalah; bolehkah sekarang aku menghilang saja dari bumi?
[]