Defian
Defian
Defian
Sayang, wake up...
Suara bisikan yang terdengar di telinga Defian kini membangun kannya dari tidur lelapnya. Dia membuka perlahan-lahan kedua matanya; Diapun di sambut oleh seseorang yang kini sedang duduk di tepi ranjang sambil tersenyum menatapnya.
'Kenapa dia bisa ada di sini?'Defian menatap pria di depannya dengan tatapan binggung, kemudian dia mengedarkan pandangannya ke seisi kamar yang terlihat asing baginnya. Dekorasi kamarnya sangat elegan dengan perpaduan warna putih, hitam dan gold.
"Masih belum sadar."
Mendengar suara pria yang duduk di tepi ranjang tadi, membuat Defian seketika tersadar dari kebingungannya. Dia menatap beberapa detik Sebastin dan seketika bangun dari tempat tidur. Namun dia terbaring kembali dikarenakan rasa peri bercampur sakit yang dirasakannya.
Seluruh tubuhnya mulai dari tangan, pinggang, kaki, semuanya sangat sakit seperti mau patah, area bawahnya terasa sangat perih. Sampai membuat Defian tidak ingin lagi bergerak walaupun hanya seinci.
Defian menatap Sebastin dan berkata, "Jam berapa sekarang?"
Sebastin menatap lekat Defian, "Aku pikir kamu akan bertanya padaku, mengapa seluruh tubuhmu sakit."
Wajah Defian memanas, diapun menghindari tatapan mata Sebastin dan mengarahkan pandangannya ke arah jendela yang ghordennya masih tertutup.
"A-aku sudah tahu, kalau akan jadi seperti ini."
Sebastin menaruh kedia tanggannya di sis kepala Defian, seperti sedang memenjarakannya, "Bagaimana kamu bisa tahu, kalau kamu bangun nanti, seluruh tubuhmu akan terasa sangat sakit?" Goda Sebasti.
"Sekarang jam berapa?" Defian mengalihkan pembicaraan, dia sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaan memalukan Sebastin padanya.
Sebastin mengangkat kembali kedua tanggannya dan salah satu tangannya memperbaiki posis rambut Defian yang berantakan.
"Sudah jam 7 malam."
"Oh..."
Sebastin tersenyum mendengar jawaban singkat dari Defian, kemudian ia menambahkan kembali "Jam 7 malam di hari berikutnnya."
Defian menatap Sebastin bingung.
Melihat wajah kebingungan dari istrinya, Sebastin menjelaskan kembali, "Sekarang hari Kamis dan kamu sudah tertidur lebih dari sehari."
"Le–lebih dari sehari!" Defian terkeju.
"Hmm ... ayo bangun, aku sudah menyiapkanmu makanan."
"Aku tidak bisa bagun."
"Aku akan membantumu." Ucap Sebastin sambil mengambil bantal berukuran kecil dengan tekstur halus dan lembut di dalam laci tempat tidur dan menaruhnya di samping Defian.
Defian yang melihat bantal tersebut hanya bisa bertanya-tanya, untuk apa bantal itu(?) Defian bangun dengan posis miring, dia berusaha menyanggah tubuhnya dengan kedua tangannya dan menghindari kontak apapun pada daerah bokongnya.
Sebastin, "Hati-hati."
Sebastin menggendong Defian ala putri dan mendudukannya di atas bantal berukuran kecil yang ia siapkan tadi.
"Aah, Sebastin."
"Tenang, ini sangat lembut dan tidak akan membuat bokongmu sakit."
Setelah memastikan Defian sudah duduk dengan nyaman; Sebastin pun mengambil nampan makanan di atas nakas dan menanyakan pada Defian, makan sendiri atau aku yang menyuapimu. Tentu saja jawaban yang di dapat oleh sebastin adalah aku makan sendiri.
Sebastin mengambil meja yang di rancang khusus untuk orang sakit yang akan memakan makanannya sendiri.
Biasannya meja tersebut sering digunakan di rumah sakit.
Defian memakan makanannya dengan sangat lahap. Dia sangat lapar ketika baru bangun tadi, bagaimana tidak; Melakukan olahraga fisik selama berjam-jam sampai jatuh pingsan dan di tambah selama sehari penuh tidak makan.
"Setelah selesai makan, aku akan mengolesi obat padamu."
"Umm." Jawab Defian singkat. Pikirannya masih tetap fokus pada makanannya.
Senyum kecil terukir dari bibir Sebastin. Istri kecilnya ini sama sekali belum menyadari obat yang akan di olesinya adalah obat yang digunakan atau obat yang akan di terapkan di anusnya. Sebastin berpikir, sangat manis jika melihat wajah malunya.
.
.
.
"Apa yang akan kamu lakukan?!!" Teriak Defian panik sambil menutupi area bawahnya dengan menggunakan selimut. Tidak lupa pula dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya serta rasa perih di areah bokongnya.
"Mengoleskan obat."
"Bi–biar aku sendiri." Ucap Defian gelagapan.
Sebastin menatap Defian dengan tatapan menggoda, "Apa kamu yakin?"
"Yakin." Kata Defian serius.
Defian menggambil salep yang berada di tangan Sebastin.
"Aku, aku akan mengolesi obat,"
"Hmm silahkan," Kata Sebastin sambil memberi arahan menggunakan tangannya; Kemudian ia menambahkan kembali, "dan aku akan tetap berada di sini. Jangan berpikir untuk menyuruhku keluar."
Di tempat lain, Firaz dan Akemi sedang berlutut di ruang tamu milik keluarga Zhang. Mereka berdua dikelilingi keluarga Zhang, kedua orangtua Firaz, dan kedua orangtua Defian Mahesa, serta kakak perempuan Defian yang bernama Arni Mahesa.
"Akemi, apa ada yang ingin kamu katakan kepada ibu?" Ucap Ana kepada sang anak, yang kini sedang berlutut di depannya sambil menundukan kepala.
"Maafkan aku, bu." Hanya itu yang bisa di ucapkan Akemi pada kedua orangtuannya.
"Bagaimana dengan Firaz?" Tanya Ana.
"Ini kesalahan kami." Jawab Firaz tegas.
"Akemi, sebutkan peraturan nomor 52."
Akemi meng hembuskan napas dengan gugup dan mulai melafalkan kata demi kata peraturan Blue nomor 52.
"Semua siswa maupun siswi dari Blue Academic, dilang keras untuk menginjakan kaki ke tanah Red Academic. Jika tertangkap; Maka akan diberikan hukuman."
Ana, "Firaz, apa bunyi hukuman jika melanggar peraturan nomor 52."
Firaz, "Mencatat 125 peraturan Blue Academic sebanyak 1993 halaman."
"Sungguh kasihan anak kita Defian." Ucap Ibu Defian dengan raut yang sangat bahagia.
Arni yang melihat ekspresi sang ibu hanya bisa menggeleng kepalannya. Sejak mendengar sang adik Defian melamggar peraturan dan kini sudah terikat pernikahan dengan salah satu siswa terbaik Red Academic, hal itu membuat sang ibu sangat bahagia. Bahkan sepanjang hari wanita yang bernama Indri Mahesa itu selalu menyindir-nyindir sang suami yang merupakan alumni Blue Academic.
Kenapa begitu?
Kejadian yang di alami anak bungsu mereka tersebut; Juga pernah di alami oleh mereka berdua.
Dimana Indri yang tidak sengaja menginjakan kakinya di tanah Blue tertangkap basah oleh Rian Mahesa yang sekarang ini menjadi suaminya. Hal itu membuat Indri tidak suka dengan peraturan baru yang dikeluarkan Blue Academic.
Hal itu membuat Indri tidak bisa leluasan menemui gebetannya.
Indri, merupakan siswi Top Red Academic. Namun kepribadiannya cukup nakal.
Dia bahagia karena siswa/i Blue yang dikenal selalu taati aturan dan selalu saja di puji-puji oleh sang suami selama mereka mulai bersama, kini bisa juga jebol. Walaupun itu dilakukan oleh anak kesayangannya sendiri.
Kembali lagi ke kediaman Zhang. Ayah dari Firaz mengankat suaranya dan bertanya pada kedua anak muda yang tengah berlutut di tengah-tengah kerumunan, "Ehem... Defian melanggar peraturan Blue dan dia menemukan pasangan, bahkan suda terikat pernikahan. Lalu bagaimana dengan kalian berdua? Apa kalian berdua mendapatkan pasangan juga?"
Pertanyaan itu membuat seisi ruang tamu terdiam dan menatap lekat kedua orang yang sedang berlutut.
"Kau ini..." Ucap ibu Firaz pada sang suami dengan tatapan ingin mencabik-cabik.
Akemi dan Firaz saling menatap dan tiba-tiba saja senyum licik mengembang. Firaz berpikir, apa lagi yang dipikirkan gadis gila ini(?)
Beberapa saat kemudian Akemi berteriak dengan lantang, "Firaz memiliki kekasih, dia merupakan ketua Osis Red Academic."
"Hey apa yang kamu bicarakan!" Kata Firaz heran, "Jangan sembarangan menjodoh-jodohkanku!"
"Jujur saja, pada saat aku melihat kamu bertengkar dengan ketua Osis Red satu hari yang lalu di pagar pembatas. Entah kenapa, aku melihat kalian berdua terlihat sangat serasi dan cocok~" Ucap Akemi kegirangan.
Firaz rasanya ingin menangis saja mendengar ucapan dari Akemi. Entah kenapa teman sekaligus sahabatnya ini senang menjodoh-jodohkan Defian dan dirinya; Ditambah objek yang di jodohkan juga adalah sesama pria.
Defian juga pernah di jodoh-jodohkan dengan Alfano Mia Sebastin pada saat mereka masih dibangku kelas sepuluh. Jadi kalian berpikir saja, bagaimana kegirangannya Akemi pas mengetahui pengantin Defian adalah Alfano Mia Sebastin.
Bersambung ...
Sabtu, 21 Desember 2019
Hari ini saya tidak terlalu konsen dalam mengetik. Jadi mungkin hasilnya sedikit tidak memuaskan.
Dan saya juga tidak terlalu menjelaskan cerita ini secara detail.