webnovel

[BL] Our Own Stories

Hanya tentang kisah kedua insan yang saling melengkapi sesamanya. Mengisi hari bersama dan mengejar apa yang ingin mereka raih. Pemikiran mereka berbeda, tapi mereka bisa saling mengerti walau perlu sedikit pertengkaran. Keduanya berusaha menghargai pilihan masing - masing, karena rasa suka dan cinta tidak akan lengkap kalau tidak bisa saling mendukung. "Kashi, aku akan mencintaimu seumur hidup. Karena, kau adalah satu - satunya orang yang memikat hatiku." "Rei, kamu menjijikan."

Peanut_sect · Realistic
Not enough ratings
6 Chs

Chapter 2

"Oke anak – anak, cukup latihannya untuk hari ini."

Kashi yang sudah basah karena keringat pun menghela nafas lega. Akhirnya dia bisa pulang ke rumah setelah beberapa jam berlatih untuk persiapan turnamen bulan depan.

"Masaoka – sensei, aku pulang yah."

"Oh iya. Terimakasih Kashi – kun sudah membantuku hari ini."

"Tidak masalah. Terimakasih atas latihannya sensei."

Langit oranye yang lembut bersinar memenuhi kota. Cahaya - nya membuat Kashi terpana dan memilih untuk menikmatinya sedikit di taman yang tidak jauh dari tempat latihannya. Menyesap sekaleng soda sambil menikmati matahari terbenam memang terasa menyegarkan. Angin sejuk berhembus seakan menepuk lembut setiap inchi kulit Kashi. Rasa penat sedikit terobati kala matahari itu tenggelam. Langit sudah gelap, Kashi memutuskan beranjak dari tempatnya duduk dan menuju rumahnya.

Kashi tidak memperdulikan perutnya yang kelaparan. Dia langsung membersihkan badan kemudian merebahkan diri di sofa. Rumah bernuansa serba putih itu terasa sangat sepi dan sunyi. Penghuninya yang kelelahan tanpa sadar menutup matanya dan tenggelam dalam dunia mimpi. Sedikit berharap saat dia bangun nanti, dia tidak sendirian lagi. Sedikit berharap Rei akan datang dan mengusir rasa lelah ini dengan senyumnya.

Tubuh Kashi terasa ringan dibawa angin. Aroma mint yang familiar tercium jelas oleh indra penciumannya. Rasa hangat yang tersalur dari kedua tangan yang membawanya membuatnya semakin nyaman. Kashi membuka matanya sedikit ditengah kantuk yang masih melanda.

"Tidur saja, aku hanya memindahkanmu ke kamar. Aku tidak akan berbuat macam – macam."

Suara berat nan lembut itu tertangkap samar – samar oleh pendengaran Kashi yang kemudian kembali tenggelam dalam tidurnya yang nyenyak. "Sungguh ini aroma yang menenangkan."

.

.

'Kau berangkat sekolah sendiri. Aku ada latihan pagi. Sampai jumpa di sekolah!'

Sebuah pesan singkat dari Rei melalui sticky notes yang menempel pada meja makan Kashi. Sudah menjadi hal yang biasa kalau Rei mampir ke rumahnya hanya untuk menyiapkan sarapan, hal ini biasa dilakukan Rei karena sifat Kashi yang tidak peduli dengan kesehatannya sendiri. Kashi tidak keberatan memberi Rei kunci rumahnya agar dia tidak perlu terbangun dari tidurnya kalau Rei datang pagi – pagi sekali. Setelah menghabiskan roti isi dan teh yang telah dihidangkan dia pergi ke sekolah.

"Kashi – kun. Aku menyukaimu. Tolong berpacaran denganku!"

Yap, satu lagi korban pesona dingin Kashi. Dengan lembut Kashi menolak gadis yang baru saja menembaknya saat jam makan siang. Jujur saja, Kashi tidak ingin melukai hati seorang gadis SMA yang sedang dimabuk cinta, namun dia tidak ada pilihan lain. Bahkan dia sendiri tidak mengerti hubungannya dengan Rei sebenarnya pantas disebut dengan apa. Mereka tidak pernah menembak atau menyatakan perasaan seperti sebagaimana mestinya walaupun pernah ciuman dan melakukan itu beberapa kali. Kashi tidak pernah menembak Rei dan begitu juga sebaiknya. Apakah sahabat memang seperti ini? Kashi selalu bertanya – tanya saat ada orang yang menembaknya.

.

Hari berubah jadi minggu dan minggu berubah menjadi bulan. Kashi tidak begitu dekat dengan Rei belakangan ini. Kashi sedang fokus dengan turnamennya yang sebentar lagi akan tiba sedangkan Rei sibuk berlatih dengan timnya bahkan beberapa kali mendapat dispensasi untuk melakukan latih tanding dengan tim sekolah lain. Kashi melewati harinya dengan mulus namun sunyi dan sepi sampai dia mendapat kegiatan baru, yaitu membantu tetangganya bekerja mengurus anak – anak panti asuhan dekat rumahnya. Kashi merasa sedikit ringan karena dapat mengalihkan rasa sepinya dengan bermain bersama anak – anak panti.

"Kak Kashi. Apa aku boleh duduk bersamamu disini?" tanya seorang gadis kecil bernama Megu.

"Hm? Tentu saja."

"Kakak sedang memikirkan apa?"

"Hah? Ah, tidak kok. Aku hanya merasa duniaku tidak terlalu sepi jupa ternyata."

"Sepi? Apa dulu kaka kesepian?"

"Hm? Tidak juga kok. Hanya saja, dulu aku ini sering pindah rumah jadinya tidak punya teman yang bertahan lama deh."

"Wah, enak dong!"

"Kenapa?"

"Kakak jadi ketemu macam – macam orang. Bukankah itu menyenangkan?"

"Bisa jadi. Aku tidak begitu pandai dekat dengan orang, tapi memang ada satu yang memaksaku terikat dengannya."

"Apa itu pacar kakak?"

"Pa- pacar? Te- tentu saja bukan! Dia laki – laki, mana mungkin aku berpacaran dengan laki – laki. Apa kata orang nanti."

"Ya, kan itu hidup kakak. Untuk apa memikirkan kata orang."

"Anak kecil yang terlalu pintar lebih baik jaga ucapanmu. Kau belum pantas mengatakannya."

"Anak ini dewasa sebelum waktunya!"pikir Kashi yang kemudian beranjak pergi untuk pulang ke rumah karena langit sudah mulai gelap.

Berekspektasi rumahnya akan gelap gulita karena dia lupa menyalakan lampu teras sebelum dia berangkat tadi, namun malah mendapati rumahnya terang. Sepasang sepatu yang dia kenali dengan jelas tergeletak rapih di genkan* nya. Jaket biru tua milik seseorang yang dia kenali dengan aroma mint yang menenangkan tergeletak rapih di sofa bersama dengan tas olahraganya. Kashi menuju dapur dan mendapati aroma masakan memenuhi ruangan yang membuatnya lapar. Sosok yang sudah lama tidak dekat kini muncul di dapurnya tengah memasak sesuatu.

"Ah, selamat datang! Makan malam sebentar lagi tiba. Ayo makan bersama, tadi aku mendapat daging dari toko langgananku jadi aku memasak kare." Sapa Rei sambil sibuk memotong kentang dan beberapa sayuran lain.

Kashi terdiam. Rasa hangat menyeruak masuk kedalam hatinya yang belakangan ini terasa sepi. Dia meletakan tas nya di lantai kemudian berjalan ke arah Rei yang tengah sibuk memotong. Satu gerakan yang mampu membuat Rei mematung kemudian terkekeh pelan. Kashi yang memeluknya dari belakang menenggelamkan wajahnya pada punggung Rei yang beraroma mint. Aroma yang dia rindukan tanpa disadari jelas. Rasa hangat yang sudah lama tidak dia rasakan kini menyebar pada tubuhnya membuat dia semakin enggan melepaskan Rei.

"Kalau kau terus begitu, bagaimana aku bisa memasak?"

"Lanjut saja. Hanya sebentar."

Kashi tenggelam dalam aroma mint itu. Aroma yang menenangkan, hangat yang memabukan. Orang ini benar – benar mengikat Kashi agar tidak dapat lepas darinya. -TBC-

---------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan kaki:

Genkan*: Ruang pintu masuk Jepang, biasanya untuk meleakan sepatu dan menggantinya dengan sandal ruangan.

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Peanut_sectcreators' thoughts