Halo🙋
Makasih buat yang sudah memberi dukungan dan semangat.
Makasih, makasih...😸
____________________________________________
BAB 30. Cemburu Pada Diri Sendiri?
______________________________________________
Di kediaman Zhu, tepatnya di meja makan. Suasana di sekitar membuat Resa menegang kaku tanpa bisa berkata-kata, yang bisa dia lakukan hanyalah tersenyum kaku dan itu benar-benar terlihat jelek dan di paksakan.
Resa berpikir jika acara makan malam ini hanya di hadiri keluarga Zhu dan keluarga Anita, namun ternyata tidak, kedua orangtua RanRan dan Lili pun turut di hadiri di acara makan malam ini.
Resa menyiku pelan Zhu Zheng dan menatap Zhu Zheng dengan wajah menyedihkan. Namun sang seme hanya tersenyum lembut dan kembali fokus pada makanannya.
Resa, "..." Apa sebenarnya yang dia rencanakan?
Ayah Zhu Zheng berdehem pelan untuk memecahkan kesunyian di meja makan.
"Apa dia antara kalian semua tidak ada yang ingin mengatakan sesuatu?"
"Dan juga... Zhu Zheng, kenapa kamu mengundang tante juga kemari?" Ucap tante Mirna dengan mata selediki.
Zhu Zheng menatap tante Mirna dan suaminya.
"Aku ingin menikahi RanRan."
Sendok yang berada di tangan Resa terlepas begitu saja di tangannya dan jatuh menimpa piring makannya. Resa menatap Zhu Zheng dengan wajah bodoh ketika mendengar ungkapan Zhu Zheng barusan.
Bukan saja Resa, semua yang ada di ruang makanpun ikut terkejut.
Zhu Yiran, "Nak apa kamu tidak sedang membual?"
"Tentu saja tidak ibu." Zhu Zheng menatap ibunya, "Aku serius."
Anita, "Zheng! Apa kamu sudah tidak waras? Kamu ingin menikahi pria banci ini! Dia sama sekali tidak pantas untukmu."
Lili, "Jangan menghina adiku. Berkaca dulu sebelum kamu berbicara. Emangnya kamu pantas untuk Zhu Zheng!"
"Hentikan jangan ribut di meja makan." Ucap ibu Anita tegas.
Meja makan kembali tenang.
Ayah Zhu, "Zheng, apa kamu yakin dengan keputusanmu ingin menikahi RanRan?"
"Yakin."
Anita, "Zhu Zheng! Apa pelacur itu mengancammu sampai kamu rela mengatakan ingin menikahinya?"
"Pelacur!!" Teriak Resa dengan nada suara yang cukup tinggi, "Terus apa masalahnya kalau pelacur ini mengancam Tian!"
Hening.
Selain Resa dan Zhu Zheng, semua orang yang berada di meja makan terkejut bukan main ketika mendengar pria yang paling di benci Zhu Zheng itu menyebut nama kecil Zhu Zheng yang bahkan tidak sembarang orang yang berani memanggilnya dengan nama tersebut.
"TIAN..." Ucap mereka serempak dan sontak membuat nyali Resa menciut serta kebingungan.
Resa menatap Zhu Zheng yang duduk di sampingnya, dan kemudian memutuskan untuk mendorong sedikit kursi miliknya agar lebih dekat dengan Zhu Zheng. Zhu Zheng yang melihat tindakan Resa tersebut hanya bisa tersenyum dan mengelus kepalanya penuh sayang.
Anita, "Beraninya kamu memanggilnya dengan nama itu!"
Lili, "RanRan, siapa yang mengizinkanmu memanggil Zhu Zheng dengan nama itu? Bukannya kamu sudah tahu sendiri kalau Zhu Zheng ti–—(tidak suka di panggil dengan nama itu)."
"Aku yang memintanya untuk memanggiku dengan nama itu." Potong Zhu Zheng.
Resa berkata bingung, "Apa ada yang salah dengan nama itu?"
Semua orang di ruangan kembali diam.
"Sayang, apa kamu lupa... Ingatan...?" Kata Mirna ragu pada anaknya.
Resa menggaruk kepalanya karena merasa sedikit bingung dan tidak mengerti persoalan nama yang di panggilnya, "Aa... itu..."
"Adiku, kamu lupa? Kamu pernah di tendang Zhu Zheng sampai masuk ke rumah sakit selama tiga hari karena nama yang kamu panggil barusan."
Resa memegang telinga kanannya dan menatap Zhu Zheng untuk memohon penjelasan. Namun Zhu Zheng hanya menatapnya dengan smriknya tanpa niat untuk menjelaskan pada Resa.
'Apa yang harus aku lakukan?'
Resa, "Ooh, oh yang itu! Aku ingat, aku ingat sekarang, kejadian itu..."
Zhu Zheng menutup wajahnya dan tertawa pelan, kedua bahunya bergetar karena mencoba menahan tawa agar tidak lepas kendali.
Melihat tingkah Resa yang sok tahu ini memang pemandangan yang sangat menyenangkan.
Zhu Zheng, "..." Masi tidak pandai berbohong.
Resa, "..."
Mirna, "Sepertinya bunda harus membawamu kembali ke rumah sakit besok untuk pemeriksaan. Bunda merasa kamu amnesia saat mengalami koma selama tiga bulan."
"Bunda tidak perlu khawatir, RanRan baik-baik saja." Ujar Resa meyakinkan.
"Ayah senang jika kamu seperti ini. Jadi pertahankan sifatmu dan buang sifat jelekmu yang kemarin-kemarin."
"Ok, Ayah. RanRan akan berusaha."
"Bagus, itu baru anak Ayah."
Selesai makan malam tiga kepala keluarga dan para rombongannya berjalan menuju ruang keluarga untuk membahas lebih lanjut perihal ucapan Zhu Zheng di meja makan.
Ayah Zhu, "Zheng, Ayah tidak melarangmu atau mengintimidasimu karena menjadi Gay. Tapi selama ini yang Ayah perhatikan, kamu sama sekali tidak tertarik dengan siapapun selain Resa, anak Ayah yang sudah berpulang. Jadi Ayah hanya sarankan padamu untuk berpikir kembali."
Resa menatap Zhu Zheng, "Ia benar kata Ayahmu. Sebaiknya kamu berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan."
"Apa kamu tidak ingin menikah denganku?"
"Ingin..." Resa mengatakan dengan kepala tertunduk, kedua tangannya sedikit ia remas-remas, "Tapi aku ingin kamu benar sungguh-sungguh menyukaiku."
"Aku mengatakan ingin menikagimu karena aku menyukaimu bahkan lebih dari sekedar suka."
Ayah Lili, "Sebaiknya Zheng dan RanRan berbicara dulu baik-baik di ruangan lain. Dan kemudian balik lagi kemari untuk memberi jawaban pada kami semua... Bagaimama?"
Zhu Yiran, "Benar... Kalian berdua mendiskusikan masalah ini dulu baik-baik. Ayah dan ibu juga akan mendiskusikan masalah hubunganmu dengan Anita."
Zhu Zheng menarik tangan Resa dan membawanya ke lantai dua, tepatnya ke dalam kamar pribadi miliknya yang lagi-lagi tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya. Keduanya duduk di samping tempat tidur dalam diam, sampai Zhu Zheng memutuskan untuk membuka percakapan terlebih dahulu.
"Kamu tidak ingin menikah denganku?"
"Ingin."
"Tapi kenapa kamu menolaknya?"
Resa menatap Zhu Zheng, "Apa kamu benar-benar menyukaiku?"
"Apa kamu ragu dengan perasaanku?"
Resa menunduk ke bawah dan menatap sendal beruang pink yang di sarung di kakinya saat ini, seakan-akan sendal itu lebih menarik dari segalanya.
"Katakan padaku, mengapa kamu ragu dengan perasaanku?"
Resa masih terdiam.
"Jika kamu tidak mengatakannya, bagaimana aku bisa tahu apa yang kamu pikirkan tentang perasaanku padamu?"
Resa menelan salifanya penuh susah payah, dia merasa suaranya saat ini tidak dapat keluar dari mulutnya lagi.
"Aku... Bukannya perasaanmu hanya tertuju pada Resa? Dan bagaimana bisa kamu dengan mudah menyukaiku saat orang yang kamu sukai baru berpulang beberapa bulan yang lalu?!"
Jujur saja, saat mendengar ucapan dari Ayah Zhu Zheng atau bisa di katakan Ayahnya sendiri, mengenai bahwa hanya Resa lah satu-satunya orang yang di cintaia Zhu Zheng selama ini, sungguh itu membuat hati Resa berbunga-bunga. Tapi kembali lagi pada kenyataan yang ada.
Zhu Zheng hanya mencintai Resa, bukan RanRan.
Ada rasa senang dalam hatinya karena di cintai Zhu Zheng, dan ada juga rasa kecewa karena dia mudah di lupakan.
Itulah yang membuat Resa ragu sekaligus kecewa pada Zhu Zheng yang menurutnya terlalu mudah untuk melupakan Resa.
Sedangkan dirinya (Resa) harus menderita selama sepuluh tahun karena cintanya pada Zhu Zheng. Bahkan sampai sekarangpun cinta Resa terhadap Zhu Zheng tidak pernah berkurang sedikitpun.
"Apa kamu cemburu pada Resa?" Zhu Zheng mengatakan itu sambil tersenyum pada Resa, dan itu sontak membuat Resa mengerutkan alisnya karena bingung.
"Kenapa kamu tersenyum?"
"Tidak." Zhu Zheng kembali menutup wajah miliknya dengan kedua tangannya. Tawa pelan dapat dengan jelas terdengar oleh Resa.
Resa tambah bingung dengan sikap Zhu Zheng saat ini. Dia berpikir, apa yang membuatnya tertawa(?) Pasalnya, dari pembicaraan mereka barusan tidak ada sesuatu yang terdengar lucu.
"Kamu sangat lucu sayang."
"Tian, apa yang lucu?"
Zhu Zheng kembali menatap Resa dan memajukan kepalanya untuk mengecup singkat bibir Resa.
"Apa kamu cemburu pada Resa?" Tanya Zhu Zheng ulang.
Wajah kesal dan sedih muncul di balik wajah cantik Resa, dia pun berteriak pada Zhu Zheng, "Ia aku cemburu!! Aku sangat cemburu pada Resa!!"
Zhu Zheng menatap Resa sebentar, dan kemudian menarik Resa ke dalam pelukannya. Tawa pelan Zhu Zheng kini terdengar lagi.
"Tian, kenapa kamu tertawa?"
Kecupan berulang kali mendarat di pipi Resa. Posisi Resa saat ini telah duduk di atas pangkuan Zhu Zheng. Entah sejak kapan Zhu Zheng mengangkat kepompong kesayangannya tersebut di atas pangkuannya.
Keduanya saling menatap dengan ekspresi wajah mereka masing-masing.
Tangan Zhu Zheng melingkari pinggang Resa dengan mantap.
Jika ada yang melihat posisi intim dari kedua pria ini, yakinlah seratus persen, orang yang lihat akan langsung jatuh pingsan. Bagaimana tidak, Zhu Zheng sangat membenci pria yang saat ini duduk pangkuannya. Bahkan Zhu Zheng pernah memasukan RanRan ke dalam penjara dengan tuduhan mengganggu ketenangan orang lain.
Tapi itu dulu... Karena sekarang pria yang duduk di pangkuannya adalah cintanya. Cinta yang membuatnya hampir mati gila karena mencarinya selama sepuluh tahun tidak menemukan hasil. Dan saat Zhu Zheng menemukan cintannya...
Cintanya kini sudah tidak lagi bernyawa.
"Tian, kamu belum menjawab pertanyaanku."
"Apa kamu ingin mendengar jawabanku?"
Resa menganggukkan kepalanya.
"Aku tertawa karena lucu melihatmu cemburu pada dirimu sendiri."
"Apa maksudmu?"
Zhu Zheng tidak menjawab dan malah membanting Resa di atas tempat tidur, kemudian menindihnya.
Tatapan Zhu Zheng sangat dalam pada Resa saat ini, dan tatapan ini menurut Resa sangat berbeda dari tatapan Zhu Zheng kemarin-kemarin padanya.
Resa, "..." Tatapan ini... Seperti tatapan rindu.
"Tian..." Panggil Resa pelan.
"Resa."
Kedua mata Resa melebar karena terkejut.
"Aku sangat mencintaimu." Zhu Zheng membelai pipi Resa, "Aku sangat merindukanmu."
"Tian... Ap–apa yang kamu katakan?"
Zhu Zheng membenamkan kepalanya pada ceruk leher Resa, "Kenapa kamu pergi meninggalkanku dan tidak pernah kembali lagi? Aku menelponmu berulang kali, tapi nomormu selalu saja tidak aktif. Aku mencarimu selama sepuluh tahun, tapi tidak pernah menemukanmu."
Zhu Zheng memeluk Resa erat, "Aku mencintaimu, benar-benar sangat mencintaimu."
Cairan bening mulai jatuh perlahan dari mata Resa, dan terlihat tidak tertahankan. Resa menangis tersedu-sedu ketika mendengar ucapan Zhu Zheng. Tangisan tersebut bukan tangisan menyedihkan, tapi itu merupakan tangisan kebahagiaan.
"Tian... (menangis)... Tiaaann... (menangis)... Aku sangat merindukanmu." Resa memeluk Zhu Zheng erat agar tidak dapat menjauh darinya.
Zhu Zheng mengangkat kepalanya untuk menatap kepompong kesayangannya yang kini sudah menangis gila.
"Tian... (menangis)...
.
.
.
Bersambung ...
Selesai pengetikan pada hari–
Senin, 27 – 07 – 2020
Pukul, 09.21 Wita