webnovel

Bab 14

Victor meletakkan beberapa gelas kopi yang dia beli untuk teman-temannya. Stefano sendiri sedang mondar mandir di depan IGD sekarang. Stefano menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu mengabaikan Rindi. Sampai-sampai dia pun tidak tahu kalau Rindi sedang sakit.

"Hyung, minum ini dulu! Duduklah, Hyung nanti kakimu lepas," ucap Jason sambil menyodorkan kopi pada Stefano.

Mata Stefano membulat jengkel mendengar Jason bercanda di situasi seperti ini.

"Rindi Noona, sedang di tangani dokter. Kau tidak usah khawatir, dia tidak akan kenapa-kenapa," tukas Jason lagi melihat Stefano ternyata memang benar-benar khawatir sekarang.

Kepala Stefano mengangguk mengiyakan ucapan Jason, tapi tetap saja dia masih merasa was was sekarang.

"Jadi benar dia hamil?" cletuk Jipyong membuat semua mata memandangnya sekarang.

Jay memukul lengan Jipyong cukup keras.

"Jangan semakin membuat Stefano khawatir, Jipyong_a," ucap Jay geram.

Jipyong menangkup tangannya meminta maaf. Dia kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Benar, apa dia sekarang hamil? Tapi bagaimana bisa?" batin Stefano jadi berpikiran negatif.

Rindi tidak perlu di rawat karena memang perutnya kram hanya karena stres yang berlebihan. Dokter mengingatkan Rindi supaya tidak terlalu stres, begitu pula pada Stefano. Sebagai seorang suami Stefano harus bisa membuat Rindi tidak banyak berpikir terlalu keras.

"Istirahatlah! Kalau butuh apa-apa panggil Aku," ucap Stefano sambil menyelimuti Rindi.

Kepala Rindi mengangguk pelan sambil terus menatap wajah Stefano. Berhari-hari tidak bertemu Stefano ternyata sedikit membuat Rindi rindu pada suaminya itu. Stefano mengerutkan keningnya melihat Rindi terus saja menatapnya.

"Ada apa?" Tanya Stefano kemudian duduk di tepi ranjang Rindi.

Rindi berusaha untuk duduk dan bersandar pada ranjang.

"Aku bilang tadi apa? Istirahat, Rindi bukannya justru duduk lagi," ucap Stefano mencoba untuk mengingatkan Rindi untuk tiduran saja.

Rindi diam saja, dia masih saja memandang wajah Stefano. Lalu kemudian helaan napas pelan keluar dari bibir Rindi. Stefano baru sadar kalau dia berhutang penjelasan dirinya tidak pulang.

"Maaf, 2 hari Aku tidak pulang. Aku tidak kemana-mana, Aku di studio. Kamu tahu kan kalau Aku sedang membuat lagu baru, dan semua masalah yang datang sebelum perilisan lagu baru Jason yang tertunda," ujar Fano memulai penjelasannya.

"Lalu kenapa Kamu mengabaikan semua panggilan dan pesanku? Setidaknya bilang padaku lewat chat kan bisa," tukas Rindi tidak serta merta menerima penjelasan Stefano.

Kening Stefano mengkerut bingung sekarang. Tangannya lalu merogoh saku celananya mengambil ponsel. Dia yang selalu mematikan nada dering saat bekerja bahkan tidak tahu kalau Rindi terus menghubunginya beberapa hari ini. Mulut Stefano ternganga otomatis saat melihat banyaknya pesan dan panggilan masuk dari Rindi.

"Maaf, Aku benar-benar tidak tahu dan lupa padamu, Rin," ucap Fano penuh penyesalan.

Ekspresi wajah Rindi semakin terlihat sedih sekarang. Mendengar perkataan Fano baru saja membuat Rindi semakin sadar akan posisinya. Rindi mengusap wajahnya dan berusaha untuk tidak menangis di depan Stefano sekarang.

"Baiklah! Terima kasih sudah menjelaskan ini padaku. Bisa Kamu keluar sekarang? Aku ingin tidur," ucap Rindi mengusir Stefano secara halus.

Stefano dengan polosnya mengiyakan ucapan Rindi. Dia pun segera keluar supaya Rindi cepat istirahat. Padahal yang Rindi lakukan bukan tidur tapi menangis sejadinya semalaman penuh.

***

Pagi-pagi sekali Fano sudah bangun, karena para sahabatnya menginap di apartemen miliknya, Stefano berniat membuatkan sarapan untuk mereka. Setelah selesai dengan ibadahnya, Fano keluar dari kamar dia langsung mengerutkan kening melihat lampu dapur sudah menyala.

"Rindi sudah bangun?" Tanya Stefano pada diri sendiri sambil menutup pintu kamarnya pelan.

Stefano kemudian berjalan keluar dari kamar menuju dapur sekarang, dia melihat Rindi sedang sibuk menggoreng entah apa.

"Kenapa sudah bangun? seharusnya Kamu istirahat saja, tidak perlu memasak sepagi ini," ujar Stefano kemudian berdiri di samping Rindi.

Rindi menoleh sebentar pada Stefano kemudian kembali sibuk menggoreng ikan ternyata. Rindi menghindari tatapan dari Stefano, dia tidak mau Stefano tahu kalau dirinya semalaman tidak tidur. Karena Rindi yakin mata dan wajahnya sekarang pasti sembab.

"Tidak apa-apa, Aku sudah lebih baik. Kalau Kamu mau membantu, potong-potong saja sayur itu, Aku lanjutkan ini dulu."

Rindi berkata seperti itu tanpa memandang Fano sedikitpun, Fano sedikit heran tapi dia menuruti saja kemauan Rindi. Kepalanya mengangguk kemudian tangannya langsung memotong-motong wortel yang sudah Rindi cuci tadi.

"Kamu mau masak apa?" tanya Fano mencoba mengobrol dengan Rindi.

"Aku tidak tahu selera mereka semua, yang Aku tahu Ikan dan sayuran ini aman kita makan. Jadi nanti Aku akan menumis sayur ini saja," jawab Rindi masih sibuk dengan pekerjaannya.

Fano menganggukkan kepalanya beberapa kali. Lagi-lagi Stefano mencoba melirik Rindi, dia tidak pernah di cueki oleh Rindi seperti ini. Jadi menurutnya sikap Rindi pagi ini cukup aneh padanya. Sepanjang keduanya memasak bersama di dapur, Rindi irit bicara sepertinya kutukan frozen berpindah pada Rindi. Pagi ini Fano yang lebih banyak beribicara, Rindi hanya menjawab seperlunya dan seadanya saja.

Rindi baru saja kembali dari meja makan untuk menata makanan yang sudah matang. Suasana apartemen yang sepi dan juga kedua pemiliknya yang hari ini tidak banyak mengobrol membuat suasana semakin sepi. Fano sengaja berdiri menghalangi Rindi berjalan kembali ke dapur. Stefano menangkap kedua lengan Rindi dan membuat Rindi mendongak memandang Fano. Tapi dengan cepat Rindi menundukkan kepalanya, namun Fano sudah bisa melihat wajah sembab Rindi sekilas. Dugaan Fano sedari tadi benar ternyata, Fano menghela napas pelan lalu tanpa di minta memeluk Rindi sekarang.

"Maaf, Aku selalu berbuat salah padamu," ucap Fano menyesal dengan perbuatannya.

Memang benar Rindi hanya istri kontrak, tapi Rindi perempuan hatinya pasti tidak setegar itu. Di abaikan bahkan terlupakan oleh suaminya sendiri pasti membuat hatinya sakit. Fano mendekap erat Rindi seakan memang mereka suami istri pada umumnya saat berbaikan setelah bertengkar. Rindi yang sudah tidak bisa menahan air matanya lagi, membalas memeluk Stefano sambil menangis. Stefano membiarkan istrinya itu membasahi kaos putih yang dia kenakan sekarang. Stefano membelai surai Rindi lembut.

"Sudah,,,sudah,,,jangan menangis lagi. Nanti wajahmu semakin sembab, Kamu harus kuliah kan?" ujar Stefano mengingatkan Rindi. Kepala Rindi mengangguk-angguk mengiyakan, meskipun begitu tidak serta merta membuat Rindi berhenti menangis. Rindi masih memeluk Fano sekarang, entah kenapa begitu sakit saat mengingat Fano bilang dia lupa pada Rindi.

Victor dan Jipyong yang sudah keluar dari kamar yang mereka tempati berhenti berjalan. Niat mereka untuk menghampiri keduanya saat bangun mereka batalkan. Pagi-pagi mereka di suguhi adegan romance dua orang di hadapan mereka ini. Victor dan Jipyong saling memandang sambil menunjukkan ekspresi bingung serta heran. Mengingat seorang Stefano Chan yang begitu dingin dan cuek, kenapa dia bisa semanis ini pada istrinya. Menikah merubah sifat Stefano secara perlahan sepertinya, setidaknya itu yang mereka lihat sekarang ini.

***