Narel adalah marah tanpa ledak. Luka tanpa darah dan perih tanpa reda. Rasa cintanya pada rasa sakit membuatnya tak mampu rehat dari lara. Hingga semua yang ada padanya hanya semu dan palsu. Mimpinya sederhana, amat sederhana. Namun entah mengapa, semuanya tampak terlalu sulit untuk menjadi nyata. “Cukup, Ma. Narel nggak bisa lagi,” Narel tidak pernah pergi. Ia masih dan selalu di sini bersama serangan panik yang menghantuinya kapanpun.