Siang itu cuaca sangat cerah. Timbunan awan putih menghambat sinar matahari yang mencoba memapar Kota Samareand. Pepohonan yang rindang tumbuh dengan subur hampir di seluruh kota hingga membuat udara menjadi sejuk.
Kesejukan ini rupanya tidak mampu mendinginkan suasana perdebatan yang terjadi di suatu bangunan yang terlihat seperti hotel-restoran. Aura pertikaian sesekali menghembus keluar dari jendela dan pintu bangunan. Inilah markas komando Guild Cahaya.
#Markas Komando Guild Cahaya#
Lobby Markas Komando Guild Cahaya saat ini dipenuhi para petinggi guild. Mereka duduk mengitari meja-meja bundar yang berjumlah lima belas buah. Di antara mereka sesosok pria gagah sedang berdiri dan berorasi.
"Jika ketua tidak bersedia mengabulkan permintaanku, maka cukup fair jika kita ambil voting," ujar Encore, Wakil Ketua Guild Cahaya.
Di hadapan Encore sedang duduk tokoh terkemuka di Benua Etam dengan wajah merah padam. Dialah Ketua Guild Cahaya, Narudin Sang Pelahap!!!
Narudin baru berusia 20 tahun. Tapi dianggap sanggup mengemban tugas sebagai ketua guild oleh para pendahulunya.
"Ketua, ini sebuah kesempatan langka. Kami memohon engkau mempertimbangkannya," ujar salah seorang petinggi guild.
Narudin menatap tajam, sembari terus menahan diri. Ia lalu mengepal tangannya sembari berkata, "Sudah berapa kali ku katakan, selesaikan dulu masalah kita dengan bocah-bocah cecunguk itu… setelah itu… lakukan apa yang kalian inginkan… tapi… ku mohon… jangan runtuhkan martabat kalian!"
"Masalah dendam dapat kita selesaikan nanti. Toh, mereka masih bau kencur… aku lebih suka membunuh mereka setelah mereka berpuas-puas menikmati hidup untuk sementara waktu…" ungkap Encore. Dalam benaknya, Encore bergumam, "Emosi si brengsek ini sudah tidak stabil. Hehehe…"
*Booomm…!!!*
Narudin tiba-tiba berdiri lalu menghancurkan meja. "Brengsek kau, Encooore…!!! Tidakkah kau dapat merasakan kepedihanku? Mereka seenaknya membunuh anggota kita!! Aku tidak akan berdiam diri!!!"
"Aku juga mengalami dilema saat ini, Narudin!!! Apa bedanya membunuh mereka sekarang atau nanti?!" balas Encore.
"Kamaruk!!! Kau sudah dibutakan oleh virus keserakahan!!" bentak Narudin.
Encore balik menekan, "Terserah kau berkata apa! Jelasnya, ini semua demi masa depan guild. Dengan harta peninggalan milik Keluarga Pipit Ungu, kita dapat memperkuat posisi kita di Benua Etam. Aku tidak berpikir untuk diriku sendiri, tetapi untuk kita bersama. Berapa banyak nyawa yang dapat kita lindungi dengan kekuatan ini? Masalah cecunguk-cecunguk itu, kita bereskan setelah kita dapatkan harta-harta itu."
"Apa yang wakil ketua sampaikan itu benar, Ketua…"
"Iya, saya juga setuju!"
"Aku juga setuju!"
Beberapa petinggi guild mengeluarkan suaranya.
Gaya bicara Encore memicu sikap petinggi yang lain, namun menimbulkan kewaspadaan bagi Narudin. Ia membatin, "Encore ini… dia banyak bicara. Benar-benar tidak seperti biasanya. Apa yang direncanakannya?"
Narudin menatap tajam wajah-wajah para petinggi yang menyuarakan sikap. "Diam kaliaaann..!!!" teriak Narudin. Ia kemudian menunjuk wajah Encore, "Kau sudah menjadi iblis, Encore! Mencuri harta orang-orang yang sudah mati… itu bukan prinsip guild kita! Apakah kau sudah lupa bagaimana kita bersama para pendahulu mempertahankan guild ini? Rumah kita dan keluarga kita… para pendahulu tidak pernah mengajarkan kita menjadi pencuri!!!"
"Harta itu bukan milik siapa-siapa lagi! Memanfaatkannya untuk kepentingan rakyat bisa menjadi solusi mulia. dan… ku ingatkan kau, Narudin! Jangan menuduh saudaramu sendiri sebagai pencuri!!" balas Encore.
"............" lidah Narudin tiba-tiba kelu. Ia sulit berpikir hingga miskin kosa kata!!!
Kala itu mata Encore menceleng dengan kejam. Memandang ke semua petinggi yang hadir seraya berkata, "Deadlock!!! Sekarang kita voting! Kalian yang setuju dengan pendapatkku, angkat tangan kalian!!!"
Satu, dua, tiga orang mengangkat tangan mereka tanda setuju. Tidak berapa lama seluruh petinggi guild mengangkat tangan pula. Tinggal Narudin seorang diri yang tidak setuju…
Air mata Narudin pun menetes…
Narudin menatap wajah-wajah saudara satu guild sembari berbicara dalam kebisuan, "Mengesampingkan dendam kematian anggota guild sudah begitu menyakitkan… rasa sakit itu ditambah dengan usaha kalian memakan harta mantan rekan kita… hampir seratus tahun Guild Cahaya menjaga aset Keluarga Pipit Ungu… saudara-saudaraku ini tidak ubahnya seperti anjing yang tak bermoral…"
"Baiklah… Ini semua salahku karena tidak mampu mengelola guild dengan benar. Mulai sekarang… aku bukan ketua kalian lagi…" tutup Narudin.
Pria dewasa pemula ini berjalan dengan langkah gontai… berat baginya meninggalkan rumah dan keluarga yang membesarkannya…
"Sementara… Aku akan membuat jalanku sendiri…" pikir Narudin.
.............................
#Gerbang SSMA Mahakama#
Udil, dan Aswa sudah mulai akrab. Itu terlihat dari tawa dan canda yang terukir di wajah mereka saat berjalan pulang bersama.
"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kelak aku memburumu saat kau menjadi penjahat. Mau ditangkap, tapi teman, tidak ditangkap, tapi kewajiban… Hahaha…" ungkap Udil sambil tertawa.
"Hahaha… padahal Kau itu orang baik, Wa…" Ivan menambahkan.
Aswa tersenyum lirih karena jadi objek pembicaraan. "Mau bagaimana lagi, sudah terlanjur dicap! Jadi penjahat yang baik kayaknya unik juga. hehehe…" ucapnya.
Ivan menyela, "Ya gak bisa gitu kali… baik dan jahat itu tidak bisa disatukan! Kayak hitam dan putih, gelap dan terang. Walaupun memang pasangan dua hal itulah yang memberikan makna."
"Kamu gabung dengan kami aja, Wa! Guild Cahaya akan berpikir dua kali memprovokasi kalian!" Timpal Udil.
*Bless…!**Bless…!**Bless…!**Bless…!**Bless…!* lima buah jarum melaju ke arah Aswa.
Jarum-jarum ini begitu cepat hingga tidak mampu dihindari Aswa.
"Aagh…" Aswa sedikit mengerang.
"Waaa…" Ivan segera menopang Aswa yang hendak terjatuh.
Beberapa meter jarak dari mereka, Doni bersama dua temannya berdiri dengan wajah muram. Jari jemari Doni dipenuhi dengan jarum-jarum sepanjang 15 senti meter.
"Ah, si Doni… pengecut dia rupanya," ujar Udil.
"Hanya segitu saja kemampuanmu, Wa?" Doni memprovokasi.
Dengan langkah selengean Udil menuju ke kelompok Doni. Ia pun dengan gaya bodohnya mengajak Doni bertarung, "Sini… ayo kita main-main…"
"Jangan sok, Dil… Ingat, perkataan Ketua kita, 'jangan gegabah.' Ini masalah Aswa. Ia pasti bisa membereskannya," terang Ivan.
"Hanya jarum-jarum biasa. Walau sakit, ini tidak ada apa-apanya!" Aswa berdiri dengan gagah tanpa mencabut jarum-jarum yang menancap di tubuhnya.
Dengan ganas Doni dan dua kawannya menerjang ke arah Aswa sambil berteriak, "Ayo!!! Kita selesaikan di sini sekarang! Mati kauuu…!!!"
"Aduuuuh… Sakiiiittt…" Aswa tiba-tiba merengek kesakitan. Nada rengekannya begitu manja.
Ivan merespon Aswa dengan cepat, "Wa…!!! Kau kenapa, Wa?"
Melihat Aswa menggelepar kesakitan, Doni menghentikan terjangannya.
"Lebay kau, Wa!" ejek Udil. Ia kemudian menepuk pundak Ivan dan berkata, "Van… Tuh si Jutek lagi lewat…"
"Oh… Karang Wasi??!!" ujar Ivan, kaget.
"Bukan… Karang taruna!! Iya, Karang Wasi…"Udil menambahkan.
Dari kejauhan Karang Wasi menyaksikan Aswa terkena serangan Doni. Karang Wasi bergumam, "Melihat Si Muka Bodoh ini bikin perutku mual. Biar ku hajar dia jadi bubuk!"
*Tap…!!!* Karang Wasi menerjang menuju Aswa.
"Dil… lindungi Aswa!! Karang Wasi menyerang!" Ivan mengingatkan Doni.
Udil menatap Aswa dengan wajah kasihan. "Ilmu Pelet apa yang kau pakai, Wa? Sampai-sampai semua membencimu…"
*Geleng-geleng* Aswa menggeleng dengan wajah bodoh untuk menjawab pertanyaan Udil.
"Karang Wasi!!!" Doni mencoba menghentikan Karang Wasi yang hendak mencuri buruannya.
*Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!*
Beberapa duri besi tiba-tiba keluar dari tanah di sekitar Doni dan kawan-kawannya. Tidak sempat kabur, Doni terkurung dalam sangkar besi!!!
"Karang Wasi!!! Apa yang kau lakukan?!" bentak Doni.
Karang Wasi tidak menghiraukan teriakan Doni sedikitpun. "Karang Wasi ini… Dia benar-benar tidak ada memiliki perhatian kepadaku! Aswaaa… Brengsek kau!!!" Doni menghardik.
Karang Wasi berlari menuju Aswa sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya, membentuk pola tertentuk.
*Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!*
Duri-duri besi keluar dari tanah di sekitar Aswa, Ivan dan Udil secara acak. Untungnya mereka masih bisa menghindar.
*Woooosssshh…!!!* Karang Wasi spontan mengeluarkan gelombang tenaga dalam.
"Anjeeerr….!!!" Teriak Udil yang terlempar belasan meter. Begitu pula dengan Ivan yang melayang ke sisi lain.
Sedangkan Aswa menghindari tiap duri besi dengan gerakan yang anggun. "Dibunuh oleh wanita cantik itu tidak lucu!" Aswa membatin.
"Jadi kau hanya pura-pura lemah! Wow… Sekarang mulai menarik…" ujar Karang Wasi.
*Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!*
Rentetan duri mengejar Aswa hingga akhirnya salah satu duri menyobek celananya di bagian pantat.
"Hap…!"
Aswa melompat kebelakang duri. Melihat itu, Karang Wasi menyiapkan satu duri besi tepat di tempat Aswa akan turun. Namun Aswa rupanya hanya mengecoh Karang Wasi dengan merebahkan tubuhnya ke arah lain.
"Hap…!"
*Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!**Kreeekk…!!!* Karang Wasi menyerang tempat Aswa berebah dengan tiga buah duri besi.
Aswa menghindar dengan gemulai seperti penari balet. Hal ini membuat Karang Wasi kesal.
"Ayo kita mulai pertarungan yang sesungguhnya…!!!" tantang Karang Wasi.
*Bam…!!!* tiba-tiba Karang Wasi sudah berada di dekat Aswa dan melancarkan satu pukulan.
Dengan mudahnya Aswa menangkis pukulan itu dengan satu tangan.
*Kreeekk…!!!* satu duri besi merengsek masuk ke pinggang Aswa hingga merobek seragam Aswa dari pinggang hingga ke bahu.
"Ku biarkan itu terjadi… Hehehe…" Aswa membatin. Mudah bagi Aswa menghindari serangan Karang Wasi. Tapi dia sengaja membuat Karang Wasi merobek bajunya.
"Kok kamu sobek bajuku, sih?" rengek Aswa.
*Bam…!!!**Bam…!!!**Bam…!!!**Bam…!!!**Bam…!!!*
Sambil menghindar dan menangkis Aswa menggoda Karang Wasi, "Kau cantik betul kalau lagi bertarung! Aku jadi suka, tau?!!"
*Bam…!!!**Bam…!!!**Kreeekk…!!!* kombinasi pukulan, tendangan dan duri besi begitu terpola. Duri besi merobek sisi baju Aswa yang lainnya. Kali ini pun Aswa sengaja terkena serangan duri.
"Kau suka liat aku gak pakai baju, ya? Duh… Mesumnyaaa…" rayu Aswa.
*Bam…!!!* satu tendangan Karang Wasi masih bisa ditangkis Aswa.
"Bacot aja terus!" ledek Karang Wasi.
*Bam…!!!**Bam…!!!**Bam…!!!**Bam…!!!**Bam…!!!*
Karang Wasi memukul dan menendang Aswa dengan intens. Sedangkan Aswa hanya menghindar dan menangkis.
Tiba-tiba Karang Wasi mengeluarkan serangan Ultimate…!!!
[HUTAN KELAM PUTRI TERLARAM]
Segera Aswa tenggelam di dalam tumbuhan rimbun dari besi. Tiap akar, cabang, maupun sulur tanaman dipenuhi oleh duri.
Di titik ini, belum pernah ada yang berhasil selamat hidup-hidup!!!
.................................…
#Rumah Pohon#
"Apakah sebaiknya kita menunggu Aswa dulu?" ujar Jeon.
Di rumah pohon, anggota Neo Squad telah berkumpul saat ini. Hanya Aswa yang belum hadir.
Neo menggeleng seraya berkata, "Kenapa juga dia gak angkat telepon? Sini biar ku jemput!" Ia pun bergegas pergi meninggalkan rumah pohon.
Di sudut lain, Godel tidak begitu tertarik dengan sikap Neo. Motivasinya bertahan di squad ini hanyalah sumber daya kekuatan dan kekayaan. "Lakukan saja apa yang kau inginkan. Suatu saat aku akan mengucapkan 'sayonara' kepada sampah seperti kalian!" ucap Godel dalam hati.
"Sebaiknya kita mulai saja rapat kali ini sambil menunggu Aswa dan Neo. Ada Godel dan Pukus yang bisa kita andalkan di sini sebagai wadah sumber saran," timpal Yanda.
Mendengar ucapan Yanda, wajah Godel dan Pukus memerah.
"Ya… ya… ya… kita mulai, ya…" kata Godel dengan wajah sumringah.
Godel menerangkan, "Ada dua misi yang harus kita selesaikan. Berdasarkan pengalamanku yang kenyang di dunia misi-misian, sangat baik membagi anggota kita menjadi dua regu…"
Jeon langsung memotong, "Bukankah sangat riskan bila kita berpisah. Sebaiknya…"
*Dar…!!!* Godel menggebrak meja.
"Kau jangan memotong pembicaraan orang lain! Aku belum selesai!" bentak Godel.
Jeon berkilah, "Ini misi pertama kita, jadi ada baiknya kita lakukan dengan hati-hati…"
"Kau tau apa dengan misi? Aku sudah sering melakukan yang beginian. Sudahlah…" Godel bersikeras.
"Sering? Tapi apa berhasil? Kau jangan memikirkan diri sendiri! Aku dan yang lainnya belum pernah menjalankan misi…"
"Makanya!!! Kau cukup diam dan dengar! Kalau tidak pernah itu jangan berkomentar!"
"...............…"
Melihat situasi seperti ini, Pukus menghela nafas. "Beginilah kalau ada dua hati dan dua pemikiran. Belum ada satu menit rapat sudah terjadi debat kusir… Astagaaa…" Pukus membatin.
...................................
Di tepi hutan, dekat dengan lokasi rumah pohon, Neo menghentikan gerakkannya saat melihat seorang gadis yang dipukuli seorang pria.
*Bam…!* sebuah pukulan mendarat di wajah si gadis.
"Mengkhianatiku sama saja dengan mati!!" ujar si pria.
*Bam…!* satu pukulan dari si pria kembali berhasil dilesatkan. Kali ini mengenai perut.
"Uuughh… Dia itu… ughh… dia itu bukan orang yang ku kenal…" si gadis masih berupaya berbicara dalam kesakitan.
Si pria mengambil kuda-kuda untuk membunuh si gadis. "Siapapun dia… Kau sudah ku larang berbicara dengan pria manpun! Hiiiiaaaaaatt….!!!"
*Baaaaaammm…!* pukulan si pria menyebabkan ledakan aura. Membuat debu dan pasir bertebaran ke mana-mana.
"Hehehe… Mati kau, sampah!!!" hardik si pria.
Beberapa saat kemudian pekat debu dan pasir memudar. Samar-samar si pria melihat tubuh bocah yang tiada dia kenal berada tepat di depannya,
*Bam…!* bocah dalam kepulan debu memukul mata si pria dengan lemah.
"Aagh… Anjeeerr…"si pria memegangi mata kanannya yang membiru.
Debu dan pasir tersapu setelah pukulan si bocah menimbulkan riak kecil di udara. Seketika pandangan menjadi jelas dan sosok si bocah itu adalah Neo.
Ia berdiri membelakangi si gadis yang sudah begitu terluka.
"Hihihi… Bosan hidup kau bocah…" si pria tertawa mengikik seusai merasakan sensasi pukulan Neo.
"Mau jadi pahlawan, hah?!" usai berkata demikian si pria menghilang dari hadapan Neo.
*Bam…!* satu tendangan mendarat di punggung Neo. Membuatnya terpental dua langkah.
Sejurus kemudian si pria mengambil ancang-ancang untuk menginjak kepla si gadis.
*Haaap…!* *Buk…!!!*
Si pria jaruh terduduk setelah kakinya yang digunakan untuk menopang tubuh dikait Neo dengan tendangan mellingkar.
"Kauu…" merasa kesal si pria mencoba untuk berdiri kembali. Tapi… *Bam…!* Neo menghempaskan tubuh si pria ke tanah hingga menyebabkan retakan.
Retakan yang disebabkan oleh hempasan Neo mencapai radius lima meter! Usai tanah berhenti retak, terdengar sesudahnya suara retakan tulang si pria.
"A….." si pria merasakan perih dan ngilu yang tiada bisa ia lukiskan. Akhirnya ia tidak sadarkan diri.
Si gadis merayap menemui si pria sambil menatap lirih ke arah Neo. "Kenapa kau lakukan ini?" ujar si gadis kepada Neo. "Hah, apa?" Neo merespon singkat.
"Kenapa kau lakukan ini?" ujar si gadis ini kembali. "Dia adalah kekasihku…"
Neo menggaruk kepala lalu menjawab, "Oooh… mungkin karena aku senang aja… Hehehe…:
"Kau… hiks…" si gadis mulai menangis.
Neo tidak begitu paham dengan situasi saat ini hingga pada akhirnya ia ingat tentang Aswa. "Sampai lupa sama Aswa. Aku pergi dulu kakak… jaga dirimu baik-baik! Da-dah…"
Dengan cepat Neo berlari menuju sekolah Aswa.
***