webnovel

40. MAKSUDNYA SIAPA?

Claire melirik lewat ekor matanya, Ryan di kejauhan berada di belakang sedang menatapnya dengan berlinang. Entah karena apa penyebabnya yang jelas Claire bisa merasakan kalau hantu lelaki itu sedang merasakan kekecewaan yang mendalam.

'Pantas dulu mereka sering berantem. Berbagai problem yang gue denger ga satu doang.'

Claire mendengarkan di tempatnya. Ia sudah membawakan bingkai foto Ibu Ryan yang terbakar saat Claire temukan kemarin. Hanya satu-satunya yang tersisa dan bisa Claire rasakan dari sana, masih beruntung ada yang tidak tertinggal. Ryan akan lebih marah besar jika Claire tidak daapat menemukan penyebab terjadi kebakaran rumah.

"Saat kamu di nyatakan meninggal, rumah itu hangus terbakar." pungkas Claire, ia memutar tubuhnya. "Aku juga nemuin rekaman kejadian saat kebakaran itu ada di salah satu ruangan." tambahnya menjelaskan.

Ryan menangis tersedu. Aura dari hantu itu berubah putih. Claire menatapnya ikut merasakan apa yang sedang Ryan rasakan. Mungkin kalau saja Ryan masih hidup, ia yang akan memindainya sendiri tanpa melibatkan orang lain. Claire sudah banyak membantu, seharusnya hantu itu bisa tenang di alamnya sekarang.

'Gue minta maaf, Claire. Sonia, juga bilang kalau lo baik sampai bisa bantu kita walau pun … gue udah kasar. Kalau bukan dia yang negur mungkin lo yang akan nyusul gue.' Ryan menatap Claire sendu.

"Aku harap setelah ini kamu ga usik aku sama, Kak Leon. Udah cukup semuanya, jangan libatkan aku lagi!" peringat Claire yang sudah geram.

Ryan di sana mengangguk samar. 'Asal jangan lupa sama … tujuan kepsek itu. Gue masih curiga apa aja yang dia sembunyiin dari semua orang.'

Claire juga masih diam-diam mencuri gelagatnya. Tetapi sekarang bukan saatnya Claire menelusuri kebusukan orang lain. Tragedi di kamarnya saja belum sangat jelas karena apa, atau Claire coba bertanya pada Ryan? Mungkin hantu lelaki itu mengetahuinya.

"Ryan, apa kamu tadi malam di balkon?"

Hantu lelaki itu menggeleng. 'Tadi malem gue sama, Sonia. Di balkon kosong. Selama itu tempat kesukaan gue juga ga ada makhluk lain yang berani ke sana.' terangnya.

'Soal balkon, pintu kacanya pecah, ya?'

Claire mengangguk. "Apa kamu tahu siapa yang melakukannya?"

'Engga.'

Percuma saja Claire tanya kalau ujungnya juga tidak tahu, untuk apa sampai menebak. Jangan sampai Leon berpikiran pada hal ghaib yang melakukannya. Claire rasa jawaban dari Ryan sudah jelas. Memang saat Ryan di sana tidak ada makhluk yang mengganggunya kecuali Ryan saja.

Lalu, karena apa pintu kaca itu pecah sendirinya?

'Hati-hati sama cewek nyinyir itu, Claire. Gue denger mereka bakal rencanain sesuatu buat jebak lo.' tutur Ryan sebelum akhirnya menghilang.

Claire mengulum bibir. Hantu lelaki itu sepertinya sudah lebih sering menghilang sehingga Claire juga merasakan ketenangan tanpa ada gangguan. Ada bagusnya juga kalau Ryan selamanya menghilang dari arah pandanganya. Claire tidak ingin kalau sampai nanti hantu lain justru mendatanginya dengan berbagai lontaran tidak jelas.

"Lidia, bukan hanya niat jebak aku. Tapi juga dengan, Vero."

>>>>>>>>>>>

Bagas merentangkan sebelah lengan kanannya agar dua teman di belakangnya berhenti. Kepalanya menyembul di sela pintu yang sedikit terbuka, iris nya melihat sesuatu di dalam ruangan sana yang begitu minim oleh cahaya. Bagas tidak mengerti kenapa bisa ada orang yang menyukai ruangan gelap. Padahal itu menyiksa menurutnya.

"Gimana, Gas? Ada apaan di dalem?" Vero paling belakang bersuara, meminta penjelasan langsung dari Bagas yang menyaksikan.

Bagas menggeleng pelan, sebelumnya ia sudah menyiapkan kamera handphone nya untuk memperjelas. Entah kenapa ruangan itu sama sekali tidak bisa Bagas telusuri dengan sangat jelas. Cowok itu meminta untuk diam pada dua temannya agar sang oknum yang mereka curigai juga tidak sampai mendengar kebisingan dari mereka di luar sana.

Bagas masih memerhatikan, melewati video yang langsung ia rekam justru masih belum bisa Bagas tanggapi seperti apa. Doni di belakangnya pu ikut menatap dari layar handphone Bagas. Mereka masih belum menemukan sesuatu hal yang mengejutkan.

Atau entah apa? Namun untuk apa juga Kepala sekolahnya berada di sana? Memang kelas sudah masuk sejak sepuluh menit lalu, mereka tidak bolos. Hanya saja memang ada tugas di luar sehingga dengan mudah mengintai tanpa di ketahui oleh siapapun.

"Salah satu murid yang memiliki keistimewaan. Saya ingin dia."

Bagas dan dua temannya saling melirik satu sama lain dengan raut bingung. Suara itu jelas sekali dari dalam ruangan, tetapi mereka masih tetap diam di tempatnya dengan raut yang membingungkan.

Yang mereka bertiga maksudkan itu … Kepala sekolah sedang bicara dengan siapa?

Vero mengarahkan jarinya untuk segera pergi dari sana sebelum ketahuan menguping. Yang jelas mereka bertiga belum mendengar lagi lawan bicaranya di dalam ruangan.

Vero di kuasai dengan pikiran negatif mengenai satu orang.

Doni menatap Vero yang sedang berpikir. "Maksudnya apa, ya? Soal murid yang dia mau? Maksudnya mau di apain gitu."

Bagas mengangguk perlahan. "Iya. Gue udah save video itu, kita bisa dengerin lagi jelasnya dan lihat detil. Soalnya layar tadi burem kelitannya ga jelas banget."

Vero menarik napas panjang. "Kok, perasaan gue ga enak, ya."

"Kita ke lapangan aja, lah. Bahas ini sekalian juga latihan futsal, gue udah lama ga maen itu bola." timpal Bagas sembari mengusulkan.

Doni menjentikkan jari. "Setuju. Gue juga pengen nyegerin otak pake minuman dingin, ke kantin dulu beli minum."

Vero mendecak. "Ribet amat idup lo berdua."

"Kayak situ kaga."

Mereka tertawa sambil melongos pergi menuju tempat tujuannya. Vero masih tetap saja memikirkan ucapan tadi, apa mengarah pada … Claire? Bukan kah hanya cewek itu yang memiliki keistimewaan khusus? Jika memang seperti itu, lalu apa tujuan yang sebenarnya?

Kenapa ingin Claire?

"Ver, lo hari ini anterin cewek lo lagi ga?" sahut Bagas, ia meneguk air mineral yang belum di bayarnya.

Vero menggeleng. "Abangnya tetep curiga ke gue. Claire, di larang deket sama gue."

"Lah, dia punya abang?" celetuk Doni yang belum mengetahui karena Vero tidak pernah menceritakannya juga.

"Iya, posesif tapi."

Bagas terkekeh. "Kalau gue abangnya juga bakal lakuin hal yang sama. Di mana-mana namanya adek harus di jaga, lah."

"Iye! Apalagi kalau misalnya dia deket sama elo. Abangnya makin ga akan terima aja adeknya sama playboy." cetus Doni dengan gelak tawanya.

Vero ikut tertawa. "Iya, ya. Modelan gue aja di curigai, apalagi elo, Gas. Mungkin udah duluan di tendang kali." kelakarnya.

Bagas tertawa. "Padahal gue itu bisa lindungin walau di cap playboy yang aslinya pendiem."

"Yeu! Lo diem pas ada guru BK aja, aslinya senggol sana sini semua cewek di gombal, di rayu. Kayak ga punya pendirian aja." cibir Doni yang lagi-lagi membuat Vero tertawa di buatnya.

Bagas hanya menampilkan cengiran dan menyahut, "Kalau aja gue bisa dapetin, Claire. Kalian harus lari keliling sekolah yang berhektar-hektar ini sebanyak dua puluh kali."

Creation is hard, cheer me up!

Carrellandeouscreators' thoughts