webnovel

Roger (Sang Pahlawan Kecil)

"Mami tenang aja. Roger janji, Roger akan bawa Papi pulang," ujarnya, penuh keyakinan. Roger Anugrah Ramadhan, seorang anak laki-laki dengan usianya yang baru menginjak 4 tahun. Berjuang, menjadi pahlawan kecil untuk memperbaiki hubungan orang tuanya. Akankah Roger sanggup memenuhi janjinya? Bagaimana cara Roger membuat Papi-nya kembali? Anak laki-laki yang pemberani, tampan dan imut itu harus berusaha keras memperjuangkan kebahagiaan sang Mami. Memberikan status orang tua yang lengkap untuk dirinya sendiri. . Riana dan Alvin Ravendra, dua orang yang saling mencintai. Namun, tidak bisa bersatu karena terhalang restu. Hingga suatu kejadian membuat keduanya berpisah. Empat tahun kemudian, Riana membawa Roger ke toko mainan, di mana Alvin dan Roger pertama kali bertemu.

rannty · 青春言情
分數不夠
217 Chs

Episode 23. Di mana Roger berada?

Riana bangun lebih pagi dari biasanya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Roger.

Pagi itu, Riana sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya dan suami. Hari ini adalah hari terakhir Alvin cuti, karena dia hanya mengambil waktu 3 hari untuk acara pernikahannya kemarin.

Setelah menemui Roger, Alvin berencana mengajak Riana pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari juga kebutuhan lainnya.

Karena Alvin tinggal sendiri, beberapa peralatan mungkin masih ada yang kurang.

"Emm, wangi banget, masak apa sih?" Alvin datang ke dapur dan langsung memeluk Riana dari belakang.

"Ih, jangan peluk-peluk dong. Aku kan belum mandi," keluh Riana.

"Ngga apa-apa, kamu tetep cantik kok," puji Alvin.

"Bukan masalah cantik apa ngga cantik, tapi bau. Kamu kan udah mandi," jelas Riana.

"Mana ada bau, wangi gini kok," ujar Alvin. Semakin mengeratkan pelukan.

"Muji apa nyindir?" Kini Riana berbalik badan, menatap tajam pada Alvin.

"Puji dong. Kalo udah mandi, tambah wangi dan cantik lagi." Alvin tersenyum lebar setelah mengatakannya.

"Udah, ngga usah ngerayu. Makan dulu, aku mau pergi mandi," ucap Riana meletakkan makanan di meja makan.

"Tunggu. Kita makan bareng, mandinya nanti aja." Cegah Alvin.

"Oke." Riana menurut, lalu duduk di sebelah Alvin.

"Nanti setelah liat Roger, kita belanja dulu ya. Beli kebutuhan sehari-hari sama beberapa barang yang belum ada di rumah," papar Alvin.

"Gimana kalo kita ajak Roger juga? Lagipula papa sama mama kamu ngga ada di rumah , kan?" usul Riana.

"Bisa sih, tapi-"

"Kalo kamu ngga mau ya ngga apa-apa, aku ngga jadi ikut kamu belanja," ujar Riana, seperti mengancam.

"Oke, kita liat situasinya nanti. Siapa tau Alan ada di rumah," balas Alvin.

Benar juga tebakan Riana, orang tua Alvin memang pergi bekerja seperti biasa. Namun, entah mereka pulang sore atau lebih awal seperti kemarin.

Setelah memastikan jika tuan dan nyonya Ravendra benar-benar telah pergi bekerja. Alvin mengajak Riana masuk ke rumah itu.

"Roger," panggil Alvin berjalan ke dalam rumah.

Rumah itu tampak sepi. Ke mana perginya penghuni yang tersisa? Di mana Roger dan Alan berada? Apa mungkin Alan mengajak Roger ke kantor?

Alvin memeriksa kamar Alan juga kamarnya yang ditempati oleh Roger. Kosong. Tidak ada orang.

"Vin, kok sepi? Roger ke mana?" tanya Riana.

"Aku juga ngga tau. Kita ngga liat waktu Alan pergi, apa jangan-jangan dia ajak Roger ke kantor?" balas Alvin balik bertanya.

"Coba kamu telfon dia, tanyain ... Roger sama dia apa enggak," perintah Riana.

Alvin menelfon Alan, tebakannya salah. Roger tidak bersama Alan di kantor. Ternyata tuan dan nyonya Ravendra yang membawa Roger pergi.

"Apa? Roger sama mereka? Kok bisa?" tanya Riana tidak percaya penjelasan Alvin mengenai putranya yang pergi bersama kakek dan neneknya.

" Aku juga ngga tau. Semoga ngga ada hal buruk yang terjadi." Sahut Alvin.

"Iya, semoga aja," timpal Riana.

Entah ke mana tuan dan nyonya Ravendra membawa Roger. Saat mendengar anaknya pergi bersama kakek neneknya, Alvin jauh lebih khawatir.

"Gimana kalo kita pergi belanja sekarang? Nanti aku pikirin lagi, ke mana kira-kira papa bawa Roger pergi," ujar Alvin.

"Apa mereka ngga pergi ke kantor?" tanya Riana.

"Enggak. Tadi Alan juga udah bilang, kalo mereka ngga ada di sana. Aku sendiri juga ngga tau ke mana papa mamaku biasa pergi," terang Alvin.

Riana tambah khawatir karena keberadaan Roger belum diketahui. "Oke, kita pergi sekarang," ajaknya.

Beberapa menit kemudian, keduanya sudah sampai di minimarket. Masih dengan perasaan khawatir dan penuh tanya, Riana memilih sembarang bahan belanjaan tanpa mempertimbangkannya.

"Ri, kamu yakin semua ini yang kita butuhkan?" tanya Alvin saat akan membayar.

"Iya, yakin," jawab Riana, melamun.

"Hei, aku tau kamu khawatir, tapi percaya sama aku. Papa mama ngga mungkin bawa Roger ke tempat yang aneh apalagi sampai membuatnya celaka," bujuk Alvin.

Riana membuang napas kasar. "Iya, aku percaya sama kamu. Tapi orang tua kamu ... aku ngga yakin, Vin. Gimana kalo Roger sampai-"

"Ssstt, jangan mikir atau ngomong yang aneh-aneh. Berpikir positif, mungkin aja Roger lagi diajak jalan-jalan sama mereka." Dengan sabar Alvin menenangkan perasaan takut dan khawatir sang istri. Juga memberikan pemikirian yang positif pada Riana.

Selesai membeli barang-barang kebutuhan, Alvin dan Riana kembali melewati rumah tuan Rames. Mungkin saja, Roger sudah ada di rumah sekarang.

Belum sempat turun dari mobil, Alvin melihat halaman depan masih saja kosong. Tidak ada satu pun mobil yang terparkir di sana. Itu artinya, Roger belum pulang.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan tinggalkan pesan." Suara seorang wanita memperingatkan Alvin saat dia menelfon nomor tuan Rames.

Suara itu kembali Alvin dengar saat berganti panggilan ke nomor nyonya Rames. Ada apa dengan nomor keduanya? Tuan Rames dan istrinya tidak pernah membiarkan si penelfon mengdengarkan pesan suara itu.

"Kita pulang aja ya. Roger ngga ada di rumah. Nanti aku coba cari info lagi," ajak Alvin. Riana menggangguk setuju.

Dalam perjalanan pulang ke rumah. Mobil Alvin sempat mendapat masalah. Seseorang mencoba menyerempet mobilnya. Untung saja, Alvin bisa menghindar dengan cepat.

Sudah berhasil lolos. Tiba-tiba datang dua mobil jeep, mengapit mobil yang Alvin kendarai.

Entah apa maksud mereka, Alvin terpojok karena salah satu mobil itu menghadang Alvin dari arah depan. Sedang yang satunya sudah standby di belakang mobil Alvin, agar dia tidak bisa mundur untuk melarikan diri.

"Vin, siapa mereka? Kenapa menghadang kita?" Riana merasa takut saat pengemudi mobil di depan turun dari kursi kemudi.

Brak. "Keluar," bentak si pengemudi mobil jeep. Memukul kaca di bagian kanan Alvin.

"Vin, mau apa mereka?" Riana semakin takut. Apa lagi wajah laki-laki itu tampak mengerikan.

"Keluar, ngga? Atau gue ancurin ni mobil," ancam laki-laki itu. Memegang sebuah kayu, dia mengayunkan-ayunkan benda tersebut ke arah mobil.

"Vin, kamu mau ngapain? Jangan turun. Nanti kalo mereka mukulin kamu, gimana?" Riana memegang erat lengan Alvin.

"Ngga apa-apa, kamu tenang aja. Kalo aku ngga turun, aku takut mereka bakal lebih kasar lagi," ucap Alvin.

Setelah Alvin turun, laki-laki itu langsung mencengkeram baju Alvin. "Alvin Ravendra. Boleh juga ternyata," ucapnya.

"Mau apa kalian?" Selidik Alvin, melepaskan cengkeraman laki-laki itu.

"Mudah. Cukup ikut kami dengan sukarela," timpal laki-laki yang mengemudikan jeep yang satunya.

"Apa tujuan kalian dan siapa yang menyuruh?" tanya Alvin.

"Kamu ngga perlu tau, ikut saja." Laki-laki yang berada di depan memiliki tato di leher sebagai cirinya.

"Jangan harap," tolak Alvin.

Ketiganya terlihat adu kekuatan selama beberapa menit. Meskipun Alvin cukup jago dalam beladiri, tapi masih kalah jauh dari mereka berdua.

Alvin tumbang, terkapar di jalanan. Wajahnya penuh luka pukulan. "Alvin," teriak Riana. Bergegas turun dari mobil.

"Cepat bawa dia!" perintah laki-laki bertato.

"Alvin ... " Riana kalah cepat, Alvin sudah terlanjur dibawa pergi oleh dua laki-laki itu.

next...