"Kau sengaja menyuruh mereka pergi agar bisa berduaan dengan aku, Shem?" tuduh Adaline sambil mengembangkan senyumnya yang masih tetap mampu menggoyahkan hati pemuda itu.
"Memangnya apalagi yang ingin aku inginkan? Aku sangat rindu padamu Adaline, apakah kau tidak merasakan hal yang sama? Kita takkan bisa menemukan tempat senyaman ini di Istanaku nanti. Semua ketat dalam penjagaan." Shem mulai merayu gadis itu. Dia membelai rambut Adaline dengan lembut.
"Apa? Katakanlah kepadaku lagi, tak ada tempat nyaman di istana? Apa kau berniat membawaku ke istanamu?" Adaline merasa heran dan jujur saja, takut.
"Tentu saja, mau aku sembunyikan dimana dirimu? Tidak mungkin Abraham menjagamu terus. Dia juga banyak tugas dan misi Kerajaan. Aku yakin kau lebih aman di istana bersama Elliot, meskipun bersamaan dengan itu, Istana juga menjadi tempat yang membahayakan juga bagimu jika sampai ketahuan siapa kamu?" Shem segera duduk dan mengajak Adaline untuk duduk juga di atas pangkuannya.
"Ajari aku pedang, Shem. Se ccccccccctidaknya aku mampu berjaga diri sewaktu-waktu," pintanya.
"Kenapa kau ingin menggunakan pedang? Aku akan selalu bersamamu di istana, dan jika tak ada aku, maka Abraham yang akan menjagamu" jawab Shem sambil menyandarkan kepalanya manja di bahu Adaline.
"Situasi yang membahayakan diriku untuk saat ini membuat aku berfikir, setidaknya aku bisa memegang pedang untuk kewaspadaan saja. Aku takut saat tak ada kau atau Abraham. Aku jadi terus bergantung kepada kalian." Penjelasan Adaline yang masuk akal itu dicerna oleh Shem sambil melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Adaline yang telah dipangkunya itu.
"Aku akan mengajarimu menggunakan pedang nanti. Sekarang kamu belum menjawab pertanyaanku. Aku sangat merindukanmu. Apakah kamu tidak rindu kepadaku?" Lagi-lagi Shem mengalihkan pembicaraan serius Adaline. Adaline sangat serius tentang pembicaraan keselamatan dirinya itu. Karena dia telah menghadapi hal yang sangat membahayakan baru saja. Nyawa dan kepalanya hendak menjadi korban. Shem hanya menganggap itu candaan. Hanya saja Shem yang tidak tahu karena Adaline tidak berkata jujur. Dia lebih ingin melindungi Abraham dari kemarahannya andai tahu yang sebenarnya terjadi.
Shem rupanya tetap tidak ingin membahas lebih jauh mengenai ketakutan Adaline akan keselamatannya. Keinginannya yang ingin bisa berlatih pedang itu. Tidak ditanggapi serius oleh Shem. Shem malah asyik sendiri merayu dan bermanja kepada Adaline. Ia menciumi leher gadis itu dari belakang. Shem benar-benar diselimuti rasa rindu yang begitu dalam. Ia ingin menyampaikan hasrat cintanya yang selama beberapa hari itu ia pendam. Keadaan yang kebetulan sepi karena dua orang pesuruhnya masih pergi, menyebabkan Shem tak mau menunggu lagi.
Sebelum mereka berdua kembali. Shem mulai menyibakkan gaun lebar Adaline. Adaline tampak tidak ada pergerakan, dia merasakan kecupan Shem di lehernya. Tangan Shem mulai bergerilya
meraba-raba kaki Adaline. Dengan sentuhan yang sangat perlahan tangan itu menyelinap diantara pahanya. Jemari Shem mulai memainkan bunga Adaline, jari itu menyentuh, menggelitiki area itu dengan semangat. Adaline memejamkan mata sebab ia merasakan tubuhnya terasa menghangat. Nafasnya menjadi tak teratur dan dadanya tampak naik turun dibuatnya. Beberapa jari Shem memasuki dan masih terus menggelitiki ingin membangunkan gairah Adaline juga. Adaline mulai menggeliat kenikmatan dengan permainan jari Shem di area sensitifnya.
Ia mendesis dan menggigit bibirnya. Tangan Adaline menjambak Shem dari belakang dan satu tangannya memegang tangan Shem yang masih memeluknya. Shem terlihat berkeringat memulai aktivitasnya. Di ruangan itu tak ada pendingin ruangan sehingga semakin terasa panas terbakar oleh geloranya. Adaline mendesah manja dan terus menggeliat.
"Lepaskan pakaianmu, Sayang. Aku sudah tak tahan lagi dengan gemulainya tingkahmu." Shem meminta kepada Adaline diikuti dirinya yang juga menanggalkan semua pakaiannya juga.
Shem tak menunggu lama, ia segera memeluk tubuh Adaline yang tampak polos tanpa selembar kainpun itu. Ia ingin memberi sensasi yang berbeda dari gaya bercintanya yang pertama. Dia meminta Adaline untuk duduk dipangkuannya. Dia menatap penuh nafsu buah Adaline yang nampak begitu indah dan kencang menggoda itu. Segera dicium dan dihisapnya keduanya sambil ia remas-remas secara bergantian. Tangan Shem pun tak puas memasuki bunga Adaline dan memutar-mutarnya di dalam. Adaline nampak menghentak-hentakkan kakinya makin merasa tak kuasa.
"Ssssshhhhh ... Uuuhhhhhmmmm, Shem ....." Adaline mendesah lebih keras lagi.
Shem merasakan jarinya telah terlumuri oleh cairan basah yang keluar dari sana. Shem sungguh semakin meninggi birahi asmaranya.
Ia mengangkat Adaline dan dengan lembut memasukkannya. Ia menusukkan senjata rahasianya ke bagian bunga Adaline. Ia menggoyang dan mendorong semakin lama semakin menguat. Terlihat wajah Adaline meringis kenikmatan dan dirinya juga merasakan juga. Rasa nikmat yang tiada tara. Posisi yang belum pernah mereka coba. Shem menyerang dari bawah dengan keadaan Adaline yang berada di pangkuannya.
"Ouuuuuughhhh!! ... Aaaaaah!!!" teriak manja gadis itu terhanyut dalam permainan eksotik Shem.
"Uuuuurrrghhhhhh! Sssshhhhhh!" Desahan Adaline diikuti erangan Shem yang bersahut-sahutan. Mereka merasakan pergesekan dua bagian tubuh yang sangat rahasia. Betapa kenikmatan itu tak ingin mereka sudahi. Mereka semakin menggebu dan Shem semakin beringas menghujamkan pedang rahasianya itu ke lubang kenikmatan Adaline. Keduanya juga saling berciuman sangat kuat, saling menggigit dan memainkan lidah ke rongga lawan mainnya. Sehingga desahan mereka semakin keras dan semakin bergairah. Keduanya dialiri keringat yang sangat deras dengan aktivitas yang semakin aktif satu sama lain.
"Aku tak ingin kehilanganmu Adaline, Gigitan bungamu ini memperangkapku dan aku tak bisa berkutik lagi. Aku selalu inginkan ini dan ini terus," Bisik Shem terengah-engah.
"Aku juga tak mau kau meninggalkan aku Shem. Aku sangat mencintaimu sehingga aku rela menyerahkan semuanya kepadamu. Mungkin aku akan mati jika kamu pergi dariku" Adaline menjawab dengan penuh arti.
Setelah sekian lama mereka memadu kasih dan menyalurkan hasrat masing-masing. Shem mengerang panjang dan hujaman darinya mulai melemah. Dirinya sudah mencapai klimaks dan merasakan kepuasan yang teramat maksimal atas pelayanan tubuh Adaline terhadapnya. Adaline juga sudah nampak lemah tak berdaya. Ia memeluk erat tubuh kekasihnya itu. Hanya nafas yang tak beraturan sekarang yang menghiasai kondisi keduanya setelah diliputi aktivitas panas beberapa saat lalu.
Shem menciumi tubuh Adaline dengan penuh rasa sayang
"Kau seutuhnya menjadi milikku, aku berjanji akan terus menjagamu sampai titik darah penghabisanku. Tak akan kubiarkan engkau mati, atau aku juga menyusul kematian itu bersamamu. Ini janji seorang Putra Mahkota Kerajaan Sadrach. Tak akan pernah aku ingkari dan kamu adalah saksinya," janji Shem kepada Adaline.
"Aku sangat terharu untuk semua cinta dan kasih sayangmu kepadaku. Kamu telah memberikan banyak kebahagiaan untukku. Aku akan berjuang untuk cinta kita. Aku ingin bersatu dan menikah denganmu. Memiliki anak-anak yang lucu kelak, kau rela melanggar perintah Ayahmu demi aku, kau rela memilih jalan yang berbahaya bersamaku," jawab Adaline dan tanpa terasa matanya mulai mengeluarkan titik-titik air mata.