webnovel

~ 9 ~

fabian berjalan untuk kembali ke kantin. Senyum manis masih membingkai di wajah tampan milik-nya ketika bayangan wajah panik Diva tadi kembali terputar. Perempuan itu memang kelewat polos hingga gampang ia bodohi. Saat sampai di kantin, lelaki itu langsung merubah ekspresi nya dengan cara menyembunyikan senyumnya.

"Darimana Fab?" Tanya Arsen menyambut Fabian yang baru saja sampai. lelaki itu mendarat kan bokongnya di kursi kosong sebelah Hilman, tempatnya semula.

"Dicariin tuh Fab sama Arsen, minta nyusu katanya" Ceplos Hilman yang mengundang tawa dari teman nya, kecuali Arsen yang mendelik menanggapi kesal celotehan Hilman.

"Gua jait jelujur lama-lama mulu lo Man!"

Fabian mengambil asal es teh yang berada di hadapan Chocky dan menenggaknya. "Samperin Diva" Jawabnya pria itu singkat dengan nada santai.

"Samperin sih samperin Fab, es teh gue jangan di embat juga dong" Chocky mengambil paksa es teh dari tangan Fabian, menatap Fabian kesal. Fabian terkekeh selanjutnya ia mulai mengeluarkan ponselnya dan sibuk membalas pesan dari seseorang disana.

Arsen mengangkat sebelah alisnya, memandang Fabian sebentar lalu mengalihkannya. Pria itu mendengus sambil berkata sangat pelan "Masih aja jadi buaya"

"Eh iya!" Fabian menepuk pelan dahinya mengingat sesuatu. "Gue lupa konfirmasi ke Coach Adam sekarang kita latihan." Lanjutnya.

"Sans! Gue udah chat Coach tadi, tapi belom di bales" Fabian mengusap dada nya mendengar seruan Chocky. Hampir saja ia melalaikan tanggung jawabnya sebagai Kapten di team basket kebanggan sekolahnya itu.

"Gue galau deh. Semester 2 nanti kita udah gak ikut ekskul basket lagi" Ucap Farel.

"Iya gue juga. Kita pasti udah sibuk-sibuknya banget persiapan UN" Sahut Hilman.

"Sen. Matiin aja hotspotnya. Makasih Nisa Sabyan Husband" Arsen menoleh menatap tajam ke arah Farel. Dan kembali fokus dengan ponselnya tanpa membalas ledekan dari Arsen.

Tumben nih orang, batin Farel

"Eh cuk, kok gue deg-degan ya?" Hilman kembali berceloteh dikala sepi, mengundang kembali perhatian teman-temannya yang sudah mulai sibuk dengan kesibuk kan masing-masing memanfaaatkan waktu mereka cabut dari jam pelajaran.

"Bisa diem gak sih Man? Rewel lo kayak orok lagi demam" Geram Chocky.

"Jantungan kali lo" Jawab Fabian asal. Pria itu masih terfokus mengetik sesuatu di atas tuts keyboard ponselnya.

"sembarangan kamu mas!" Jawab Hilman dengan nada seperti perempuan. Chocky menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Hilman jijik. "Eh tapi gue serius. Perasaan gue gak enak nih! Apa gue mau dapet uang kaget yak?" Ujar Hilman kembali. Terselip perasaan tidak enak pada diri pria itu memang benar, rasanya seperti ada sesuatu yang akan terjadi.

selanjutnya, tidak ada lagi dari ke-empat temanya yang menanggap serius ucapan Hilman barusan. Mereka menganggap hal itu sebagai banyolan khas dari seorang Hilman. Hilman mendengus merasa di kacangi.

Brukkk...

Fabian, Arsen, Chocky, Hilman dan Farel melompat terkejut. Sontak mereka menatap horor ke arah penghapus papan tulis yang baru saja terjun bebas di meja yang mereka tempati. Tak ada satupun dari mereka yang berani menoleh atau mengadah sekalipun untuk mencari tahu siapa pelaku yang melempar penghapus tersebut. Bahkan tak ada dari ke-limanya yang bergerak, mereka semua menegang di tempat layaknya sebuah patung.

"Sialan! Gue bisa tebak siapa yang lempar" Ucap Farel pelan, hanya mampu di dengar oleh Fabian, Arsen, Chocky dan Hilman.

"Anjinglah! Ini mah bukan gue dapet uang kaget. Tapi jantung gue yang kaget!" Sambar Hilman.

Mereka menahan nafas mereka seiring dengan suara langkah kaki mendekat

Fabian menyenggol Farel dengan sikutnya dan bertanya. "Rel, lo yakin kan gak ada guru yang mergokin kita?"

"Gue yakin Fab. Gue Cuma ngerjain lo tadi"

Bruk...

Mereka kembali terkejut saat meja mereka di gebrak kencang oleh seseorang. Perlahan kelima-nya mengadah menatap ke arah Bu Ana yang sudah menatap mereka dengan tatapan mata elangnya.

"Eh Bu Ana! Selama pagi Bu Ana, ibu sehatan nih kayaknya. Keliatan dari badan Ibu yang keliatan lebih lebar. Eh! Bugar maksud saya Bu" Ucap Hilman cengengesan, menghiraukan tatapan Bu Ana yang sudah naik level lebih mematikan menatap nyalang ke arahnya. Fabian, Arsen, Farel dan Chocky merutuki kebodohan salah satu temannya itu. Ucapan Hilman barusan sudah pasti memancing tingkatan amarah tirex yang ada di hadapan mereka ini.

"Cukup Hilman! Lagi-lagi kalian yang keluar dari jam pelajaran ibu. Ikut Ibu keruang BK!" Gertak Bu Ana. Ciutlah nyali kelima-nya termasuk Hilman yang sempat meledek guru Matematika Killer di sekolahnya itu.

"Keluar kandang tirex masuk kandang megalodon ini mah!"

"Saya gak tuli ya Hilman! Cepat ikut Ibu, biar kalian di proses sama Bu Lisa" Ucap Bu Ana dengan nada terdengar lelah menangani murid-murid abstraknya ini. Biarlah, ia akan menyerahkan mereka ke BK karena ia sudah jera, tidak tahu lagi harus membuat hukuman seperti apa agar Fabian dan teman-temanya jera.

"Ya Allah! tolong Iman ya Allah!"

***

Setelah bernegosiasi hampir satu jam lamanya dengan Bu Lisa, akhirnya Fabian dan teman-temanya mendapatkan hukuman untuk mengerjakan soal matematika sebanyak masing masing 100 soal dan harus dikumpul hari ini. Sempat tidak terima dan menawar menjadi 50 saja, tapi Bu Lisa menolak tawaran tersebut dan mengancam akan mengganti sanksi nya dengan di panggil orang tua. Mau tidak mau, suka tidak suka mereka ber-lima menerima nya dengan berat hati.

"Ah taik! Pusing gue!" Keluh Farel menggaruk kasar rambutnya yang sama sekali tidak gatal itu. Saat ini hanya ada mereka yang ada di perpustakaan karena saat ini jam mata pelajaran ke delapan masih berjalan. Pengawas perpus pun sedang tidak ada karena ada urusan dan menitipkan perpus kepada mereka. Jadilah, mereka yang bebas berbuat apa saja di perpustakaan ini.

"Rumus fungsi kuadrat apa sih?" Tanya yang kawan nya yang lain, Hilman.

"Lu bisa ngerjain emang, kalo gue kasih rumusnya?" Farel berseru.

"Eh jangan remehin gue lo! Ya enggak lah, gue nanya biar keliatan pinter aja di cctv" Hilman terkekeh sementara Farel menggelengkan kepalanya hampir depresi menghadapi kawan nya yang satu ini.

Sementara yang lain Fabian, Arsen dan Chocky tengah sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Chocky yang tertidur pulas di pojok ruangan, Fabian yang masih sibuk dengan ponsel nya yang terkadang cengengesan sendiri. Dan terakhir, Arsen yang sibuk dengan pensil dan bukunya.

Entah sebuah keuntungan atau tambahan kesialan, mereka mengerjakan soal tersebut di perpustakaan tidak di ruang kelas. Sebuah keberuntungan karena tidak akan menghadapi mata pelajaran lainnya sampai jam pulang. Dan akan menjadi kesaialan bertubi kalau ada tugas dari mata pelajaran tersebut, yang ada semakin menumpuk saja tugas mereka. Benar-benar sial.

"Sen!" Farel mendekat ke arah Arsen dan menyenggol pria dengan sikutnya.

"Hm?" Hanya sebuah deheman yang Farel dapat kan dari Arsen, tanpa menoleh sedikit pun.

"Lo udah dapet berapa nomer? Bagi-bagi dong!"

"Eh Arsen ngerjain? Mas aku mau dong!" Hilman mendekat, mengikuti jejak Farel untuk mendapat jawaban kepada Arsen.

Arsen menoleh menatap keduanya. "Ngerjain apaan? Orang gue lagi gambar"

Sontak Farel dan Hilman melongo mendengar jawaban Arsen. Hilman melirik buku tersebut dan melihat gambar abstrak yang Arsen buat.

"Gambar apaan tuh? Maria Ozawa ye?"

Pletak

"Anjing Sen, Sakit!" Eluh Hilman mengusap dahinya yang di lempar pensil oleh Arsen.

"Sembarangan lo"

"Ah goblok! Gue kira lo ngerjain Sen" Ucap Farel.

"Boro-boro! Liat soal tuh aja kagak"

"Eh di brainly ada gak ya?" Tanya Hilman.

"Gak ada. Tadi gue udah cek"

"Lah! Emang lo punya kuota?" Timpal Arsen.

"Oiya ya! Gue kan gak punya kuota!" Jawab Farel menyengir kuda.

Suara pintu perpustakaan terbuka, menandakan ada seseorang yang masuk kedalamnya. Dan di ikuti langkah kaki yang semakin mendekat. Di tengah sunyi nya ruangan tersebut langkah kaki tersebut terdengar sangat jelas. Arsen, Hilman dan Farel dibuat panik dengan pemilik langkah kaki tersebut bisa saja Bu Ana atau yang lebih parahnya lagi itu adalah Bu Ana yang akan mengecek pekerjaan soal mereka yang sama sekali bahkan satupun yang sudah terjawab.

"Eh! Eh! Siapa tuh? Fab! Bangunin si Chocky, ada Bu Lisa!" Ujar Hilman panik. Jangan sampai mereka di berikan hukum tambahan melihat Chocky yang malah tertidur.

Fabian menyahut "Hah? Bu Lisa?" Fabian yang ikutan panik dengan setengah berlari pria itu berlari menghampiri Chocky yang sedang tidur.

Tanpa belas kasihan dan tengah di landa panik Fabian secara refleks menendang bokong Chocky yang tertidur dengan posisi miring untuk membangunkan teman nya itu "Cok, bangun! Ada Bu Lisa!"

"Akh! Bangsat!" Chocky mengaduh kesakitan, mengusap bokongnya yang baru saja terkena hantaman kakinya Fabian.

"Bangun buruan ada Bu Lisa!" Lagi, tanpa memperdulikan Chocky yang sedang kesakitan akibat ulahnya, ia menarik Chocky untuk berdiri dan mengajaknya untuk duduk di samping kawanya yang lain yang tengah berpura-pura sibuk mengerjakan 100 soal matematika tersebut.

"Aduh! Fab, sakit bego! Sumpah!" Ringis Chocky setelah kedunya telah siap di posisi.

"Ya maaf. Refleks gue. Udah tahan! Pura-pura kerjain tuh soal, ntar di hukum lagi ama Bu Lisa ketauan gak ngerjain"

Suara langkah tersebut semakin mendekat, seiring perubahan atmosfer di ruangan itu yang semakin mencekam, ekspresi mereka dibuat seolah tengah serius mengerjakan soal tersebut padahal tidak ada satupun soal yang mereka paham.

"Lho? Kalian?" Sontak ke-lima nya mengadah sosok Diva yang tengah menatap kalian bingung. Jadi, Diva lah si pemilik suara langkah kaki itu, mereka serempak menghembuskan nafas legas. Entah lah, sepertinya mereka ada trauma tersendiri mendengar suara langkah kaki akibat kejadian di kantin tadi.

"Lho, Diva? Ngapain lo disini?" Diva melirik ke arah Fabian. Mendadak ia mengingat kembali kejadian tadi di lapangan saat Fabian membelikan air mineral untuknya.

"Hm... A-aku disuruh Bu Ana ke perpustakaan buat ngawasin anak kelas 12 yang tadi dia hukum. Hm, buat mastiin kalian bener-bener ngerjain atau enggak?" Diva menjawab nya sedikit terbata-bata karena perubahan ritme jantungnya mulai berpacu lebih cepat melihat Fabian.

"Oh! Jadi lo disuruh buat ngawasin kita?" Tanya Arsen. Diva mengangguk sebagai jawaban.

"Sini! Awasin kita!" Arsen menepuk kursi kosong disebelahnya sebagai isyarat untuk Diva menempati kursi tersebut.

Mendengar itu, Fabian mengernyit tidak suka. Pria itu kembali berucap menepis perkataan Arsen. "Sini Div, samping gue aja. Lo kan pinter matematika, ajarin gue sekalian" Fabian sengaja menekan kan beberapa kata di beberapa kalimat.

Diva yang bingung harus duduk di samping siapa, akhirnya memilih untuk duduk disamping Fabian. Fabian tersenyum kemenangan sedangkan Arsen mendelik menatapnya.

"Coba, liat soalnya" Fabian menyerahkan kertas soal tersebut kepada Diva. Wanita itu menerimanya kemudian mulai menelisik satu-persatu dari keseratus soal matematika tersebut.

Pandang Fabian dan ke-empat temanya tak lepas dari Diva. Menatap penuh harap ke wanita itu agar bisa membantu mereka mengerjakan soal tersebut, karena 2 jam lagi soal tersebut harus terkumpul di meja Bu Lisa.

"Oh ini. Paham kok aku" Ucap Diva sambil tersenyum. Kelima pria itu tersenyum lega akhirnya soal tersebut akan terselesaikan.

"Diva! Panutan ku!" Teriak Hilman. Diva tersenyum sumringah mendengar itu dan itu tak luput dari pandangan Fabian. Betapa lelaki itu menyukai senyum wanita yang ada di hadapannya ini.

***

Tepat saat bel pulang terdengar, mereka telah selesai dengan soal matematika tersebut. sebanyak 80% soal yang Diva kerjakan dan sisanya mereka dapatkan dari Brainly mengingat sisa waktu yang tidak memungkinkan.

"Ah gila... akhirnya kelar juga!" Ucap Chocky sembari meregangkan otot tubuhnya.

Fabian menoleh menatap Diva dan tersenyum tulus. Pria itu berkata "Makasih ya..."

Seolah terpanah Diva terdiam memandang ciptaan tuhan yang indah ini, ia pun tersenyum dan mengangguk sebagai jawabanya.

"Sini gue yang kasih ke Bu Ana" Ujar Arsen menawarkan diri. Ia mulai mengumpulkan soal dan buku matematika temanya. Kemudian pamit pergi untuk menemui Bu Ana.

"Yeaay... Yeayy pulang!" Teriak Hilman.

"Berisik Man, Ya rabb!" Dengus Chocky.

Diva terkekeh dan menggelengkan mendengar perdepatan kecil antara Hilman dan Chocky.

"Div!" Diva menoleh menatap Fabian. "Ambil tas lo gih gue tunggu di parkiran, gue anterin pulang" Lanjut Fabian.

Sekuat tenaga Diva menahan untuk tida memekik kegirangan mendengar tawaran Fabian. Sudah lama rasanya tidak pulang bareng Fabian. Ia mengangguk antusias.

"Kak! Aku duluan ya" Pamit Diva kepada teman-teman Fabian.

"Iya Div. Makasih banyak ya. kapan-kapan gue traktir deh"

"Gak usah Kak Hilman, aku ikhlas kok" Setelah mengatakan itu Diva pergi menuju kelas untuk mengambil tasnya.

"Gila ya si Diva. Udah cakep baek lagi" Seru Hilman.

"Apani maksud lo?" Tanya Fabian dengan nada tidak suka.

"Eh! Santai masnya, jeles ya?"

"Siapa yang Jealous?" malas menanggapi lebih jauh teman nya itu. Fabian memilih pergi mengambil tas nya dan menunggu Diva di parkiran.

Hampir 15 menit Fabian menunggu Diva di parkiran, tapi tidak ada tanda-tanda kalau wanita itu akan datang. Kemana dia?

ting

Sebuah notifikasi masuk di ponselnya. Dengan cepat pria itu merogoh kantongnya untuk mengambil ponselnya. Ia sedikit berdecak melihat siapa yang mengirimnya pesan itu.

Farel, kirain Jenisa Fabian membatin kecewa

Dengan malas ia membuka pesan tersebut dan hanya membacanya. Ia kembali menjelajah roomchat Whatsapp atas nama Jenisa disana, ceklis dua. Wanita itu belum membaca pesan terakhir yang ia kirim.

"Fab!" Fabian terkejut hampir saja melempar handphone nya saat Diva memanggilnya.

"Eh! Darimana aja?" Buru-buru Fabian memasukan ponselnya kembali kedalam saku.

"Nggak dari mana-mana. Aku nunggu sekolah sepi. Nanti ada yang liat kamu sama aku pulang bareng"

"Ohh..." Jawab Fabian seadanya.

"Kamu lupa ya? kan kamu yang minta biar gak ada yang tau hubungan kita" Ucap Diva. Hatinya sedikit bergetar saat mengatakan itu. Ia memaksakan sedikit senyum di wajahnya.

"Enggak kok. Yaudah, sebagai tanda terimakasih gue, gue anterin lo pulang"

"Kamu anterin aku pulang cuma sebagai tanda terimakasih? Bukan nya itu emang harus kamu lakuin ya, sebagai kekasih?"

Fabian terdiam, pria itu bungkam. Tak tau harus menjawab apa.

Tbc

Haiii gais. Maaf banget udah lama gak UP ya kalian tau lah gimana sibuknya kelas akhir, hadiah buat kalian, aku up smpe 2000 words:). Enjoy ya gaiss. Tapi jangan jadi silent reader yess voment nya jangan lupa! See you next chapter!!!

Dapet salam nih dari babang Hilman