webnovel

~ 13 ~

Kicauan burung bersahutan menyambut Sabtu pagi ini. Matahari sudah menampak kan dirinya dari ufuk Timur. Matahari pagi yang terasa hangat di kulit memancing sebagian umat manusia untuk tidak bermalas-malasan menyambut Sabtu pagi mereka. Sebagian dari mereka sudah terlihat beraktivitas keluar rumah untuk sekedar berlari pagi atau sekedar duduk bercengkrama dibawah hangat nya mentari.

Suara berderit terdengar, bersamaan dengan pintu balkon kamar Diva yang terbuka. Tak lama Nampak lah gadis berumur 16 tahun dengan piyama tidur yang masih dikenakan nya. Wajah bantal nya masih terpatri meng-cover wajah cantiknya.

Kemudian, Diva bergerak beberapa langkah kedepan. Ia menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskan nya secara perlahan. Gadis

itu menikmati udara segar dipagi hari untuk memasok paru-parunya.

Ia melirik sekilas ke arah balkon kamar abangnya, Rio. Letaknya memang tidak terlalu jauh dari nya. Pintu kamar itu sedikit terbuka menandakan sang empu-nya sudah terbangun dari tidurnya.

Diva tidak terlalu menghiraukan hal itu ia memilih untuk duduk di kursi kecil yang sengaja disediakan di balkon kamarnya. Bermaksud untuk mengenakan kursi itu sekedar menikmati udara segar dari luar kamarnya. Entah itu dipagi hari atau saat larutnya matahari.

Sedikit menyenderkan badan nya pada kepala kursi itu. Terlihat sekali kalau gadis itu sangat menikmati waktu senggangnya dari tuntutan nya sebagai seorang siswi sekolah menengah akhir.

Seketika itu juga sepertiga memori tentang tadi malam kembali berputar dalam pikiran nya. Alvin memang orang tua ter-hebat untuknya. Ia sangat beruntung memiliki Papa seperti nya, yang sudah pasti menjadi panutan hidup nya.

Hati kecilnya selalu berharap. Kelak, saat ia dewasa nanti mendapat pasangan seperti Papanya. Sikap bijaknya, rasa sabar yang kuat, dan sangat bertanggung jawab seperti Alvin menjadi acuan tipikal calon pasangan seumur hidupnya nanti.

Gadis itu mengangkat sedikit lengan mensejajarkan tepat di depan wajahnya. Ia menghembuskan nafas kasar melihat tanda merah yang hampir lebam disana. Siapa lagi ulahnya kalau bukan Fabian.

Pria itu memang aneh, sudah hampir satu tahun lama nya mereka menjalin hubungan. Tapi gadis itu belum bisa menyesuaikan dengan kemauan Fabian. Pria itu selalu berubah-ubah, ada saja kelakuan nya.

Zuma memang benar, ia sudah mempergoki 3 kali Fabian bersama wanita lain. Dan semua wanita yang ia dekati rata-rata menjadi incaran para kaum lelaki di sekolah nya. Tapi ia tidak tahu kenapa Fabian memilih nya sebagai kekasih yang tidak pernah ia anggap. Dan hebatnya mereka berhasil menutupi hubungan mereka hampir satu tahun, tanpa ada yang mengetahui nya kecuali teman-teman Diva dan Fabian.

Diva pusing

Kesal

Dan sudah tidak peduli lagi tentang itu.

Mungkin ia ingin mencoba dengan perlahan untuk melepas Fabian, dan mengakhiri hubungan mereka.

Tapi, Fabian itu baik

Pria itu pernah membuatnya melayang dengan sikap manisnya.

Perlakuan manis Fabian kadang membuat nya goyah.

Tapi. Fabian brengsek, bajingan, pembohong ulung dan suka memainkan hati banyak perempuan.

Diva meremas rambutnya kesal, memikirkan itu semua.

Who do you love, do you love now?

I wanna know the truth

Who do you love, do you love now?

I know it's someone new

Diva mengernyit, gadis itu langsung menoleh ke pintu kamar Rio yang terbuka. Suara itu berasal dari sana. Rio memang sering menikmati pagi di hari liburnya untuk mendengar lagu dari band favorit nya 5 Second of Summer.

You ain't gotta make it easy, where you been sleepin'?

Tak heran, Diva mengetahui sedikit dari beberapa lagu milik band asal Australia tersebut.

This shit is keepin' me up at night, just admit it

Tetapi sialnya, momen ini sangat tepat dengan lirik lagu yang dinyanyikan oleh Band tersebut.

Who do you love, do you love now?

Siapa yang sebenarnya Fabian cinta? Dirinya? Atau adik kelasnya itu?

I wanna know, I wanna know who

Dan ia sangat ingin tahu, siapakah wanita satu-satu nya yang hanya ada di hati Fabian?

Argh!

"Kenapa ini lagu bisa tepat banget sih?!"

Diva menggeram kesal! Gadis itu bangkit dari duduk nya, menghentak-hentakan kaki nya dan memilih untuk masuk kedalam kamar.

Menurutnya lagu itu seperti sebuah pembohongan. Liriknya terlihat menyedihkan yang menggambarkan perasaan seseorang yang merasa sudah tidak diprioritaskan lagi oleh pasangan nya, entah karna ada orang ketiga atau perubahan pada dirinya sendiri yang menyebabkan dia tidak menyukai hal tersebut. Tapi lantunan musik itu dibuat enak untuk didengar hanya semata-mata untuk menutupi makna lagu yang tersirat didalam nya. Entah apalah itu.

Daripada ambil pusing, Diva memutuskan untuk mandi saja. Mungkin dengan guyuran air dingin di pagi hari dapat mendinginkan hati nya yang panas.

Selama 30 menit Diva menghabiskan waktu nya untuk mandi, ia keluar dengan keadaan jauh lebih segar dari sebelumnya. Wajah bantal nya sudah tergantikan dengan wajah segarnya. Serta rambut basah wanita itu sehabis keramas nampak jelas terlihat.

Ia berjalan menuju lemari, mengeluarkan kaus bergambar kucing serta celana bahan pendek dan segera mengenakan nya.

Perutnya berbunyi menandakan cacing di perutnya membutuhkan asupan makan pagi ini. Ia tidak mau jatuh pingsan lagi karena terlambat makan. Diva pun segera beranjak menuju dapur untuk sarapan.

Hari itu untuk pertama kalinya ia lalai melupakan sarapan pagi nya, bahkan ia tidak pernah pingsan sebelum nya. Tapi karena tidak sarapan kemarin menjadi alasan pertama kali nya ia jatuh pingsan.

"lho, bunda?" Diva menatap Salsa bingung melihat dapur nya yang sedikit berantakan.

"Udah bangun sayang?" Tanya Salsa.

Diva hanya mengangguk, lalu gadis itu datang menghampiri Bunda nya yang tengah sibuk mengaduk adonan di tangan nya.

"Papa belum bangun ya bun?"

"Papa udah bangun dari tadi subuh malah, biasa meeting dadakan" Jawab Salsa yang masih sibuk mengaduk adonan kue nya tanpa melirik Diva.

"Meeting? Di hari weekend? Ingetin Diva ya bun, Diva mau marahin papa. Akhir-akhir ini Diva udah jarang weekend bareng papa"

Salsa tersenyum dan mengangguk, "Iya nanti bunda ingetin"

"Bunda buat kue?" Tanya nya.

"Iya, bunda lagi buat brownies sih Sebenernya"

"Buat siapa?" Tanya Diva lagi.

Salsa tersenyum, ia melirik sekilas Diva yang sudah rapih sehabis mandi, "Tumben kamu udah rapih. Ini loh, tante Amara kan baru aja ngelahirin kemarin. Besok bunda sama papa mau jenguk mereka. Bunda bingung mau kasih apa, ya bunda buatin brownis aja"

Diva ber-oh-ria. "Bunda aku juga mau dong. Udah lama aku gak makan brownies buatan bunda" Pinta Diva layak nya seorang anak kecil. Gadis itu memang sangat menyukai kue buatan bunda nya, terutama brownies buatan Salsa sangat nikmat rasa nya.

Salsa tersenyum mendengar pujian dari putri bungsu nya itu, wanita itu sangat menyayangi Diva. Dengan Rio juga, tapi anak itu selalu menghindar jika ia mencoba mendekati nya.

Ting

Suara oven berdenting. Salsa dengan segera menghentikan aktivitas mengaduk adonan nya, dan segera mendatangi oven tersebut.

Ia melirik sekilas ke arah Diva, "Pas banget! Bunda udah buatin satu untuk kamu. Sini! Dicoba dulu, enak atau enggak"

Kedua mata Diva seketika berbinar mendengar itu, ia pun menghampiri Salsa dengan sangat antusias. Tak sabar untuk mencicipi brownies fresh from the oven itu.

Salsa mengeluarkan brownies cokelat itu dari oven, dan meletakan nya di atas meja makan. Diva yang sudah sangat tidak sabar itu langsung membuntuti Salsa.

"Pelan-pelan ya! Ini masih panas" Ujar Salsa, wanita itu sedikit menggeser badan nya memberi jalan untuk Diva untuk mencicipi brownies cokelat yang nampak sangat lezat itu.

"Diva yakin ini pasti enak banget, dari aroman nya aja udah bisa di tebak" Pekik nya.

Salsa hanya menggelengkan kepalanya tersenyum senang. Lagi, ia mendapat pujian berkat kemampuan nya dalam hal memasak.

Diva yang sudah tidak sabar itu langsung menyambar brownies yang masih panas itu dengan tangan kosong. Ia meniupkan berkali-kali potongan brownies itu mencoba menetralkan rasa panas nya.

Mata gadis itu memejam erat, menikmati potongan kecil brownis itu. Manis, hal pertama yang Diva rasakan. Lelehan cokelat pada brownies tersebut sangat memabukan baginya.

"Bunda! Ini enak banget!" Seru Diva antusias. Ia benar-benar memuji brownies nikmat buatan Salsa ini. Tak heran, papa nya sangat mencintai wanita berhijab yang ada di depan nya ini.

"Kayak anak kecil kamu, nanti bunda buatin lagi ya?" Salsa terkekeh.

"Harus! Bunda harus, kudu, wajib buatin Diva brownies ini lagi. Kalo perlu setiap hari bunda" Kekeh gadis itu merayu pada Salsa.

"Diabetes kamu yang ada" Keduanya pun tertawa, menertawakan tingkah konyol Diva.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang menatap mereka tak jauh dari sana. Ia memicing tidak suka menatap pada salah satunya. Dia sangat terganggu dengan tawa mereka.

Rio berjalan mendekati kedua nya. Tapi baik Diva ataupun Salsa tak menyadari kehadiran Rio di antara mereka. Matanya tak sengaja melihat adonan kue yang jarak nya tak jauh darinya. Mata elang lelaki itu kembali melirik ke arah mereka berdua.

Senyuman miring tercetak di wajah tampan pria berumur 20 tahunan itu.

Prang

Dengan sengaja Rio menjatuhkan mangkuk kaca besar yang berisi adonan kue yang sudah hampir jadi itu.

Sontak Diva dan Salsa menoleh ke sumber suara. Dan mereka tambah terkejut mendapati Rio disana.

Sedangkan Rio, pria itu memasang wajah tak berdosanya dan menatap mereka dengan sebelah alis di angkat.

"Ups! Ga sengaja" Ucapnya santai dan berlalu pergi.

Diva dan Salsa terdiam. Mereka masih menatap ke arah punggung Rio yang menghilang di balik dinding dengan tak menyangka.

Salsa mengerjapkan mata nya berkali-kali. Dan segera menghampiri adonan kue nya yang sudah mendarat sempurna mengotori lantai.

Tanpa sepengetahuan wanita berhijab itu, Diva mengepal erat kedua tangan nya. Sudah cukup! Perlakuan Rio saat ini sangat keterlaluan.

"Bun?" Panggil Diva. Gadis itu segera menghampiri Salsa setelah berhasil mereda amarah nya.

"Ya sayang?"

"Diva bantu ya bun?"

Diva berlutut di samping Salsa dan berniat membantu nya. Tapi Salsa terlebih dahulu melarang nya, "Gak usah sayang. Biar bunda aja" Salsa tersenyum simpul.

Diva mengangguk paham. Ia segera menyingkir membiarkan bunda nya membereskan kekacauan ulah abang nya itu.

"Maafin bang Rio ya bun"

"Dia kan udah bilang gak sengaja. Gak apa-apa sayang"

Setelah selesai. Salsa kembali berkutat untuk membersihkan pecahan mangkuk yang masih tertinggal.

Diva tinggal diam. Dia langsung menggantikan posisi Salsa membersihkan sisa kaca tersebut, "Biar Diva aja bun"

Salsa mengalah, dan membiarkan Diva mengambil alih pekerjaan tersebut.

Salsa berulang kali mengucapkan ber-istigfar di dalam hati. Sikap Rio memang seperti itu padanya. Tapi sekuat hati ia menerima itu dengan lapang dada.

"Mau Diva bantu buat adonan nya lagi bun?"

Diva tersentak dari lamunan nya mendengar perkataan Diva. Ia tersenyum kemudian menggeleng, "Gapapa bunda bisa sendiri kok"

Diva mengangguk, ia pun bergerak untuk membuang sisa pecahan mangkuk tadi dan mengelap bersih lantai yang kotor.

***

Tok tok tok

Bukan seperti sebuah ketukan, pintu kamar Rio di dobrak kencang oleh gadis itu. Siapa lagi kalau bukan Diva.

Sikap Rio yang keterlaluan terhadap bunda nya berhasil menancing amarah gadis itu.

"Bang Rio! Buka!" Teriak nya.

Ceklek

Pintu kamar tersebut terbuka, menampilkan sosok Rio dengan senyuman mengejek nya.

"Apa? Marah lo?" Tanya nya santai. Tangan besar pria itu menyandar santai di kusen pintu kamar. Ia memiringkan kepalanya menatap remeh ke arah Diva.

"Lo udah keterlaluan bang, sama bunda!" Ucap Diva menatap Rio menantang.

"Ya terus kenapa? Dia bunda lo bunda gue. Jadi itu bukan urusan gue" Rio seolah memancing-mancing amarah adik nya itu dengan memainkan intonasi suaranya.

"MAU LO APA?!"

Cukup. Cukup sampai disini gadis itu menahan emosinya. Rio memang benar-benar keterlaluan.

"Mau gue banyak, bisa selesai tahun depan kalo gue jabarin satu persatu ke lo" Ucap Rio. Pria itu hendak menutup kembali pintu kamarnya tapi sekuat tenaga Diva berhasil menahan nya.

Kemudian dengan kasar Diva membuka lebar pintu kamar itu sampai terdengar gaduh dibuatnya.

"Apa mau lo?" Tanya Diva lagi, ia mendorong tubuh besar Rio sampai pria itu sedikit terhempas ke dalam kamar.

"Whoa! Calm down sister!" Rio tersenyum miring. Ia kembali menunjukan tatapan rendah pada adik satu-satunya itu.

"Lo mau tau mau gue apa hm?" Rio mendekat ke arah Diva. Tatapan nya yang sangat tajam berhasil mengusik gadis itu.

"Akh!" Pekik Diva saat tangan besar milik Rio mencengkram kuat rahangnya.

Rahang pria itu mengeras seiring Diva yang memberontak. Rio mendekatkan bibir nya tepat ke telinga gadis itu, seraya berbisik pelan "Gue cuma mau, lo mati"

Diva menegang, tubuh nya sedikit bergetar mendengar suara Rio yang dalam. Kata-katanya penuh penekanan seolah tidak terbantahkan. Aura gelap Rio sangat mengintimidasi dirinya.

Dengan kasar Rio menyentak tangan nya melepas cengkraman tangan tersebut, membuat Diva tersentak karena begitu kuatnya.

Rio tersenyum penuh kemenangan melihat ekspresi yang di tunjukan gadis itu, "Good morning lil sister!" Rio menutup kencang pintu kamarnya tepat dihadapan gadis itu.

Sementara Diva, gadis itu masih terdiam di tempatnya. Matanya nyalang lurus kedepan. Memikirkan perkataan Rio barusan.

Rio ingin

Dirinya mati.

Tbc

Hai gais. Long time no see. Ada kah yang rindu Diva? Atau ada kah yang kangen sama Fabian? Maaf banget aku gak update lama banget. Karena aku beneran sibuk belakangan ini.

Gimana partnya? Greget kah? Aku kasih kalian bernafas lega dulu, karena kali ini kalian gak perlu emosi sama sikap Fabian hehehe.