webnovel

Perjalanan Cinta Riza

Riza dengan sabar menunggu kalimat yang akan diucapkan sahabatnya. "Aku suka kamu, Za" Semburat merah jambu kembali menghiasi pipi Riza, ia terkejut dan tak kuasa menahan glenyer yang tiba-tiba muncul di hatinya saat Akmal mengungkapkan perasaannya. "Aku tahu ini tak boleh karena kita tidak diperbolehkan untuk berpacaran. Tapi aku tak kuasa lagi untuk menyimpan rasa ini. Rasa yang tiba-tiba datang sejak pertama kali kita bertemu." Akmal tersenyum getir "Kamu tidak harus menjawabnya, Za. Aku hanya ingin kamu tahu isi hatiku. Jika kamu mempunyai rasa yang sama terhadapku maka berjanjilah untuk menjaga hatimu hingga kelak aku meminangmu" Riza menundukkan wajahnya semakin dalam. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika dalam posisi seperti ini. Bagaimana ia harus bersikap?. Hatinya terus berdzikir karena jantungnya seperti hendak meloncat-loncat. Akmal melirik Riza yang masih menundukkan kepalanya, gadis itu menatap ujung sepatu flatnya lurus-lurus. Dirinya tahu posisi mereka sedang sulit karena harus menahan gejolak, Allah memberikannya anugrah dengan mengirimkan rasa suka dihatinya. Tetapi mereka harus mampu meredamnya dengan menghindari pacaran dan bermunajat hanya pada Nya hingga suatu saat munajatnya itu akan didengar oleh Allah dan memberikan jalan yang mudah untuk mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.

Mairva_Khairani · 青春言情
分數不夠
28 Chs

Pilihan untuk Rumah Baru

Bismillah ....

"Mam sama Riza, turun d sini aja ya. Akmal cari tempat parkir dulu"

"Oke..ntar nyusul mam ya, kalau sudah dapat tempat parkirnya"

"Yap, hati-hati turunnya mam"

Akmal memberhentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk sebuah plaza yang menjual khusus barang-barang perlengkapan rumah tangga kelas atas dan membukakan pintu untuk mamnya. Beberapa kali Riza melihat pemandangan seperti itu setiap bepergian dengan mamnya atau kegiatan apapun itu, Akmal selalu mengutamakan ibunya. Tak pernah sekalipun ia membantah ataupun mendebat perkataannya. Ini satu nilai plus Akmal yang dirinya kagumi.

"Anak mam, manis ya?" Mam Najmi mengerling ke arah Riza sambil tersenyum. Jantung Riza serasa mau copot mendengar pertanyaan mam Najmi dan pipinya menghangat, dirinya tak menyangka jika mam Najmi memergokinya saat memperhatikan tadi. Ia serasa ingin mengecil sekecil-kecilnya hingga mam Najmi tak melihatnya lagi.

"Ii..iya,mam" Jawab Riza sambil menunduk. Seperti biasa saat malu, ia akan menunduk dengan pipi yang merona. Mam Najmi mencubit pipi Riza gemas.

"Pantas saja anak mam kepincut sama kamu, Za. Kamu memang terlihat menggemaskan untuk mam yang sama2 perempuan, apalagi untuk laki-laki" Haha..Riza tambah menunduk malu, kali ini ia ingin membenamkan wajahnya ke dalam lubang leher tuniknya agar tak terlihat lagi oleh mam Najmi..ckck

"Sudah yuk, masuk. Nanti kalau mam muji-muji kamu terus bisa-bisa kamu ingin memasukkan wajahmu ke dalam tunik yang kamu pakai" O..o.. Mam Najmi seperti bisa membaca pikiran Riza saat itu dan Riza jadi tambah serasa sulit untuk bernafas.

Pertama memasuki plaza itu, mam Najmi menggandeng tangan Riza memasuki toko yang menjual tempat tidur dan sofa. Semua barang yang dijual berjajar serasi dengan interior toko yang homy.

Terlihat jelas bahwa barang yang dijual di sana adalah barang untuk kalangan atas. Riza melihat-lihat barang yang tidak murah itu sambil berdecak kagum di dalam hati. Biasanya ia melihat-lihat barang tersebut di televisi saat acara-acara tertentu. Meskipun orang tuanya juga bukan orang tidak mampu tapi perabot yang dimilikinya tidak semahal itu.

"Za, coba bagus yang mana?" Suara mam Najmi yang halus menyadarkannya. Mam Najmi menunjukkan beberapa set bed yang berjajar di depannya.

"Eh..mmm... Bagus semua, mam"

"Iya sih, bagus semua tapi Riza suka yang mana?". Riza mengedarkan pandangannya dan berhenti menatap pada satu set bed ukuran king beserta ranjangnya yang berwarna putih dengan tidak banyak detil pada bagian kepala ranjangnya.

"Riza suka yang ini, nak?"

"Mmm.. Nggak tahu, mam. Barangkali mam ada pilihan lain yang lebih ba.."

"Sudah Za, mam pilih yang ini saja sesuai pilihan Riza"

"Mba, saya mau satu bed set ukuran king yang dipilih calon mantu saya ini ya. Oh iya, tambahkan yang ukuran queenya juga"

Pramuniaga itu mengangguk ramah dan mencatat kode barang yang dipilih mam Najmi.

"Sebentar saya pilih sofa juga, mba"

"Oh baik, bu. Silahkan"

"Mal, sini" Mam Najmi melambai ke arah Akmal yang sedang kebingungan mencari ibunya.

"Susah dapat tempat parkirnya, nak?"

"Nggak, mam. Tadi ketemu teman SMP di depan jadi ngobrol sebentar"

Mam Najmi ber "Oo", mendengar penuturan Akmal.

"Mam udah ambil bed set yang dipilih Riza. Gimana, kamu suka juga, Mal?"

"Terserah aja, mam. Yang dipilih Riza pasti aku suka" Kerling Akmal menggoda Riza. Yang digodanya langsung memalingkan wajahnya pura-pura tak mendengar karena khawatir semburat merah jambunya tertangkap lagi oleh dua pasang mata anak beranak disampingnya.

"Yaah, pura-pura nggak denger tuh mam calon mantunya" Riza megap-megap berusaha menarik nafasnya dalam-dalam.. Hmm nggak anak nggak ibunya, mereka sama-sama suka menggoda Riza yang mudah tersipu jika sedang malu.

"Yuk, ke sebelah sana. Masih banyak yang harus kita beli hari ini. Mam Najmi mengajak Akmal dan Riza ke deretan sofa mewah tak jauh dari jajaran bed set tadi.

"Kamu suka yang mana, Mal, Za?"

"Tuh, Za. Mam nanyain"

"Lha ko, jadi aku sih Mal?" Riza merendahkan suaranya di samping Akmal. Sungguh ia jadi merasa nggak enak diminta menentukan pilihan sofa juga, tadi bed set diambil berdasarkan pilihan dirinya.

"Udah turutin aja apa kata mam, Za. Biar mam senang" Bisik Akmal.

"Tapi ..."

"Eeh.. Ko malah bisik-bisik?. Ayo mau pilih yang mana?. Kasihan nih mba nya jadi lama nungguin kita milih-milihnya lama.

Akmal dan Riza sama-sama memandang sofa dengan potongan mewah dan elegan berwarna krem. Mam Najmi mengekori pandangan kedua anak disampingnya.

"Kalian pilih yang itu?"

Kemal mengangguk mengiyakan

"Mba...."

Mam Najmi kembali menyampaikan pilihan sofa untuk rumah baru pada pramuniaga, kemudian mengikutinya ke arah kasir. Mam Najmi menyerahkan kartu Debitnya kepada kasir setelah kasir mengulang pesanannya.

Kasir mengarahkan mesin pembayaran debit pada mam Najmi. Beliau memijit PIN kartu debitnya untuk menyelesaikan transaksi.

"Silahkan di tunggu sampai sore nanti nyonya. Terimakasih sudah berbelanja di toko kami" Kasir dan sang pramuniaga mengangguk ramah pada mereka yang dibalas dengan sikap yang sama.

"Hai.. ayo, Za" Akmal mengejutkan Riza yang sedang akan mulai melamun. Mam Najmi terlihat sudah akan melangkahkan kakinya ke luar toko.

"Bed set dan sofa sudah, tinggal meja makan dan pernak pernik lainnya" Mam Najmi menggumam sendiri.

"Kalian sudah lapar?" Mam Najmi bertanya pada anaknya dan Riza. Riza menggeleng "Belum, mam", waktu menunjukkan pukul 11.00.

"Masih banyak yang akan dibeli lagi, mam?" Tanya Akmal.

"Masih sih, tapi kita sebagian dulu belanja di sini terus kalau sudah mampir dulu ke restoran pap sekalian sholat dhuhur di sana. Nanti dari restoran pap kita hunting perabot rumah tangga di swalayan yang biasa mam belanja ya, Mal"

"Oke, mam. Aku cari minum dulu ya. Haus nih. Mam, mau minum apa?"

"Air mineral aja, Mal"

"Kamu, Za"

"Samain aja"

Akmal menjauh ke arah pintu keluar. Mam Najmi kembali mengajak Riza mengelilingi plaza untuk menemukan toko yang menjual meja makan dan pernak pernik lainnya.

"Silahkan nyonya"

Seorang pramuniaga pria mempersilahkan mam Najmi dan Riza memasuki toko mereka lebih dalam.

"Saya mencari meja makan, mas"

"Oh iya, nyonya. Silahkan ikuti saya"

Pramuniaga itu berjalan mendahului mam Najmi beberapa langkah.

"Ada beberapa pilihan di toko kami dengan kualitas yang bagus, silahkan pilih-pilih dahulu"

Pramuniaga mempersilahkan Mam Najmi untuk memilih meja makan yang diinginkannya, beliau maju mendekati jajaran meja makan yang tersedia dengan Riza yang mengekori.

Setelah berdiskusi sebentar dengan Riza, mam Najmi memberitahukan pilihannya kepada pramuniaga. Beliau memilih juga satu set sofabed untuk di ruang keluarga dan satu set bangku santai.

"Ini mam, minum dulu" Akmal yang sudah kembali dari membeli minum menyodorkan botol minuman yang sudah ia bukakan segel tutupnya pada ibunya.

"Kamu capek, Za" Akmal berbisik lembut pada Riza sambil menyodorkan air minumnya sementara mam Najmi sedang bertransaksi di kasir.

"Makasih, Mal. Nggak ko, aku malah seneng" Jawab Riza.

Hari ini Akmal merasa senang Riza berada di dekatnya. Meskipun gadis itu tak memberikan jawaban akan perasaannya tetapi Akmal tahu hati Riza hanya untuknya, ia hanya butuh waktu dan kesabaran untuk menunggunya mengungkapkan hal yang sama tentang perasaannya pada dirinya.

"Yuk, Mal. Kita ke resto pap dulu"

"Aku siapkan mobilnya, mam tunggu di tempat tadi lagi ya" Mam Akmal mengiyakan, kemudian mengambil handphonnya di dalam tas mahalnya. Setelah memijit nomer kontak dan menunggu beberapa saat. Suara salam dari sebrang sana dijawab salam kembali oleh mam Najmi.

"Pap, aku mau ke resto, pap ada?"

"Lagi di luar?. Lama nggak, pap?"

"Oke..oke aku tunggu ya, pap jangan lama-lama"

Mam Najmi menutup saluran telponnya setelah mengucap salam bersamaan dengan mobil Akmal yang sudah siap di tempat tadi.

Akmal melajukan mobilnya dengan pelan setelah ibunya dan Riza memasuki mobil. Jarak antara plaza tadi dengan resto papnya tidak terlalu jauh, hanya terhalang beberapa gedung.

Mereka bertiga memasuki resto bertingkat dua dengan nuansa jawa yang kental dan langsung disambut hangat oleh para pegawai di sana ketika melihat istri dan putra atasannya datang. Beberapa pegawai berdasi dengan warna dasi berbeda yang membedakan level bagian pekerjaannya terlihat sibuk mengawasi para pramusaji yang saat itu lalu lalang mengantarkan pesanan pada pengunjung yang sedang sangat padat karena memasuki jam makan siang.

"Maaf nyonya, tadi tuan telpon agar saya mengantarkan ke ruangannya karena saat ini beliau sedang ada pertemuan di luar" Seorang laki-laki muda berdasi biru navi menghampiri mereka dengan ramah dan menyampaikan pesan dari tuannya.

Mam Najmi membalas dengan ramah dan mengikutinya ke lantai atas tempat ruangan kerja pap Toni, diikuti oleh Akmal dan Riza di belakangnya. Pegawai pap Toni itu kemudian menawarkan barangkali ada yang bisa ia hidangkan sementara menunggu pap Toni kembali.

Tiga puluh menit kemudian pegawai tadi mengetuk pintu diikuti oleh pramusaji yang membantu menghidangkan pesanan mam Najmi. Setelah mengucapkan terimakasih mereka kemudian menyantap makanan itu dengan diam. Mereka makan dengan lahap, untuk memperbarui tenaganya yang akan digunakan untuk melanjutkan hunting lagi.

****

Assalamualaikum..

Hai readers, terimakasih sudah terus membaca.

Jangan lupa subscribe dan beri vote nya ya, agar author lebih semangat lagi nulis ceritanya(^v^).