Ardhan menelan kasar salivanya saat mendapatkan tatapan tajam menghunus yang diarahkan Zelyn. Netra pekatnya beralih menatap telapak tangan yang mengepal seolah siap mengarahkan bogem mentah ke arahnya. Buru-buru ia menjelaskan semuanya agar wanita yang terlihat sangat murka itu tidak berlarut-larut marahnya.
"Astaga, Sayang. Jangan dianggap omongan dari wanita liar itu. Dia memang selalu seperti itu bicaranya. Aku tidak pernah menganggap serius perkataan vulgarnya. Memangnya aku gila, apa! Melepas status keperjakaanku dengan wanita liar yang entah sudah dimasuki oleh banyak sosis mentah. Membayangkannya saja membuatku muntah," ucap Ardhan yang sudah bergidik ngeri saat bahunya terangkat ke atas.
Awalnya, Zelyn benar-benar ingin meninju lengan kekar Ardhan karena merasa sangat kesal mendengar perkataan vulgar yang menurutnya sangat memuakkan dari wanita murahan yang menjadi teman kekasihnya tersebut. Namun, ia membenarkan kalimat terakhir dari calon suaminya yang memang benar adanya karena tidak ada satu pun laki-laki di dunia ini yang ingin menikah dengan wanita murahan. Kecuali pria bodoh dan sama-sama bobrok.
"Aku tidak mau tahu, Sayang. Kamu tidak boleh dekat-dekat dengan wanita jalang itu. Aku tidak ingin kamu tergoda dengan wanita yang mempunyai sejuta cara untuk merayu pria agar terjerat oleh rayuannya karena rayuan maut para wanita murahan itu sanggup menghancurkan sucinya ikatan pernikahan."
Ardhan yang tidak mau memperpanjang perdebatannya dengan Zelyn, menganggukkan kepala dan langsung mengambil ponsel pintar miliknya yang saat ini tergeletak di atas meja. Membukanya dan menunjukkan nomor temannya pada Zelyn.
"Lihat, Sayang. Aku sudah memblokirnya."
Zelyn merasa lega karena Ardhan membuktikan ucapannya. Refleks ia mengarahkan ibu jarinya pada sang kekasih. "Syukur deh, tetapi bagaimana jika dia mendatangimu?"
Ardhan tertawa terbahak-bahak menanggapi ketakutan dari Zelyn. "Mendatangiku kemana, Sayang? Ke perusahaan? Mana berani dia. Aku dulu pernah mengancamnya untuk tidak datang mencariku."
Zelyn yang sudah menunduk dengan wajah memerah saat menikmati seblak level tertinggi pesanannya, mengangkat kepalanya untuk menanyakan hal yang membuatnya penasaran. "Memangnya seorang wanita murahan bisa diancam? Karena yang aku tahu, semua wanita jalang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dengan tangan yang saat ini tengah memegang garpu saat menikmati menu pesanannya yang berbahan dasar seafood, Ardhan menghentikan kegiatannya yang baru saja menusuk udang asam manis di piringnya.
"Tentu saja, jika sampai dia melakukannya, aku akan membuatnya seperti ini." Ardhan melakukan gerakan menusuk-nusuk udang yang ada di dalam piringnya."
Sementara itu, Zelyn refleks tertawa renyah saat melihat gerakan dari tunangannya tersebut. "Sayang ... Sayang, bisa-bisanya kamu masih berteman dengan wanita seperti itu."
"Dulu dia adalah gadis yang baik, Sayang. Aku tidak sendirian, karena kami satu geng. Sebenarnya kami sering bertemu dulu. Dan juga kami bersahabat baik dengan lima orang. Jadi, aku tidak pernah bertemu dengannya sendiri setelah mengetahui dia menjadi wanita liar. Ngeri, Sayang. Bisa-bisa, dia memperkosaku. Aku takut kena virus," ucap Ardhan yang sudah terkekeh saat menjelaskan tentang sahabatnya.
Wajah yang memerah karena kepedasan, Zelyn meraih jus alpukat yang merupakan minuman favoritnya dan langsung mendinginkan mulutnya saat menikmati sensasi kelembutan dari minuman berwarna hijau dengan gelas berukuran cukup besar itu.
"Pedas sekali rasanya."
"Kamu tidak mendengarku, Sayang?" rengut Ardhan yang merasa sangat kesal karena tidak diperdulikan oleh Zelyn setelah bercerita panjang kali lebar.
"Astaga, tentu saja aku mendengarnya. Aku tidak tuli, Ardhanku tersayang. Aku percaya padamu dan tidak akan mempermasalahkan tentang hal ini lagi. Masalah sudah clear. Jika wanita itu menuntut ganti rugi, aku yang akan mengatasinya nanti." Zelyn kembali melanjutkan kegiatannya yang kembali menikmati makanannya.
Ardhan kini bisa bernapas lega setelah Zelyn tidak lagi mempermasalahkan tentang teman kuliahnya dulu. "Terima kasih, Sayang. I love you."
Sementara itu, Zelyn yang sudah kembali menikmati seblak, sama sekali tidak menanggapi ungkapan cinta dari Ardhan karena fokus menguji kemampuannya saat menikmati sensasi pedas level tertinggi yang bisa memulihkan kondisinya yang dari tadi dikuasai oleh amarah akibat berinteraksi dengan Axel.
Meskipun saat ini ia merasa lidahnya terbakar, tetapi tidak membuatnya berhenti untuk menikmati makanan paling favoritnya tersebut.
'Rasanya aku ingin menuangkan seblak ini ke wajah si bocah edan itu. Akan tetapi, aku masih sayang nyawaku. Karena jika aku benar-benar melakukannya, bisa-bisa nyawaku melayang dan tidak ada yang mengetahui kematianku saat dibunuh,' gumam Zelyn di dalam hati.
********
🍃Hotel🍃
Suasana di sebuah ruangan kamar terbaik yang ada di hotel Raharja, terlihat ada satu pria yang tengah berdiri menjulang di depan pria dengan paras tampan yang membuat para kaum hawa bertekuk lutut hanya dengan satu kedipan mata. Ia menaruh amplop besar di tangannya ke atas meja.
"Ini semua tentang informasi dari nona Zelyn, Tuan Axel."
Axel yang saat ini tengah duduk menyilangkan kaki, mengarahkan pandangannya pada amplop besar berwarna coklat di depannya. "Katakan intinya saja, karena aku malas membukanya."
"Sepertinya hidup nona Zelyn akan hancur karena dikhianati oleh sahabatnya sendiri yang berniat menjebaknya untuk tidur bersama seorang pria. Di dalam amplop itu, ada foto dari laki-laki yang merupakan orang suruhan dari sahabat nona Zelyn," ucap pria dengan tubuh tinggi tegap bernama Cristiano.
Axel mengibaskan tangannya pada orang kepercayaannya agar segera pergi dari ruangan kamarnya. Kemudian ia yang saat ini sudah tersenyum smirk, menatap ke arah amplop besar di depannya. Masih dengan wajah datarnya, ia meraih rokok di saku celana, menyalakannya dengan lighter Zippo dan menikmati sensasi kenikmatan yang membuatnya merasa sangat nyaman dengan tiap sesapan yang menghasilkan asap mengepul di udara itu.
Hingga beberapa saat kemudian, ia membuang puntung rokok tersebut ke atas asbak di atas meja. Tanpa membuang waktu, tangannya sudah membuka amplop besar tersebut dan melihat ada sebuah foto seorang pria yang memakai kemeja berwarna putih dengan lengan baju yang sudah dilipat hingga ke siku tengah duduk di sebuah kafe bersama seorang wanita.
"Sepertinya aku tidak perlu repot-repot untuk membuatmu menyesali perbuatanmu, Arzelyn Selena. Ternyata nasibmu sangat malang karena sepertinya kamu tidak akan pernah menikah dengan kekasihmu. Memangnya siapa pria yang ingin menikah dengan wanita yang sudah mengkhianatinya? Rasanya aku sudah tidak sabar untuk melihatmu menyerahkan diri padaku."
Axel masih mengamati wajah pria di dalam foto yang dipegangnya, seolah ingin menghafal wajah yang sudah di black list olehnya. "Sepertinya kamu akan melakukan pelepasan di Bali, Sayang." Melirik ke arah pistol kesayangannya di sebelah kiri tempatnya duduk.
"Sebentar lagi kamu tamat." Melempar foto di tangannya ke sembarang arah dan bangkit berdiri dari tempatnya menuju ke arah balkon kamarnya untuk melihat suasana lalu lintas kota Jakarta.
TBC ...