Zelyn mengepalkan kedua tangannya saat merasa sangat geram atas perbuatan seenaknya dari Axel. Tanpa berniat untuk membalas pesan dari pria yang sangat dibencinya, Zelyn kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Ardhan yang bisa melihat ekspresi wajah masam dari sang kekasih, menggenggam erat telapak tangan yang ada di atas meja itu. "Kenapa, Sayang? Jangan sering mengerutkan kening seperti itu, nanti cepat tua." Mengusap punggung punggung tangan yang masih tertutup plester.
Zelyn yang masih mengerucutkan bibirnya hanya menatap kesal ke arah Ardhan. "Suruh temanmu itu besok datang ke bandara pukul 08.00 WIB. Karena si bocah edan itu memajukan jadwal ke Bali. Aku benar-benar kesal hari ini dan ingin makan yang sangat pedas. Pesankan aku seblak level paling pedas, Sayang. Aku ingin mengeluarkan racun di tubuhku dengan mengeluarkan toxic."
Ardhan hanya terkekeh geli melihat tingkah Zelyn yang terlihat sangat kesal. Apalagi melihat ekspresi wajah masam dengan bibir mengerucut itu, sebenarnya membuat ia sangat gemas dan ingin menciumnya. Namun, ia harus menahan diri sampai menikahi Zelyn satu bulan lagi.
"Baiklah, aku akan menuruti semua keinginanmu, Sayang." Ardhan langsung mengatakan pesanannya pada waiters yang baru saja datang. Ia memesan menu seafood dan seblak untuk sang kekasih. Sedangkan untuk minumannya, ia memilih jus alpukat dan mocha float.
Kemudian ia mengeluarkan ponsel miliknya untuk menghubungi wanita yang akan menjadi teman tidur dari pria yang akan pergi ke Bali dengan sang kekasih.
"Aku tanyakan dulu padanya, kira-kira dia sedang ada bokingan atau tidak, Sayang."
Zelyn hendak menganggukkan kepala, tetapi suara dering ponselnya berbunyi, sehingga ia langsung mengambil benda pipih miliknya dan memeriksa siapa yang menghubunginya. Begitu mengetahui siapa yang menelfon, refleks membuat matanya membulat sempurna.
"Ngapain juga si bocah edan itu menelfon. Memangnya aku bodoh apa, hingga tidak mengerti apa maksudnya. Sampai-sampai dia ingin memastikannya."
Karena malas mengangkat panggilan, Zelyn sama sekali tidak berniat untuk mengangkat panggilan dan hanya meletakkannya di atas meja.
Ardhan yang sudah mulai menghubungi temannya, menunggu hingga beberapa saat sampai panggilannya mendapatkan jawaban. Namun, ia merasa sangat terganggu dengan suara dering ponsel Zelyn yang juga berbunyi.
"Sayang, angkat saja telfonnya. Siapa tahu itu penting. Jangan sampai melakukan kesalahan lagi." Memberikan kode untuk mengangkat panggilan karena ia pun ingin berbicara dengan wanita di seberang sana yang sudah mengangkat panggilannya.
Akhirnya Zelyn menuruti perintah dari Ardhan dan mulai bangkit dari kursi untuk berbicara agak sedikit menjauh. Karena tidak ingin mengganggu Ardhan yang sedang berembug dengan wanita nakal. Dengan jari telunjuk yang sudah menggulir tombol hijau ke atas, Zelyn menunggu suara dari Axel.
Namun, ia langsung berjenggit kaget saat mendengar suara tembakan dari ponselnya.
"Astaga."
Zelyn memegangi jantungnya yang berdegup sangat kencang.
"Sepertinya kamu ingin nasibmu sama dengan apel merah ini, Arzelyn Selena!"
Zelyn masih terdiam karena menormalkan kegugupannya, hingga suara bariton itu kembali terdengar.
"Kenapa kamu membaca pesanku, tetapi tidak membalasnya? Apakah seperti itu kerjamu selama ini? Berbuat seenaknya sendiri, tanpa memperdulikan etika!"
Zelyn meremas gaun yang dipakainya hingga kusut dan mau tidak mau, ia terpaksa mengeluarkan suaranya.
"Maaf, Tuan Axel. Saya tadi sakit perut setelah makan seblak level tertinggi. Jadi, saat saya ingin membalas pesan Anda, tiba-tiba perut saya mulas. Apa ada lagi yang Anda butuhkan, Tuan Axel? Ini saya sedang menghubungi wanita yang akan menemani Anda nanti."
"Batalkan saja, tiba-tiba aku sudah tidak menginginkan wanita."
Bola mata Zelyn refleks langsung membeliak begitu mendengar Axel membuat keputusan sepihak dengan membatalkan rencana.
'Astaga, bocah edan ini seenak jidat membatalkan semuanya. Rasanya aku benar-benar ingin menjitak kepalanya,' gumam Zelyn dalam hati.
"Baik, Tuan Axel. Saya akan memberi tahu wanita itu bahwa Anda tidak jadi membutuhkan jasanya. Apa ada lagi yang harus saya lakukan?"
"Tidak ada, aku hanya ingin memberitahu padamu, jangan sampai terlambat. Satu detik saja kamu terlambat, taruhannya adalah kepalamu!"
Saat Zelyn ingin menanggapi perkataan dari Axel, sambungan telepon langsung terputus dan hal itu membuatnya menghentakkan kaki kanannya untuk meluapkan amarah. "Astaga, dulu emaknya mengidam apa sebenarnya saat hamil bocah edan itu. Kenapa ada pria menyebalkan sepertinya di dunia ini."
"Kenapa sekarang nyawaku sangat murah di hadapannya, hingga dengan entengnya bilang kepalaku yang jadi taruhannya."
Zelyn berbalik badan dan berjalan ke arah Ardhan yang sudah mengucapkan terima kasih pada waiters. Dengan kasar ia mendaratkan tubuhnya di sana.
Ardhan menaikkan kedua alisnya saat melihat Zelyn kembali berwajah masam. "Sepertinya pria itu lagi-lagi membuatmu kesal, Sayang. Kali ini apa lagi? Ceritakan padaku."
Zelyn mengamati ekspresi santai dari calon suaminya tersebut. "Sayang, kamu cinta enggak sih, sama aku?"
"Astaga, pertanyaan konyol macam apa itu, Sayang? Ya, cintalah. Karena itulah aku melamarmu dan ingin menjadikanmu istriku."
"Kalau kamu cinta, kenapa kamu tidak pernah cemburu padaku saat aku akan pergi bersama seorang laki-laki ke Bali. Terkadang aku merasa ragu padamu. Kamu terlalu santai jadi orang. Apa dari dulu kamu selalu seperti ini?" tanya Zelyn yang saat ini tengah menatap intens wajah manis Ardhan.
Ardhan tidak langsung menjawab nada protes dari sang kekasih, karena sibuk tertawa. Pertanyaan yang menurutnya sangat konyol itu berhasil membuatnya semakin gemas pada Zelyn.
"Sayang ... Sayang, kamu seperti anak SMA yang sedang mengalami puber saja. Jadi, selama ini kamu berpikir seperti itu padaku?"
Zelyn yang merasa semakin kesal, tersenyum kecut saat ditertawakan oleh Ardhan. "Kamu sangat menyebalkan, Sayang. Aku serius ini, malah ditertawakan."
Karena tidak ingin membuat sang kekasih berlama-lama marah padanya, akhirnya Ardhan berbicara pada Zelyn untuk menjelaskan tentang apa yang selama ini dirasakannya. Namun, sebelum itu, ia meraih telapak tangan Zelyn yang berada di atas meja dan menggenggamnya erat.
"Itu karena aku sangat mempercayaimu melebihi aku percaya pada diriku sendiri, Sayang. Aku percaya kamu tidak akan pernah mengkhianatiku. Itulah kenapa aku tidak pernah merasa cemburu. Bagiku, kamu adalah satu-satunya wanita paling suci dan murni yang sangat menjaga harga diri dan kehormatanmu. Bukankah aku harus bersyukur dengan cara mempercayaimu sepenuhnya?" Ardhan masih tidak melepaskan genggaman tangannya dan tengah sibuk mengusap punggung tangan Zelyn.
Merasa terharu dengan penjelasan dari Ardhan, membuat Zelyn sampai berkaca-kaca. "Aku merasa sangat bahagia setelah mendengar penjelasanmu hari ini, Sayang. Terima kasih sudah mempercayaiku."
"Bahkan saat semua orang menuduhmu, aku tidak akan pernah mempercayainya, Sayang. Karena kamu sudah membuktikan semuanya dengan selalu menjaga kesetiaanmu. Sudahlah, jangan membahas hal ini lagi. Lebih baik kita makan dan buang racun-racun yang ada di tubuhmu seperti yang kamu bilang tadi." Ardhan mendekatkan mangkuk berukuran cukup besar itu ke depan Zelyn.
Zelyn refleks langsung berbinar begitu melihat makanan favoritnya tersebut. "Kamu benar, Sayang. Selamat makan," ucap Zelyn yang sudah mengambil sendok dan garpu.
Kemudian ia hendak menyuapkan satu sendok ke dalam mulutnya, tetapi begitu mengingat sesuatu, ia mengungkapkannya pada Ardhan. "Sayang, batalkan negoisasimu sama wanita nakal itu. Karena si bocah edan itu tidak jadi memakai jasanya."
Ardhan menepuk jidatnya dan karena tidak mempunyai pilihan, akhirnya ia mengirimkan pesan pada temannya tersebut untuk membatalkan bokingan. Namun, baru saja ia meletakkan ponselnya, suara dering ponsel miliknya berbunyi. Karena malas menjawab panggilan, membuatnya tidak mengangkatnya.
'Sepertinya dia akan menghabisiku karena tiba-tiba membatalkan negosiasi yang sudah deal,' gumam Ardan di dalam hati.
Karena melihat Ardhan tidak menjawab panggilan, Zelyn langsung mengambil ponsel tersebut dan mengangkat panggilan dengan menggeser tombol hijau ke atas. Ia sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun karena ingin mendengar suara dari wanita yang merupakan teman kuliah dari Ardhan.
"Kamu benar-benar berengsek, Ardhan. Kamu tidak bisa membatalkan seenak jidatmu seperti ini. Aku sudah membatalkan rencana dengan orang lain. Kamu harus bertanggungjawab dengan memberikan aku uang ganti rugi. Jika tidak punya, kamu bisa menggantinya dengan kekuatanmu di atas ranjang."
Refleks Zelyn langsung memutuskan sambungan telefon dan menatap tajam Ardhan yang terlihat sangat kebingungan.
TBC ...