Aku memastikan setiap potongan daging dan pelengkapnya kukunyah dengan sempurna sebelum kutelan sambil sesekali menatap Christ yang sedari tadi melipat tangannya di dada sambil terus mengawasiku dengan tidak sabar, meski akhirnya dia memilih berhenti mengoceh.
"Tampaknya kau benar-benar senang membuatku kehilangan kesabaran Mss. Stuart? Kau ingin aku menghukummu lagi?" Tanyanya kesal.
Aku mengangkat bahuku. "Aku hanya memastikan bahwa aku mengunyah semua makanan ini dengan sempurna Mr. Hudson, apa aku salah?"
"Oh God . . . gadis ini benar-benar . . ." Christ mengumpat, untuk dirinya sendiri sepertinya. Aku tersenyum puas dalam hati, meski begitu makanan ini tak cukup banyak untukku bisa mengulur waktu. Aku tiba di suapan terakhirku dan Christ tersenyum lebar.
"Buah kesabaran." Gumamnya.
"Aku mendadak berubah pikiran, aku ingin mandi di kamar mandi kecil didalam kamarku." Seringaiku.
"Ikut denganku, tanpa penolakan tanpa negosiasi. Ini perintah." Ucapnya penuh penekanan.
"Disertai ancaman?" Alisku bertaut.
"Tergantung." Dia mengangkat alisnya.
"Tergantung apa?" Tanyaku.
"Jangan banyak bicara, aku tidak bisa menunggu lagi." Dia menghela nafas dalam dan menghembuskannya kasar. Mungkin semua pria akan menjadi uring-uringan saat hasrat mereka tidak tersalurkan dengan benar, gumamku dalam hati.
"Ok, sekarang mari lakukan apa yang anda ingikan Mr. Hudson." Aku bangkit dari tempatku duduk dan dia dengan cepat berdiri kemudian menyambar tanganku dan membawaku ke lantai dua. Oh tidak, dia tidak masuk kedalam kamarnya, tapi kami terus berjalan hingga ke ujung lorong, dan sesampai di sana Christ menekan tombol seperti tombol pada lift sehingga pintu terbuka.
Apa ini? Sebuah ruangan besar? Dengan bathup kecil di sudut ruangannya? Alisku bertaut. Christ benar-benar gila jika membuat kamar mandi sebesar ini. Aku masih berpikir apa yang akan dilakukan pria ini.
Dia mengambil sebuah remote dan menekannya, beberapa kali kurasa hingga lampu menyala. Kaca dan tembok yang kupikir tadinya adalah kaca dan tembok biasa berubah menjadi layar LED super besar yang bisa menampilkan banyak hal, dan Christ memilih nuansa hutan. Lengkap dengan suara hewan dan juga gemericik air.
Aku tertegun melihat semuanya untuk beberapa saat. Tapi Christ menghampiriku, dia melepas ikatan rambutku lalu membuat ikatan baru sehingga seluruh rambutku terikat dalam cepolan yang lebih rapi.
"Kau menyukainya?" Tanya Christ dan aku terhentak kaget.
"Hah?" Aku menatapnya bingung.
"Kau menyukainya?" Tanya Christ, aku tidak bisa menjawab, hanya mengangguk, kurasa kesadaranku belum pulih betul karena terlalu kagum dengan ruangan ini.
Aku mendekat ke arah bathup dan melihat harinya kebiruan dengan gelembung air dari dasar bathup, kurasa ini adalah air hangat yang dibuat seolah-olah benar-benar alami dari dasar perut bumi.
Christ menghampiriku, menarik kaosku dan meloloskannya dari atas kepalaku.
"Waktunya mandi bayi besar." Katanya dengan senyum lebar. Oh sial, dia memanggilku bayi??? Setelah melepas kaosku dia melepaskan braku dan melemparnya ke lantai sama seperti yang dia lakukan pada kaosku. Sekarang giliran celanaku dan celana dalamku. Aku benar-benar berdiri bag seorang bayi dihadapannya, tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Christ mengulurkan tangannya dan menuntunku ke bathup. Setelah aku masuk, Christ melucuti pakaiannya dan masuk kedalam kolam kecil itu, karena sesungguhnya ini lebih mirip kolam daripada bathup.
Sesaat setelah Christ masuk, dia memegang pinggangku dan menyeretku mundur hingga menyentuh dirinya, aku terkesiap. Aku merasa kulit kami bersentuhan diantara air hangat dan itu hal yang baru bagiku.
"Enjoy it." Christ berbisik padaku, membantuku menyandarkan kepalaku di pundaknya dan kami memejamkan mata. Ini benar-benar terasa nyata, seolah-olah kami sedang berendam di kolam alami di tengah hutan lebat.
"Aku baru tahu kau punya ruangan semenakjubkan ini." Kataku.
"Perusahaan kami mengembangkan teknologi ini untuk bisa dinikmati di hotel-hotel mewah, resort untuk honeymoon dan rumah-rumah konglomerat." Ujar Christ.
"Jadi ini produk perusahaanmu?"
"Ya, aku sengaja memasangnya satu dirumah." Ujar Christ.
"Kau sering menikmatinya?" Tanyaku.
"Ruangan ini baru selesai bulan lalu, dan aku baru mencobanya sekarang, denganmu." Katanya.
"Aku bahkan tidak yakin."
Christ tersenyum. "Jaga isi kepalamu, kau pikir aku membawa setiap wanita kerumahku dan mengajaknya berendam seperti ini Mss. Stuart?"
"Siapa yang tahu." Aku menoleh padanya dan dia mengecup bibirku, juga meraba dadaku.
"Ah . . ." Aku menggeliat.
"Aku menginginkanmu, disini, sekarang juga." Bisiknya ditelingaku, sementara tangannya memainkan peran hingga membuatku menggeliat tak tentu arah.
Christ membantuku memutar tubuhku, menekan sebuah tombol hingga air di dalam kolam mendadak berbuih.
"Come." Katanya sambil menarik tanganku mendekat hingga aku duduk diatas pangkuannya didalam air hangat yang mulai penuh buih itu.
Chrst menurunkan tangannya dan meraih celananya yang tergeletak di lantai dengan satu tangan. Kemudian dia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya.
"Marry me."Ucapnya sambil mengeluarkan sebuah kotak cincin, kurasa itu berlian.
"Kau melamarku?" Mendadak kerongkonganku kering, tubuhku bergetar dan air mataku mulai menggenang.
"Marry me." Ujar Christ sekali lagi dan aku mengangguk. Christ meraih tanganku memasangkan cincin itu dengan cepat sebelum akhirnya menyambar bibirku dengan bibirnya dan menciumku penuh hasrat.
Tangannya bermain diantara kedua puncak payudaraku sementara bibirnya terus menghisap bibirku dan aku dengan nakal membantu dirinya masuk kedalam diriku. Aku tidak akan membiarkan Christ menyiksaku terlalu lama.
"Oh . . ." Christ memejamkan matanya saat seluruh tubuhnya masuk kedalam diriku. Dia bahkan mengangkat bokongnya untuk merangsek lebih dalam. Gelembung air mereda dan kini air kembali menjernih perlahan. Aku yang sedang sibuk menikmati pergerakan Christ tiba-tiba terkesiap karena dinding yang tadinya hijau berubah menjadi deru air terjun dan suara air yang begitu keras.
Melihat ekspresi keterkejutanku Christ tersenyum
"Sekarang kau bebas berteriak semaumu." Bisiknya sebelum kembali menciumku. Oh sial, teknologi ini sangat canggih, dan sangat supportif untuk pasangan bulan madu ketika mereka menikmati moment bersama.
Christ mengangkatku dan membuatku berlutut dengan kedua tanganku berada diatas kolam. Dia berada di belakangku kurasa, tiba-tiba Christ menarik pinggangku ke belakang dan menghujamkan miliknya dari belakang. Oh sial . . . ini terlalu nikmat, aku bahkan tak ragu untuk mendesar dan mengerang dengan keras. Selain suara air terjun ini sangat keras, teknologi lainnya adalah beberapa elemen di atap dan dinding bisa menyemprotkan butiran air, kami benar-benar merasa seperti bercinta ditepi air terjun.
Berbagai cara sudah kami lakukan hingga kami kehabisan ide, dan Christ memintaku kembali keposisi semula, dia ingin aku memimpin untuk menyelesaikan permainan ini. Christ melenguh dengan keras begitu juga diriku, kurasa kami saling menunggu untuk pelepasan masing-masing.
Mendadak LED yang tadinya menampakan pemandangan air terjun berubah menjadi padang rumput hijau dengan bunga lavender ungu di sekeliling kolam. Ada music yang mengiringi, hening dengan suara terpaan angina yan glembut. Ini gila . . . teknologi ini benar-benar gila.
Oh ya, satu hal yang terbersit dalam benakku sekarang, aku ingat Ze pernah mengatakan satu hal tentang "bercinta" padaku.
"Jika pria itu mencintaimu, dia tidak akan egois menemukan pelepasannya sendiri. Dia akan menunggumu terpuaskan, setelah itu dia akan menemukan caranya untuk memuaskan diri."
Dan sepanjang hubunganku dengan Christ dia selalu melakukannya kecuali sekali, saat dia menghukumku. Aku benar-benar merasa ini semua seperti mimpi, menemukan Christoper Hudson diusiaku yang masih duapuluh tahun. Pria matang, mapan dengan segala yang dia miliki dan yang terpenting adalah dia menginginkanku.
Aku bahkan belum pernah mendengar seseorang melamar kekasihnya dan beberapa menit kemudian mereka bercinta. Lagipula ini kali pertama aku menyaksikan seorang pria melamar calon isterinya didalam bathup.
Christ menciumiku, sementara posisi kami masih sama seperti terakhir kali kami mendapatkan puncak kenikmatan.
"Aku ingin menikahimu secepatnya." Ujar Christ.
"Kau terlalu terburu-buru."
"Aku tidak ingin menjadi semakin tua dan kau bisa memilih pria lain yang lebih muda dariku." Kata Christ.
"Tidak akan ada pria lain yang lebih menarik darimu Christoper Hudson."
"Ya aku tahu itu." Ucapnya percaya diri. "Beberapa mungkin lebih tampan, tapi jelas tak lebih kaya." Ujar Christ jauh lebih sombong.
"Dasar pria sombong."
"Jangan pernah pergi dariku, jangan pernah mengabaikanku, jangan pernah lakukan itu." Christ meraih wajahku dan memegangnya dengan kedua tangannya, menatapku dalam-dalam baru mengatakannya, seolah dia ingin aku menerima itu sebagai sebuah mantera hingga tertanam dalam benakku.
"Kau mengerti apa yang ku katakana?" Dia bahkan masih harus memperjelas semuanya.
"Yes Sir." Anggukku.
"Mahasiswi cerdas." Christ menggulungku dalam pelukannya.
"Bolehkah aku mengatakan sesuatu juga padamu Sir?" Tanyaku.
"Katakan." Dia tetap tidak melepaskanku dari pelukannya.
"Jangan pernah meninggalkanku, meski aku miskin dan akan tetap miskin, meski aku akan bertambah tua dan jelek." Ungkapku.
"Kau akan tetap cantik meski kau bertambah tua." Bisiknya.
"Tapi akan ada mahasiswi-mahasiswi baru yang jauh lebih muda dan cantik dariku."
"Aku mulai jatuh cinta di usiaku yang keduapuluh tujuh tahun, setahun kemudian menikah, dan setahun kemudian bercerai, setelah itu aku baru memulai hubungan baru tiga tahun kemudian, dan menikah setahun dan kembali gagal. Dan setelah bertahun-tahun aku baru menemukanmu." Katanya sambil menatapku.
"Aku bukan pria yang mudah jatuh cinta." Katanya.
"Tapi kau bahkan hampir menikah tiga kali." Aku menatapnya frustasi.
"Aku tidak akan mengulangi kegagalanku untuk ketiga kalinya." Katanya meyakinkanku.
"Apa aku bisa mempercayaimu Mr. Hudson?"
"Pegang kata-kataku." Katanya tegas. "Aku ingin menikahimu, aku ingin membuat perutmu membesar karena anakku tumbuh di dalamnya, aku ingin bercinta denganmu setiap hari." Tuturnya dan aku mengharu biru, air mataku bahkan berjatuhan seketika itu juga.