webnovel

MASIH

"Lagian semua orang berhak punya masa lalu kan? Berhak buat bahagia di waktu tertentu dengan orang tertentu yang menurutnya baik saat itu" Ucap Rezka. "Perihal sampai kapan mereka bahagia, itu keputusan mereka saat kenyataan mengkoyak keadaan untuk memaksa berpisah. Bisa atau engga mereka saling mempertahankan" Lanjut Rezka dengan tatap yang hanya menuju pada langit yang begitu biru, sembari duduk santai tanpa melirik sedikitpun kepada Daniel yang tepat duduk di sebelahnya. Daniel menoleh mendengar pernyataan tadi, menatap Rezka yang masih dengan tatapannya yang tertuju pada langit. Dari patah hati yang akan terjadi dalam sebuah hubungan itu adalah pasti, baik terjadi karna pertengkaran, salah paham, bahkan perselingkuhan. Selanjutnya, berpisah atau tidaak itu adalah pilihan, siapkah untuk memperbaiki yang ada atau memilih istirahat dan berpisah untuk tidak kembali terluka. Kita tidak bisa menyalahkan siapa yang membuat kesalahan, tidak bisa menyalahkan siapa yang meninggalkan, menyalahkan siapa yang memberikan luka, sebab kita tetap ada dalam posisi salah karna kita telah mengambil keputusan untuk berani memberikan perasaan, dan itu adalah keputusan sejak awal yang pasti memiliki konsekuensi. . . . "Cinta itu hidup, kaya kita ini. Dia bergerak, dia bisa egois, dia bisa jujur, dia bisa bohong, dia bisa ikhlas, dan dia bisa berjuang" "Gue mau cinta gue saat ini mulai bergerak, meski gue tau sulit banget buat lupain Rima. Tapi sekarang gue lagi ngajarin Cinta gue buat ga egois yang harus terus memiliki apa yang dia mau, gue mau ikhlas, gue mau akhirnya cinta gue bisa jujur ke Rezka, gue mau merjuangin dia" Lanjut Daniel

Hendar_Hendarsyah · 青春言情
分數不夠
7 Chs

Yang sayang tidak akan hilang

Dari langkah yang masih menuju kelas IPA 1, pintu kelasnya sudah tertutup, mungkin sudah ada guru didalamnya. Sekian lama tidak merasakan takutnya kehilangan, kini hadir lagi, menjelma mengintepretasikan sebuah rasa perihal hati yang tak siap untuk kembali di tinggal pergi. Daniel menyoba melambai lambaikan tangannya dari balik jendela, melihat didalamnya seorang Rezka tengah memberikan ekspresi kecewa pada kenyataan, tidak bukan kenyataan, tapi kesalah pahaman.

Masih dengan terus melambaikan tangannya, tidak peduli jika di kelas IPS 5 juga sudah ada guru memulai pembelajaran. Ia tetap terus melakukannya, nampak Bella telah melihat usaha Daniel dan berusaha memberi tahu Rezka yang sedari tadi hanya fokus pada layar HP yang ia genggam dengan begitu hati hati sebab berusaha untuk tidak diketahui oleh guru yang tengah mengajar.

"Ka." ucap Bella bermaksud memberitahukan mengenai yang tengah dilakukan Daniel di luar kelas.

Rezka menoleh.

"Tuh." sembari dengan bola mata mengarah ke balik jendala menggantikan fungsi dari jari telunjuk dalam menunjukan sesuatu.

Rezka beranjak beridiri dari bangku belajarnya, memaksa kedua kati untuk melangkah menuju guru yang tengah mengajar, meminta izin keluar.

"Maaf bu, saya izin ke uks sedang tidak enak badan." ucapnya dengan memasang wajah melas cukup meyakinkan bahwa dirinya tengah sakit, benar tidak berbohong, sakit hati hanya saja.

"Yasudah, teman sebangkunya boleh anterin dulu Rezka." jawab guru yang tengah mengajar saat itu.

"Tidak perlu ibu, saya bisa sendiri, terimakasih."

"Yasudah, silahkan."

Sebenarnya bukan pertama kali ia melakukan hal seperti itu, ia akan melakukan seperti itu ketika ia merasa sudah malas belajar atau jenuh tepatnya. Bukan kenakalan yang berlebihan, diri terkadang perlu istirahat untuk bisa digunakan dalam meraih hasil yang lebih baik nantinya.

Pintu kelas terbuka, sudah ada Daniel yang berdiri tegap mematung dengan bibir yang ancang ancang ingin menyampaikan beberapa perkataan maaf. Tidak, hal itu tidak terjadi sebab bibir Rezka ternyata lebih cekatan untuk menghentikan Daniel menyampaikan kata maaf.

"Hayu." ucap Rezka dengan mengajak kakinya untuk melangkah, berharap di ikuti Daniel dari belakang.

Daniel tidak bisa berkata, ia hanya masih dengan tatap lamunannya yang memperhatikan Rezka yang semakin jauh melangkah pergi. Keputusan yang tepat ketika ia mengusir lamunanya, ia memutuskan untuk menyusul langkahnya dan berada tepat di samping Rezka. Mempertanyakan kemana ingin Rezka pergi, bagaimana dengan jam sekolah yang sedang berlangsung saat itu.

"Aku hanya ingin mencari angin, kita ke atas rooftop." ucap Rezka.

"Kita keluar aja."

Rezka menoleh, mencoba meyakinkan bahwa dirinya tidak salah dengar dengan ucapa Daniel.

"Kamu gila?"

"Kamu yang ngajak gila lebih dulu." tanpa sadar Daniel mengganggatikan kata lo dengan kata kamu.

"Caranya?"

"Ikutin aku." jawab Daniel dibarengi dengan senyuman dan disusul dengan langkahnya yang bermaksud untuk memandu kemana jalan untuk pergi dari sekolah tanpa ketahuan Mang Dadang.

Langkahnya menjadi begitu hati hati, bermaksud menghilangkan suara untuk tidak ada satu orang pun yang memergok rencana kabur mereka. Di depan sana, hampir saja Mang Dadang yang tengah berpatroli melihat mereka berdua, satu detik saja Daniel tidak sempat menarik Rezka untuk bersembunyi di balik tembok, gagal sudah. Namun tidak dengan demikian, rencana tersebut berjalan dengan baik hingga sampai di halaman belakang sekolah, disana ada beberapa bangku rusak yang dimanfaatkan untuk dijadikan pijakan menaiki benteng yang sedikit tinggi.

"Aduuh." ucap Daniel yang menyadari perihal motornya yang diparkirkan didalam sekolah.

"Kenapa?" tanya Rezka yang baru saja menghembuskan nafas leganya sebab telah berhasil menyelasaikan pelariannya.

"Engga."

"Mang, ojek dua motor ya buat kita." lanjut Daniel setelah langkahnya mendekati tukan ojek pengkolan dekat sekolah.

"Tempatnya biar nanti saya kasih tau arah jalannya."

Mang Ojek langsung meng iyakan permintaan Daniel tanpa memikirkan kenapa dua anak ini kabur dari sekolah, atau memikirkan untuk melaporkan, bukan urusannya juga. Di perjalanan, Daniel dan Rezka sesekali saling mempertemukan pandangannya dengan sengaja, curi curi pandang sudah tidak dapat dilakukan lagi sebab satu sama lain sudah saling memergoki, terlebih saat itu tepat saat motor berhenti di lampu merah. Perihal motor, Daniel sudah menyerahkannya kepada Ajay melalui pesan whatsapp sebelumnya.

Setelah beberapa lama keliling sekitar kota Bandung, akhirnya mereka berhenti di warung Mang Supri. Sengaja Daniel mengarahkan jalannya sedikit berputar putar, sekalian jalan jalan dan mengulur waktu supaya tidak terlalu lama untuk menunggu sampai waktu latihan basket sepulang sekolah nanti.

"Makasih mang." ucap Daniel sembari memberikan ongkosnya dan Mang Ojek langsung kembali menjalankan motornya.

"Jadi, maksudnya tadi kamu ngajak aku jalan jalan?" tanya Rezka.

Daniel hanya menjawab dengan senyuman sebagai tanda Iya.

"Tunggu disini, seperti biasa aku pesen dulu minuman sama sekalian makan."

Tidak jauh dari tempat makan Rezka terlihat dua orang yang tengah berbisik dengan gelagat niat jahat sembari sesekali tatapnya mengarah pada Rezka. Benar saja, beberapa detik kemudia orang tersebut mendekati Rezka, tidak berseragam, nampaknya bukan anak sekolahan.

"Hai cantik."

Rezka tidak menggubrisnya, ia berlaga tidak mendengar dan fokus pada layar HP saja. Namun respon Rezka tidak membuat kedua orang itu pergi, malah semakin menjadi. Dengan sengaja mereka duduk di samping Rezka, berusaha untuk terus menggoda.

"Jangan suka jual mahal, mau di bayar berapa ayo?" ucap salah satu laki laki berpakaian layaknya preman itu.

Pertanyaan sekaligus pernyataan laki laki tersebut membuat Rezka kesal, merasa direndahkan dan jiwanya tiba tiba dipenuhi dengan amarah. Kesal, ingin rasanya ia menusuk nusuk laki laki itu dengan pisau, mencabiknya hingga merasa kapok dengan apa yang telah dilakukannya tadi. Tapi tidak bisa, ia tau tidak akan menang melawannya.

"Apa lo bilang tadi?" tanya Daniel yang saat itu yang sudah ada tepat di belakang laki laki tadi.

Rezka langsung berdiri, berpindah diam tepat di belakang Daniel, mencari perlindungan maksudnya.

Dengan percaya diri, laki laki itu ikut berdiri dari duduknya, mendekatkan bibirnya tepat di samping telinga Daniel sembar membisikan "Berapa harga cewe lo, biar gue bayar sekarang juga."

"BRAK!"

Tidak dapat ditahan lagi, kepalan tangan Daniel berhasil menyingkirkan bibir itu dari dekat telinganya. Laki laki itu nampak sempoyongan setelah menerima hantaman keras dari seorang anak sekolahan. Tidak sampai disana, Daniel masih dengan emosinya yang begitu membara, melampiaskan kemarahanya dengan terus menghajarnya hingga kata ampun keluar dari mulut laki laki tadi.

"Lo minta maaf sama dia atau gue hajar sampe mampus disini."

"Iya, ke gue pacarnya." ucap Rezka melanjutkan perkataan Daniel.

Mang Supri dengan cepat juga langsung berusaha membantu Daniel, ia menyuruh laki laki tadi untuk meminta maaf kepada Rezka. Pada akhirnya laki laki itu meminta maaf dan langsung di usir pergi oleh Mang Supri.

Daniel masih diam mematung dengan emosi yang belum saja padam, juga tercampur dengan rasa yang masih tidak percaya dengan apa yang sebelumnya Rezka sebut, yaitu pacar. Tapi Daniel yakin bahwa tadi ia tidak salah dengar, sebuah kata yang memang berpotensi membuat setiap helai perasaan bergejolak memuntahkan bahagianya, mengusir pergi segala luka yang tak lagi pantas di ratapi.

Mereka masih saling diam, tidak keluar satu patah kata pun untuk memulai percakapan. Sesekali Daniel menatap Rezka yang saat itu tengah fokus dengan layar HPnya yang padahal hanya bulak balik di layar menu saja. Sebab Rezka juga menyadari apa yang tengah terjadi, namun ia juga merasa canggung untuk memulai percakapan. Terjebak, dua duanya terjebak pada tatap yang seharusnya adalah curi pandang. Mereka tersenyum, masing masing merasa begitu grogi, merasa malu saat curi pandangnya kembali kepergok satu sama lain.

"Eee." ucapan yang tanpa direncanakan keluar bersamaan.

"Kamu dulu." ucap Rezka dengan masih memasang wajah merah merona merasa malu dan kakunya.

"Aku denger tadi kamu bilang pacar?" tanya Daniel dengan tatap yang penasarn bercampur bahagia.

Sudah dapat diterka, pertanyaan yang sebenarnya takut ia terima.

"Ee, ii itu kamu salah denger ko."

"Ma maksudnyaa aku belum tau." lanjut Rezka.

Gojalak bahagia seakan kembali tertarik pada rasa semula, harapan lepas kendali entah pergi kemana. Kecewa? Tidak, bukan kecewa tapi tanya kenapa tidak mengakui saja? Daniel yakin, tadi tidak salah dengar.

"Oh okee." jawab Daniel dengan raut yang sedikit kecewa.

"Makasih, makasih udah nolongin aku." ucap Rezka dengan tatap yang penuh dengan rasa bangga.

"Sudah seharusnya." jawab Daniel.

Rezka membalas dengan sebuah senyuman yang mengintepretasikan sebuah rasa kecewa pada dirinya, ia masih tidak tau kenapa dengan inginnya yg tidak mau melangkah pada arah pacaran.

Begitupun dengan Daniel, yang berusaha untuk tetap membuat dirinya pun dengan Rezka yang agar tetap seperti biasa, melupakan sebuah kata singkat yang seharusnya begitu bermakna pada moment yang memang tengah dinantikan.

Kejadian yang tidak sama sekali terpikirkan, kehadairan preman yang sebelumnya di anggap sebagai ancaman ternyata berujung sebagai awal kebahagiaan. Rencana tuhan memang selalu lebih menarik untuk setiap hamba yang tidak sambar menunggu sebuah kebahagiaan. Pada saat itu, detik itu, mereka memang masih belum resmi menjadi sepasang kekasih, bersatu menjadi kita yang didalamnya terdapat dua insan yang satu sama lain berikrar akan saling membahagiakan. Namun, Daniel memaknai sebagai langkah awal untuk perasaan Rezka terhadap dirinya yang sedikit lagi akan sampai pada titik puncaknya.

Mencintai adalah tingkat yang berada pada level tinggi setelah mengenal dan lebih dekat. Setiap insan tidak akan dengan tiba tiba memutuskan untuk mencitai seseorang sebelum ia mampu melewati berbagai prosesnya. Orang yang menyayangi mu ia tidak akan pergi meski kau usir, pun dengan orang yang tidak menyayangi mu ia akan tetap pergi meski kau perjuangkan habis habisan. Rezka memang sudah melihat sebuah foto yang di posting di instagram, ia tidak menganggap semua itu adalah bukti bahwa Daniel mencintai orang lain, sebab jika Daniel tidak menyayangi Rezka, ia tidak akan dengan cemas dan sengaja pergi ke kelasnya untuk berusaha menjelaskan apa yang terjadi.

Begitu pun dengan Daniel, perihal perasaannya yang pada kenyataannya masih terjebak pada masa lalu adalah hal yang tidak di inginkan. Nuraninya berkata bahwa rasa sayang itu masih untuk Rima, namun tidak dengan insting yang senantiasa mengingatkan perihal luka yang sama akan terjadi jika kembali. Terlihat seperti sebatas pelampiasan kepada Rezka, namun Daniel menyadari bahwa mencintai adalah sebuah keputusan. Ia memutuskan untuk bisa membahagiakan Rezka, walau harus dengan cara terluka. Sudah menjadi satu konsekuensi dalam cinta, bukan pilihan tapi keputusan.

Sebuah hal yang wajar saat Rezka masih menunda inginnya, perihal perasaan yang sebenarnya ia mulai menyayangi Daniel, bukan membenci atau tidak menyukai karna foto yang sebelumnya sempat tersebar. Bukan hal yang pantas dijadikan sebuaj alasan untuk ia tidak menyayangi Daniel, ada yang lebih penting dari ini, sebab masalalunya membuat ia lebih berhati hati dengan setiap hal yang bersangkutan dengan hati.

Namun, tanpa Rezka minta, Daniel berinisiatif menjelaskan perihal apa yang terjadi sebenarnya dari foro yang telah tersebar itu. Setalah Daniel panjang lebar menjelaskan perihal foto tersebut, terlihat Ajay, Rangga, dan Ines di depan warung Mang Supri memarkirkan motor, menandakan semua siswa sekolah telah selesai pada jam pelajaran dan sebentar lagi waktunya untuk latihan basket.

"Aduh." respon Daniel saat Ines langung memukul kepalanya dengan botol air mineral sesampainya masuk warung Mang Supri.

"Lo ya, anak orang lo ajakin nakal."

"Ih." lanjut Ines memukul Daniel kembali.

"Iya ampuun eh udah gue salah."

"Heran lebih galak dari mamah gue." lanjut Daniel.

"Bodoamat!" jawab Ines masih kesal karna tidak suka dengan kelakukan Daniel yang kabur dari sekolah dengan sembari langsung duduk tepat di samping Daniel.

"Maaf ya Ka, gegara anak ini Kaka jadi kabur dari sekolah." ucap Ines kepada Rezka.

"Gapapa ko, aku juga emang lagi jenuh belajar jadi ikutan kabur deh."

"Wlee." respon Daniel terhadap Ines dengan ekspresi yang meledek.

Ines hanya merespon dengan mimik wajah jijik.

"Lucu yah kalian, udah kaya adik kaka." ucap Rezka.

Daniel dan Ines hanya merespon dengan senyuman, sebab mereka bingung harus menjawab dengan perkataan seperti apa. Karena memang itu yang terjadi, mereka satu sama lain merasakan pendapat Rezka.

Hari itu, saat Daniel mengajak Rezka menonton latihan basket. Rezka menonton Daniel bermain basket tidak dengan fokus pada buku seperti sebelumnya saat pertandingan IPS 5 dengan IPA 1 berlangsung. Duduk dengan kaki menyilang, kedua tangan menggenggam botol air mineral dengan tatap yang fokus hanya pada Daniel yang tengah bermain basket. Sesekali Ines memperhatikan Rezka yang tengah tersenyum begitu indah denga tatap yang masih memperhatikan Daniel, sebuah senyuman bahagia dari seorang perempuan yang terlihat tengah kembali menemukan cintanya, mempercayakan hatinya pada seseorang yang menurutnya layak.

"Kamu beruntung Ka." ucap Ines membubarkan fokus Rezka yang tepat duduk di sampingnya.

Rezka, menoleh.

"Lama banget dia gabisa lupain Rima, tapi sekarang saat Rima datang kembali bahkan menyatakan perasaanya, Daniel tetap memilih untuk membahagiakan kamu." lanjut Ines, seolah ia tau apa yang tengah dirasalan Rezka saat itu.

"Kamu tau kenapa aku menyukainya?" tanya Rezka.

Ines merespon dengan wajah yang bingung, menunjukan ia tidak tahu apa alasanya.

"Ia tau bahwa bahagia tidak selamanya hadir dari siapa yang diharapkan, bahagia bisa diciptakan. Ia memilih untuk belajar mencintaiku lebih, dengan terus menciptakan kebahagiaan kebahagiaan baru." jawab Rezka tanpa ada keraguan sedikitpun, ia tau bahwa Ines sebagai perempuan akan mengerti apa yang tengah Rezka rasalan, meski sebelumnya Rezka memilih untuk menahan sttus pacaran dengan Daniel.

Nampaknya sahabat sejatinya Daniel kini akan tenang dengan mengatahui sikap Rezka yang seperti itu. Dewasa, menarik, cantik, serta pintar. Berharap tidak akan lagi membuat Daniel patah hati seperti sebelumnya, serta Ines akan selalu berusaha membuat Daniel untuk tidak menyakiti Rezka, sebab ia menyadari bahwa Rezka adalah perempuan yang langka yang sudah menjadi yang terbaik untuk Daniel versi Ines.