webnovel

PRIA ASING

My Love : Kau ini perhitungan sekali, padahal kita baru berpacaran. Lalu bagaimana nanti jika kita sudah menikah?

Bara kembali menghela napasnya. Dan kini sejenak memejamkan mata. Selalu begitu. Kalimat yang selalu sama saat Bara mulai mengungkit ke mana larinya uang yang selama ini dia berikan kepada kekasihnya itu.

Bara kembali membuka mata dan memijit pelipisnya saat beberapa pesan mulai meramaikan ponselnya. Siapa lagi jika bukan dari Yolanda. Wanita itu kini tengah merajuk karena menganggap Bara yang semakin hari semakin mulai perhitungan dengannya.

My Love : Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?

My Love : Jangan bilang kau sudah bosan denganku!

My Love : Bara?

My Love : Sayang ....

My Love : Oh, apakah sekarang kau berniat mengabaikanku?

Bara : Ya sudah, nanti aku akan kirim uang lagi untukmu.

My Love : Benarkah? Kau berjanji?

Bara : Ya, aku janji.

Setidaknya Bara harus segera mengakhiri drama itu jika tidak ingin ponselnya kembali berdering karena pesan masuk dari Yolanda yang jelas tidak akan bosan membahas rasa cintanya saat ini. Dan juga meluapkan amarahnya.

Hanya dengan satu cara agar hubungan mereka kembali membaik, yaitu mengalah dan memberikan apa yang gadis itu minta sebelum Yolanda benar-benar marah dan mendiamkannya selama berhari-hari, seperti beberapa waktu yang lalu.

Bara tidak ingin hal itu terjadi. Sebenarnya Yolanda adalah kekasih yang sangat baik dan sedikit manja sehingga sering membuat Bara merasa begitu gemas kepadanya. Yolanda juga begitu perhatian sehingga mampu membuat rasa cinta yang ada di dalam benak Bara semakin hari semakin bertumbuh besar.

Namun di sisi lain, dia bisa menjadi wanita yang menjengkelkan saat sedang menginginkan uang atau suatu barang, seperti sekarang ini. Lagi-lagi Bara hanya mampu menghela napas kasar. Yolanda selalu berhasil menarik ulur perasaannya hanya dalam kurun waktu sekejap saja.

My Love : Ah, terima kasih sayangku ... Kau memang terbaik! Aku jadi tidak sabar untuk menyelesaikan sekolah ini dan lulus, lalu menikah denganmu.

Bara tersenyum membaca balasan itu. Mereka bahkan masih duduk di bangku awal sekolah menengah atas, namun Yolanda sudah berkali-kali membahas tentang pernikahan dan beberapa rencana masa depan yang ingin dia lakukan berdua, bersama Bara.

Belum sempat Bara membalas, kekasihnya itu ternyata sudah mengirim pesan lagi kepadanya. Yolanda memang selalu seantusias itu.

My Love : Ya sudah kalau begitu, aku mau tidur sayang. Hari ini terasa bosan karena tidak ada kau di sampingku.

Membaca pesan itu, tanpa sadar Bara mengembangkan senyumnya. Ya, baru beberapa detik yang lalu kepalanya sedikit panas karena Yolanda merengek meminta uang, lalu sekarang hati Bara mendadak hangat karena kekasihnya itu selalu tampak mencintainya. Secepat itu perasaan Bara berubah.

Setiap hari minggu, biasanya mereka memang menghabiskan waktu bersama, namun karena hari ini merupakan hari yang spesial untuk Yolanda, dan Bara sudah memiliki rencana untuk membuat wanitanya itu terkejut dan bahagia. Maka mereka terpaksa mengisi hari minggu ini dengan hanya menyendiri di rumah.

Bara meletakkan kembali ponselnya setelah mengetikkan pesan balasan yang berupa ucapan selamat tidur untuk kekasihnya itu. Sejenak pandangannya kembali pada kotak beludru putih yang telah dia siapkan. Sebenarnya Bara juga sudah mem-booking salah satu area VIP di restoran yang menjadi impian Yolanda sejak beberapa minggu yang lalu. Namun rasanya, kejutan yang dia persiapkan itu sama sekali belumlah cukup. Bara terus berpikir hal apa saja yang biasanya dapat menyenangkan wanita.

Lalu terlintas dalam benak Bara untuk membeli sebuket bunga guna melengkapi kejutannya malam nanti. Segera Bara beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah dirasa cukup, dia segera mengganti pakaiannya dengan yang baru lalu mulai memasukkan beberapa benda yang akan dia bawa ke dalam tas selempang mininya. Lalu pria itu meraih kunci mobil yang sedari tadi tergeletak di meja dan berjalan menuju garasi tempat mobilnya tersimpan.

Bara tau di mana dia harus membeli bunga-bunga yang indah. Setidaknya dia pernah berkunjung pada salah satu toko bunga saat dia mengantar mamanya ke sana.

Namun, di tengah perjalanan, Bara seolah melihat sosok tidak asing dan kini sedang berada tepat di sebelahnya. Seorang pria yang sedang mengendarai sebuah sepeda motor, dengan Yolanda yang setia melingkarkan tangannya ke perut pria itu dan menyandarkan kepala di pundaknya.

Entah ini merupakan hari keberuntungan atau hari sial Bara. Untung hari ini dia membawa mobil yang berbeda dengan mobil yang biasanya dia kendarai saat ke sekolah. Sebenarnya, tadi Bara ingin membawa mobil yang biasanya, namun sesampainya di parkiran dia mendapati ban mobilnya sedikit kekurangan angin dan Bara benar-benar sedang merasa malas untuk sekedar mengisinya.

Akhirnya dia menukarkan kunci miliknya dengan salah satu kunci mobil yang tergeletak di etalase khusus yang ada di garasi itu, yang hanya bisa diakses melalui sidik jari, dan hanya keluarga Adyasta saja yang dapat membukanya.

Sebuah keberuntungan karena Yolanda mungkin saja tidak mengenali mobilnya itu, ditambah dengan kaca gelap bawaan mobil tersebut, yang membuat orang di luar tidak akan bisa memiliki akses untuk melihat bagian dalam mobil itu. Namun juga sebuah kesialan jika ternyata ucapan semua orang-orang tentang Yolanda yang menduakannya selama ini adalah benar.

Ingatan-ingatan buruk yang selama ini diucapkan oleh teman-temannya seolah kembali berputar di dalam kepala Bara. Hingga bunyi klakson yang mulai terdengar memecah lamunan pria itu. Bara segera melajukan mobilnya saat lampu pengatur lalu lintas yang tadinya merah berubah warna menjadi hijau. Harusnya setelah itu Bara membawa mobilnya berbelok ke kanan, menuju toko bunga. Namun dia mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk mengikuti ke mana perginya pria itu dan Yolanda.

Bara terus mengikuti motor itu hingga keduanya berhenti pada salah satu cafe sederhana yang berada di ruko tepi jalan. Motor itu memasuki area parkir kecil yang tersedia di depan cafe tersebut, sementara Bara menghentikan mobilnya tidak jauh dari sana.

Pikiran Bara seketika berkecamuk menduga apa hubungan antara Yolanda dan pria itu. Melihat interaksi dari keduanya, sepertinya mereka sudah begitu dekat. Bara terus memicingkan matanya melihat dua sejoli yang kini sudah saling turun dari motor itu. Lalu terlihat pria tadi tampak tengah melepaskan helm milik Yolanda dan membenahi sedikit rambut kekasihnya yang tampak berantakan hingga sebagian helaian cokelat itu menutupi wajahnya.

Hati Bara semakin mendidih saat melihat mereka yang saling tertawa. Ingin rasanya pria itu turun dan berjalan mendekati mereka untuk menanyakan perihal hubungan yang terjalin di antara keduanya. Namun, sekuat tenaga Bara menahan keinginan tersebut. Setidaknya dia tidak boleh gegabah, kan?

Terlihat Yolanda dan pria itu kini berjalan memasuki area cafe. Mereka berhenti untuk memilih dan memesan menu yang tersedia di cafe itu sembari sesekali bercengkrama dengan pelayan di sana. Lalu, setelah mereka selesai menyebutkan pesanan, pelayan itu memberikan secarik kertas yang Bara ketahui sebagai tagihan yang harus dibayar terlebih dahulu, terlihat Yolanda mulai mengeluarkan dompetnya dan membayar bill itu.

Sontak Bara membulatkan matanya melihat apa yang terjadi. Yolanda, yang membayar makanan mereka?